Hidalgo dan Rehab Rumah


Tak seperti teman-teman kuliahnya yang mengincar perusahaan-perusahaan konstruksi besar, Hidalgo bersama 3 orang temannya memilih mendirikan sendiri sebuah biro konsultan kecil yang mengkhususkan diri pada renovasi rumah pribadi ukuran sedang. Jadilah Hidalgo berburu konsumen di seantero kota, mencari orang-orang yang hendak merenovasi rumah, terutama para pemilik rumah kelas menengah yang sebenarnya tak ingin mengeluarkan biaya untuk menyewa konsultan.

Hari-hari yang sulit harus dilalui oleh Hidalgo. Betapa sulitnya sebuah biro konsultan baru untuk mendapatkan kepercayaan dari orang-orang yang hendak merenovasi rumah yang menurut mereka bisa ditangani sendiri. Disamping menyebarkan pamflet, Hidalgo harus memburu konsumen dari pintu-ke pintu, dari arisan ke arisan, sampai mendatangi koperasi karyawan perusahaan-perusahaan besar dan terkadang tengah malam baru kembali dari “perburuannya” karena calon klien hanya punya waktu luang seusai pulang kerja.

Setelah dua setengah tahun kerja keras yang melelahkan, Hidalgo mulai bisa bernafas lega. Walaupun baru 3- 4 klien tiap bulan, Hidalgo sangat optimis terhadap masa depan perusahaan. Trend penambahan jumlah klien dianggapnya sangat meyakinkan. Enam bulan yang lalu mereka baru mendapat 1 klien per bulan, bahkan setahun silam mereka hanya mendapat 1 klien tiap 2 bulan dan kini 3-4 klien perbulan adalah sebuah peningkatan yang tajam.

Pada prinsipnya Hidalgo melihat peluang pasar bagi konsultan renovasi rumah terbuka lebar karena kebanyakan orang --- awam terhadap bangunan dan banyak orang tak punya waktu luang. Terkadang seseorang yang tak tahu menahu tentang bangunan menjadi gamang saat akan merenovasi rumah. Dengan sedikit waktu yang dimiliki, mereka harus mencari tukang gambar, melakukan estimasi kebutuhan material, mencari tukang bangunan & tukang kayu, membeli material, sampai mengawasi jalannya renovasi. Belum lagi ada resiko tertipu. Hidalgo bersedia mengambil alih semua pekerjaan itu dengan bayaran yang tidak mahal. Harga sengaja dibuat semurah mungkin karena Hidalgo ingin membantu para pemilik rumah kelas menengah yang jumlahnya dianggapnya jauh lebih besar dibanding pemilik rumah mewah. Si pemilik rumah cukup datang ke Hidalgo sambil menjelaskan rencana renovasi, dan semuanya akan ditangani oleh Hidalgo sampai renovasi selesai. Pokoknya One Stop Shoping.

^_^

Shinichi Kudo mengantar Hidalgo beserta ketiga temannya ke stasiun kereta untuk pulang. Tiga hari masa liburan Hidalgo udah usai. Semalam mereka sempat bertukar cerita tentang pekerjaan, sambil di temani jagung bakar dan menikmati indahnya pemandangan kerlap-kerlip lampu Kota Baru Parahyangan yang terhampar jauh di bawah mereka. Tiga tahun silam mereka pernah melakukan hal serupa di Kaliurang, bedanya waktu itu yang mereka perbincangkan adalah rencana-rencana setelah lulus kuliah yang kini mulai terwujud, dan pemandangan yang terhampar adalah kilauan lampu-lampu kota pelajar yang menawan (nl).

AKEMI

Angin berhembus kencang mengguncang pepohonan saat Maruko melangkah gontai meninggalkan gerbang kantor menyibak tumpukan daun kering yang mulai menggunung menyelimuti permukaan jalan. Ternyata sulit untuk meyakinkan orang agar mau kembali merintis sesuatu yang pernah gagal dilakukan. Harus ada bukti untuk membuat mereka yakin. Maruko harus menghadirkan seseorang yang pernah sukses merintis hal itu agar mendapat dukungan dari teman-temannya.

== o ==

Sabtu pagi berhias angin kering di Taman Lalu Lintas ketika Shinichi Kudo memperkenalkan Maruko pada Akemi. Senyum Akemi mengembang saat menjabat tangan Maruko, seraya berkata bahwa dia telah mengetahui keinginan Maruko. Sesaat kemudian sambil mengawasi putri kecilnya yang asyik mengendarai mobil-mobilan, Akemi mulai bercerita.Lima tahun lalu Akemi mulai merintis tempat penitipan bayi di kantornya, sebuah perusahaan garment.

Bermula dari kesulitan yang dirasakannya saat memiliki bayi kecil. Setiap pagi sebelum berangkat dia harus mempersiapkan kebutuhan bayi untuk sehari sambil tak lupa memberi “briefing singkat” pada baby sitter; menelpon ke rumah setiap tiga jam untuk memastikan kebutuhan si kecil telah ditangani dengan baik, dan harus lebih sering menelpon lagi bila si kecil sakit. Kemudian setiap waktu istirahat dia harus bergegas mengirim ASI dalam botol untuk bayinya ke rumah. Dan yang paling berat adalah Akemi merasa tidak pernah ketemu bayinya selain malam hari, sesuatu yang membuatnya tidak nyaman.

Berangkat dari pengalaman tersebut dan ditambah pengalaman teman-teman kerjanya yang kebanyakan perempuan-- mulailah Akemi membujuk teman-temannya yang memiliki bayi untuk mendukung rencananya. Setelah hampir dua bulan menebar “bujukan maut” akhirnya Akemi berhasil mengumpulkan tujuh orang temannya untuk menjadi panitia kecil pendirian tempat penitipan bayi. Tentu saja Akemi melibatkan serikat karyawan sebagai payung untuk mewujudkan rencananya.Dengan bantuan seorang tokoh senior serikat karyawan, Akemi berhasil mendapatkan pinjaman sebuah ruang di Guest House perusahaan sebagai lokasi penitipan bayi.

Langkah berikutnya Akemi menghubungi pengelola tempat penitipan bayi “Baby Boomers” yang telah terkenal baik kualitasnya untuk mengelola tempat penitipan tersebut. Akemi berhasil menegosiasikan tarif penitipan yang lebih rendah karena Baby Boomers tak perlu menyediakan tempat, mereka cukup menyediakan tenaga pengelola penitipan bayi. Bahkan untuk tenaga dokter, Akemi bisa minta bantuan dokter poliklinik perusahaan. Akemi sengaja bekerjasama dengan tempat penitipan bayi profesional karena ingin bayi-bayi karyawan ditangani dengan baik. Disamping itu Akemi dan kawan-kawannya tak punya waktu bila harus mengelola sendiri tempat penitipan bayi. Bisa-bisa rencana pendirian tersebut tinggal rencana saja karena kesulitan mencari waktu luang seperti yang pernah terjadi pada rencana-rencana sebelumnya.

== o ==

Kini setiap waktu istirahat tampak puluhan karyawan menyambangi tempat penitipan bayi untuk menyusui atau sekedar menengok anaknya. Bahkan beberapa karyawan perusahaan tetangga ikut menitipkan bayi di tempat mereka. Hubungan karyawan dengan bayinya menjadi semakin dekat, dan mereka bisa bekerja dengan tenang karena tak perlu khawatir lagi akan nasib bayinya seperti bila ditinggal di rumah.

== o ==

Daun-daun pepohonan berguguran di Taman Lalu Lintas, belasan anak-anak meloncat-loncat gembira menangkapi daun-daun yang jatuh dari pohon-pohon yang memang saatnya meranggas itu. Maruko tersenyum melihat tingkah laku anak-anak tersebut. Semangat untuk mendirikan tempat penitipan bayi di kantor mulai tumbuh kembali. Maruko bermaksud mengundang Akemi untuk bercerita di depan teman-teman kerjanya. Mudah-mudahan rencana--yang sebenarnya diawali rasa kasihan melihat temannya jarang bertemu dengan bayinya itu-- mendapat dukungan. Terbayang dalam benaknya--cerita tentang karyawan yang mengorbankan waktu istirahat agar bisa mengirim botol ASI untuk bayinya di rumah-- kelak akan menjadi sebuah cerita kuno (nl).