Menolong Korban Banjir dengan Biopori

Menolong korban banjir dapat dilakukan dengan cara seketika, yaitu cepat dan manfaatnya dirasakan saat itu juga, dengan cara menggalang dana, mengumpulkan bahan makanan & pakaian, menyediakan obat-obatan dan kemudian melakukan bakti sosial berupa pembagian logistik dan melakukan pengobatan massal. Dapat juga ditambah dengan pengerahan orang secara besar-besaran untuk membantu melakukan pembersihan bekas-bekas banjir dan memperbaiki fasilitas-fasilitas umum yang mengalami kerusakan.


Menolong korban banjir dengan cara preventive akan memberi manfaat jangka panjang

Kegiatan-kegiatan di atas perlu dilakukan untuk memberikan pertolongan pertama pada korban banjir dan mencegah mereka mengalami penurunan kualitas hidup yang drastis, bisa berupa kekurangan makanan, tidak ada tempat berteduh ataupun jatuh sakit tanpa ada yang mengobati. Nampaknya kegiatan- sosial seperti diatas sudah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat umum baik secara individu ataupun melalui organisasi dan perusahaan.

Cara lain menolong korban banjir adalah cara preventive, yang manfaatnya tidak cepat dirasakan tetapi akan dirasakan terus menerus dalam jangka waktu lama. Cara preventive meminimalisir kemungkinan mereka terkena banjir lagi di tahun-tahun berikutnya. Namun nampaknya kegiatan preventif ini belum begitu populer dilakukan, sehingga perlu upaya lebih untuk memperkenalkan kepada masyarakat. Bentuk dari upaya-upaya preventif ini sebenarnya sudah diketahui oleh masyarakat luas.

Kegiatan seperti penghijauan, membuang sampah pada tempatnya, memperbaiki saluran air dan membuat sumur resapan adalah hal-hal yang bisa dilakukan untuk menolong korban banjir yang manfaatnya memang tidak akan dirasakan saat itu juga, tetapi akan berdampak jangka panjang, yaitu mencegah mereka mengalami kebanjiran untuk kesekian kalinya.

Salah satu cara paling sederhana, murah dan dapat dilakukan siapa saja untuk menolong korban banjir adalah membuat lubang biopori. Biopori akan membantu terjadinya penyerapan air hujan ke dalam tanah sehingga mengurangi peluang terjadinya genangan air yang akan menyebabkan banjir. Biopori adalah sebuah lubang vertikal di tanah, dengan diameter lubang sekitar 10 cm dan kedalaman sekitar satu meter. Ada alat khusus untuk membuat biopori, yaitu berupa sebuah bor terbuat dari besi yang berguna untuk mempermudah kita membuat lubang vertikal di atas tanah.


Lubang biopori diisi sampah-sampah organik seperti sisa-sisa sampah dapur, daun-daun kering , potongan rumput dan sisa makanan. Sampah organik tersebut berfungsi sebagai bahan makanan bagi organisme penghuni biopori. Dengan adanya bahan-bahan organik tersebut akan terdapat organisme-organisme yang tinggal dan membuat terowongan-terowongan di dinding biopori sehingga bila terdapat air hujan akan segera terserap ke dalam tanah lewat terowongan tersebut.

Fungsi biopori mirip dengan sumur resapan, yaitu membantu air hujan meresap ke dalam tanah. Pada saat terjadi hujan, air akan lebih cepat meresap ke dalam tanah melalui lorong-lorong yang terdapat di lubang-lubang biopori. Biopori dalam jumlah optimal akan mempercepat proses peresapan air di suatu lokasi, sehingga genangan air yang akan mengakibakan banjir dapat dicegah. Setidaknya keberadaan biopori dapat mengurangi volume air yang tidak terserap ke dalam tanah sehingga peluang terjadinya banjir dapat diperkecil.

Tentu saja biopori bukan saja dibuat di lokasi banjir, karena bisa jadi banjir berasal dari daerah lain yang lokasinya lebih tinggi. Biopori perlu juga di buat di daerah-daerah yang tidak pernah banjir, untuk mencegah wilayah itu mengirimkan air hujan ke wilayah lain, misalnya melalui sungai sehingga memicu terjadinya luapan air sungai di tempat lain.

Barangkali perlu semacam contoh sekumpulan biopori di sebuah lokasi untuk menjadi tempat belajar bagi masyarakat yang ingin tahu lebih banyak tentang biopori. Nah, di lokasi tersebut orang dapat melihat, mengamati dan belajar membuat biopori untuk kemudian diterapkan di lingkungan masing-masing.

Dengan cara itu diharapkan akan semakin banyak orang yang membuat biopori di rumahnya sehingga akan semakin banyak air yang terserap ke tanah di kala hujan. Ujung-ujungnya frekuensi banjir berkurang. Yah, biopori adalah salah satu langkah sederhana untuk membantu korban banjir yang memiliki manfaat jangka panjang . Senangnya bila ada perusahaan yang menyediakan lahannya sebagai tempat percontohan pembuatan biopori! (undil-2010)

Gambar diambil dari: boston/bigpicture

Cerpen Sang Kancil dan Batu Besar di Tengah Jalan

Gempa dahsyat yang melanda Hutan Gungliwangliwung telah menyebabkan sebuah batu besar bergeser dan menggelinding dari puncak bukit lalu jatuh nyungsep tepat di tengah jalan sempit yang membelah hutan. Akibatnya binatang-binatang kesulitan melewati jalan itu, sehingga mereka harus menempuh jalan memutar saat berpergian.

Maka diadakanlah pertemuan besar yang dihadiri oleh seluruh binatang penghuni hutan -- kecuali Sang Kancil yang sedang melakukan penelitian di sebuah gua yang terletak nun jauh di ujung utara hutan. Alhasil tanpa kehadiran Sang Kancil yang bijaksana -- dalam pertemuan itu hanya binatang besar-besar seperti Gajah, Banteng, Singa dan Elang yang berani angkat bicara untuk memecahkan masalah batu besar. Binatang-binatang kecil memilih berdiam diri karena merasa masalah tersebut terlalu besar buat mereka.


Sang Kancil Sedang Melakukan Riset Kombinasi Warna
(sumber: animalpicturesarchive.com)


Baik Gajah, Banteng, maupun Singa mengusulkan cara yang sama untuk menyingkirkan batu besar. Yaitu dengan membuat tali-tali yang kuat lalu diikat erat-erat pada batu besar tersebut. Para binatang besar itu akan menariknya hingga batu besar tersingkir dari jalan raya.

Elang mengusulkan batu besar dimasukkan ke dalam jala raksasa, lalu mereka akan membawanya terbang dan membuangnya ke jurang. Namun usulan Elang sulit diterima, karena para binatang tidak tahu bagaimana cara memasukkan batu besar ke dalam jala. Maka usulan mempergunakan tali temalilah yang diterima.

Namun sebelum Sang Monyet -- yang menggantikan Sang Kancil memimpin rapat umum penghuni hutan -- mengetukkan palu tanda keputusan telah diambil, majulah seekor kelinci menyampaikan usulan:

“Teman-teman sekalian, dari tadi kita hanya bicara kekuatan saja untuk mengatasi masalah kita. Lihatlah baik-baik, batu besar itu melintang di tengah jalan yang diapit dinding-dinding bukit yang terjal. Tampaknya kekuatan otot saja tidak akan cukup untuk menyingkirkannya!. Saya rasa kita butuh ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah kita!” kata Kelinci.

Namun usulan itu nampaknya tidak disetujui oleh Monyet sebagai pemimpin rapat.

“Ooh, maksudmu kita butuh ilmu pengetahuan Sang Kancil untuk mengatasi masalah ini!?. Wah-wah gimana yah? Nampaknya tanpa kehadiran pemimpin kita, masalah ini akan dengan mudah kita atasi kok! Saya rasa kekuatan otot saja sudah cukup. Tidak perlu teori-teori yang muluk-muluk. Nggak perlulah kebijakan yang tinggi-tinggi untuk mengatasi masalah sederhana ini. Cukup dengan bantuan tenaga Singa atau Gajah, masalah dengan sendirinya akan teratasi” jawab Monyet

Kemudian Singa sebagai binatang besar juga nampak tidak senang dengan usulan Kelinci. Mantan raja hutan ini merasa Sang Kancil yang tubuhnya kecil itu tidak akan mampu mengatasi masalah yang butuh kekuatan besar ini.

“Nggak perlulah kita tunggu Sang Kancil. Beliau itu walaupun cerdas, tapi tubuhnya kecil. Jadi takkan mampu menyingkirkan batu sebesar itu! Ini adalah masalah yang butuh tenaga besar. Bukan masalah yang bisa diatasi para kutu buku!” kata Singa dengan kesal.

Seekor Gajah besar menyeruak diantara kerumunan lalu nimbrung ikut ngomong.

“Yah betul-betul-betul! Ini urusan binatang besar-besar seperti kami. Biarlah beliau menyelesaikan penelitiannya yang kelak akan berguna bagi kita semua. Lagipula Sang Kancil hanya belajar soal mengangkat beban berat dari buku-buku. Kami yang sering praktek langsung mengangkut batang-batang pohon raksasa tentu lebih berpengalaman dibanding beliau. Jadi lebih baik masalah ini diserahkan pada kami saja tanpa melibatkan Sang Kancil” kata Si Gajah besar yang tubuhnya bau durian karena habis melalap habis puluhan buah durian dari satu pohon durian raksasa yang telah berusia puluhan tahun.

Terdengar suara kawanan gajah yang riuh rendah sahut menyahut menanggapi kata-kata Si Gajah bau durian. Ada yang setuju dan ada pula yang menentang. Nampaknya di antara kawanan Gajah ini banyak terdapat fans berat Sang Kancil yang tidak terima idolanya diabaikan dalam masalah ini.

Setelah suara-suara para Gajah reda, tiba-tiba muncul Burung Gagak yang terbang dan hinggap di depan Monyet. Sejurus kemudian burung itu berteriak lantang dengan suaranya yang parau:

“Gaook! Gaook!.....bedul, bedul, bedul kata Bang Gajah!. Bedul sekali teman-teman! Sang Kancil yang bijak hanya tahu teori saja dalam hal mengangkat beban berat. Pemimpin kita yang cerdas itu hanya tahu rumus-rumus saja, tidak pernah praktek mengangkut beban berat dengan tangannya sendiri. Walaupun secara rumus fisika beliau tahu cara menyingkirkan batu besar, tapi di lapangan beliau pasti kebingungan karena antara teori di dalam buku-buku dengan kenyataan di lapangan jelas berbeda. Bisa-bisa beliau malahan jadi stres melihat kenyataan di lapangan lho..... hehehehe Gaook!, Gaook! ” kata Burung Gagak menutup pembicaraannya dengan tertawa terkekeh kekeh menertawakan usulan Kelinci.

Alhasil terjadilah pertengkaran hebat antara binatang yang menginginkan segera mengambil tindakan dengan yang ingin melibatkan Sang Kancil. Sampai akhirnya Monyet yang memimpin rapat umum memutuskan mengambil jalan tengah.

Diam-diam Monyet khawatir para fans berat Sang Kancil akan mengadukan bahwa dirinya telah mengabaikan Sang Kancil dalam pengambilan keputusan penting ini. Bisa-bisa dirinya kena marah dan diberhentikan dari kedudukan sebagai sekretaris hutan. Alamat dirinya bakalan jadi pekerja di kebun pisang milik Pak Gorila lagi dirinya. Secara Monyet sudah bosan manjat-manjat pohon pisang setiap hari!.

Jalan tengah yang diambil Monyet yang ingin cari selamat adalah melaksanakan usulan binatang besar untuk membuat tali temali yang akan dipergunakan untuk menarik batu besar. Bersamaan dengan itu Monyet mengutus Menthok untuk menjemput Sang Kancil.

Tentu saja Monyet memilih si Menthok! Secara dia sudah memperhitungkan bahwa dengan kelambanan gerakan Menthok, maka paling cepat Sang Kancil akan tiba di sini dalam waktu satu minggu. Waktu yang dipandang cukup oleh Monyet untuk proses penyingkiran batu besar oleh binatang-binatang besar. Jadi dirinya akan dapat membuktikan pada Kelinci dan para fans berat Sang Kancil lainnya bahwa tanpa kebijaksanaan Sang Kancil-pun masalah dapat teratasi.

Sementara itu Sang Kancil, si binatang paling bijak sehutan raya itu masih asyik di dalam Gua Selarong untuk melakukan penelitian resep-resep yang terdiri atas ramuan daun-daunan dan batu-batuan untuk mendapatkan kombinasi warna tertentu yang tahan terpaan panas dan hujan. Kombinasi warna-warna itu sangat diperlukan untuk membuat bermacam-macam penanda dan rambu penunjuk jalan di dalam hutan agar para binatang tidak tersesat. Dia masih akan meneliti selama satu minggu lagi andai saja Menthok tidak menjemputnya.

^_^

Bersamaan dengan keberangkatan Menthok menjemput Sang Kancil, para penghuni hutan bekerja keras memintal tali temali yang kuat. Tali temali tersebut kemudian diikatkan pada batu besar. Setelah tali terikat kuat, lalu binatang-binatang besar seperti Gajah, Singa, Gorilla dan Banteng secara beramai-ramai menarik tali itu agar batu besar dapat tersingkir dari tengah jalan.

Namun berkali-kali tali temali tersebut putus saat ditarik. Semakin kuat para binatang besar menarik tali, maka semakin cepat putuslah tali-tali itu. Bahan tali-pun telah berkali-kali diganti dengan bermacam-macam serat, namun tetap saja putus. Mulai dari rumput-rumputan, batang pisang, batang tebu, enceng gondok, tali rami hingga rotan, semuanya telah dicoba dan semuanya putus saat dipergunakan menarik batu besar.

Korban-korban mulai berjatuhan. Saat tali putus, ada saja binatang besar yang kepalanya terantuk tanah, kakinya terkilir atau tangannya patah. Singa yang gagah-pun nampak meringis-ringis kesakitan saat kakinya patah.

Sampai di hari ke-enam telah puluhan Gajah, Singa dan Banteng perkasa yang cedera, sedangkan batu besar tidak bergeser sedikitpun dari tempatnya. Akhirnya binatang-binatang besar itu menyerah kalah dan duduk-duduk kleleran di seputar batu besar sambil menunggu kedatangan pemimpin mereka yang rajin menuntut ilmu, yaitu Sang Kancil.

Monyet yang tadinya optimis mampu memecahkan masalah tanpa ilmu pengetahuan Sang Kancil-pun akhirnya tertunduk malu, mengakui bahwa ilmunya sangat kurang untuk mengatasi masalah besar seperti ini. Diam-daim dia mengakui kebenaran kata-kata Kelinci, bahwa kekuatan saja tidak akan cukup untuk mengatasi masalah ini.

^_^

Untunglah pada hari ketujuh muncullah Sang Kancil sambil diiringi Menthok yang berjalan megal-megol di sampingnya. Kancil nampak terkejut melihat belasan binatang besar yang tergolek terluka di sekitar batu besar. Kepalanya menggeleng-geleng tanda tidak setuju melihat tali-tali putus yang masih terikat pada batu besar.

Setelah diperiksanya binatang-binatang yang terluka, Sang Kancil mendiktekan ramuan-ramuan yang harus dibuat oleh Kuda untuk mengobati binatang-binatang besar yang terluka. Baru setelah itu Sang Kancil mendekati batu besar itu dan mengamatinya sejenak.

Diperintahkannya Monyet untuk mengumpulkan kembali binatang-binatang hutan. Kemudian Sang Kancil memimpin langsung pertemuan. Tanpa banyak kata-kata Sang Kancil langsung memerintahkan para binatang kecil seperti kelinci, tikus dan berang-berang untuk menggali lubang yang dalam & lebar di samping batu besar.

Setelah lubang besar siap, kemudian tanah di bawah batu besar secara pelan-pelan di keruk oleh Kelinci. Disusul para Gajah menyemburkan air di tanah sekeliling batu besar itu hingga pelan-pelan batu besar terguling ke dalam lubang besar. Setelah batu besar secara keseluruhan masuk ke dalam lubang besar, dengan cekatan para Banteng menutup lagi lubang tersebut dengan tanah. Kini batu besar telah lenyap dari tengah jalan.

Para binatang sangat terkagum-kagum dengan kebijaksanaan Sang Kancil. Ternyata kata-kata yang mengatakan bahwa teori-teori Sang Kancil hanya dapat diterapkan di buku-buku saja -- tidak terbukti. Hanya butuh beberapa jam bagi Sang Kancil untuk memecahkan masalah yang tidak mampu dipecahkan oleh para binatang besar selama satu minggu. Para binatang hutan merasa sangat beruntung memiliki teman Sang Kancil yang gemar meneliti untuk mendapatkan ilmu-ilmu baru. Berkat kebijaksanaan Sang Kancil kini para binatang hutan dapat kembali leluasa melintasi jalan raya yang membelah hutan (undil-2010).

Catatan: Cerpen ini diilhami cerita “Bagaimana Petani Membuang Batu” karya Leo Tolstoy, seorang sastrawan besar Rusia.

tags: cerita anak, cernak, cerpen, cerita pendek, dongeng sang kancil, serita manajemen, cerita psikologi