Lukisan Hujan

Hujan rintik-rintik tatkala aku duduk di lantai dua sebuah warung sop ayam. Di mejaku telah tersaji sop ayam yang masih mengepulkan uap yang menyeruakkan aroma kegurihan yang menggoda. Di sisinya segelas kopi panas menghembuskan kesegaran khas kopi arabica yang menggairahkan. Sebagian isi mangkok sop ayam telah beralih ke dalam perutku. Sementara dari  jendela yang menganga di depanku terlihat kehebohan di jalanan akibat turunnya gerimis.



















Seekor kucing kecil nampak meloncat-loncat gembira diantara tiga orang gadis kecil yang bermain kejar-kejaran di trotoar. Gadis kecil berambut panjang mengejar-ngejar dua orang temannya, seorang anak perempuan berambut pendek dan berhidung mancung, serta seorang lagi anak bertubuh tinggi, ramping dan berambut kriwil. Dua anak itu ketawa-ketiwi menggoda si rambut panjang yang tak kunjung bisa menangkap mereka berdua. Kala hujan semakin menderas, tiga gadis kecil yang awalnya  berkeras diri terus bermain tanpa menghiraukan tetesan air akhirnya menyerah -- dan berteduh di warung kelontong di pinggir jalan. 

Si kucing kecil nampak bingung sejenak ditinggalkan oleh kawannya bermain. Lalu setelah sesaat terbasahi hujan, nampaknya dia tersadar dan buru-buru dia berteduh di kios parfum yang terletak di samping warung kelontong. Lambat tapi pasti kios penjual parfum isi ulang itu semakin mirip kamp pengungsian akibat banyaknya pengendara motor yang berhenti dan numpang berteduh di sana. Motor-motor dibiarkan basah kuyup, berserakan di pinggir jalan dan di atas trotoar -- sementara para pengedaranya menyelamatkan diri dari guyuran air hujan.

Kucing kecil terlihat kurang berani masuk ke dalam tokom parfum. Tubuhnya yang mungil lambat laun semakin terdesak, kuwalahan mencari tempat berpijak, dan semakin tersingkir akibat rapatnya barisan kaki manusia yang berdiri berjajar di teras toko. Akhirnya dia lari ke kios jam yang terletak di samping kios parfum. 

Seorang pegawai toko jam terlihat masih sibuk menurunkan tirai kayu untuk mencegah tampias air hujan masuk ke dalam toko. Setelah selesai menurunkan tirai kayu,  dia mendapati tirai kayu itu telah berdebu dan ditumbuhi sarang laba-laba. Mungkin dia pegawai baru yang tidak tahu bahwa para pekerja toko itu sudah lama tidak menggunakan tirai kayu. Saking lamanya tidak digunakan akibatnya dipenuhi debu dan sarang laba-laba. Maka dikeluarkannya sapu untuk membersihkan. Dengan nalurinya si kucing kecil lari terbirit-birit ketakutan melihat pagawai toko jam mengeluarkan sapu. Disangkanya bakalan digebuk dengan sapu. Dia lari ke sebuah gardu kecil di sebelah toko jam. 

Beberapa pengendara motor masih nampak lalu lalang di jalan tanpa menghiraukan rintik hujan yang mulai bertambah deras. Sejumlah pekerja penggali gorong-gorong nampak menghentikan pekerjaannya, dan buru-buru berlari menuju gardu kecil di sisi toko jam. Awalnya si kucing kecil hanya beringsut ke pojokan gardu. Namun seiring semakin banyaknya tukang gorong-gorong yang berteduh, dia terlihat mulai takut. Pelan-pelan kucing kecil itu beringsut ke depan, kemudian keluar gardu, dan berlari kencang menyeberang jalan. 

Seusai menyeberang jalan, si kucing kecil menghilang dibawah rak koran dan majalah milik penjual  koran yang memajang dagangan tepat di bawah warung sop ayam. Rak tersebut telah diselubungi plastik bening untuk mencegah barang dagangannya basah oleh air hujan. Si penuual koran tidak terlihat batang hidungnya. Mungkin dia sedang asyik mengobrol dengan tukang parkir entah di mana.

Hujan turun semakin lebat. Hembusan angin menciptakan ilusi kabut air yang mulai terlihat menghalangi jalan. Beberapa pengendara motor yang tadinya nekad menerobos jalan kini mulai pada menyerah, dan berteduh di teras toko. Toko-toko di seberang jalan  praktis telah tertutup oleh orang-orang yang sedang berteduh. Beruntunglah penjual mie gelas yang ikut berteduh di toko parfum. Nampak wajahnya dengan riang melayani para peteduh yang mendadak antri membeli mie gelas setelah salah satu diantara mereka memulai memesan. Sepertinya aroma gurih mie rebus telah merangsang hidung para peteduh, dan menggerakkan perut mereka untuk menagih jatah makan siang.

Krek-krek-krek....bruuuk!. Tiba-tiba di dak beton di depan jendela warung sop ayam muncul si kucing kecil. Aku kaget setengah mati melihatnya tiba-tiba muncul di hadapanku. Seolah-olah dia tahu dari tadi kuamati tingkah lakunya. Rupanya si kucing kecil memanjat rak koran, lalu melompat ke pohon palem yang dibiarkan tumbuh tinggi di samping warung sop ayam, lalu melompat ke dak beton di lantai dua. Sebuah kejutan kecil yang membuatku terkesima.

Si kucing kecil nampak mengibas-ngibaskan ekornya. Beberapa kali dia menggoyangkan tubuh untuk menghilangkan tetesan-tetesan air yang membasahi bulu-bulunya. Lalu dia menatapku dan mulai mengeong. Terus mengeong seolah tahu dia bakal mendapat sesuatu. Tiba-tiba aku terinspirasi. Diantara sop ayam ini ada gajih-gajih yang sebaiknya tidak kubiarkan masuk ke dalam perutku. Maka aku ambil gumpalan-gumpalan lemak itu dan kulemparkan ke depannya. 

Seorang gadis berambut sebahu dan bermata jeli yang duduk di meja sampingku rupanya mengamati aku saat memberikan gajih-gajih itu, lalu mengomentari betapa lucunya si kucing kecil. Diambilnya potongan-potongan daging dari piringnya dan dilemparkan ke dapan kucing kecil. Lalu dia mengajak mengobrol tentang hujan dan perilaku orang-orang di jalan tatkala hujan turun. Selintas aku berpikir dia mungkin seorang mahasisiwi psikologi atau seorang wartawati majalah lifestyle. Keriangan yang menyeruak disela-sela celotehnya tiba-tiba mengingatkan aku pada keriangan si kucing kecil. 

Di depan jendela si kucing kecil nampak riang menyantap makan siangnya sambil matanya sesekali mengawasi toko kelontong. Barangkali dia masih berharap seusai hujan, tiga orang teman kecilnya akan kembali bermain di trotoar (Undil-2014).

gambar diambil dari fineartamerica

Cerkak Bahasa Jawa: Ngunduh Bejo Amarga Tumindak Sepele

Dino setu bengi akhir Mei, Shinichi bali menyang Bandung sakwise liburan seminggu ning Jogja. Kaya biasane Shinichi nggawa tas loro, siji tas ransel gede isi klambi, buku, laptop lan sakbangsane. Ditambah siji tas cilik isi oleh-oleh -- salah sawijine bakso gorenge Bakso Bangjo kidul Pasar Bantul sing kagurihane gawe kangen kanca-kancane. Shinichi marani loket Customer Service (CS) stasiun sakperlu njaluk dicetakke tiket kereta api sing wis dipesen seminggu kapungkur lewat situs PT Kereta Api. 




Jebulane saiki penumpang kon nyetak dhewe ning komputer sing disediakake. Ora dilayani meneh dening petugas. Mesti wae antri, ning antriane ora dawa. Tekan ngarep komputer, ana tulisan Shinichi dikon nglebokke kode booking sing wis dikirim via email seminggu kapungkur. Wah nek carane kaya ngene, sesuk meneh dheweke ora perlu ngeprint bukti bayar, cukup dicatet kode bookinge wae. Luwih gampang. Wasan Shinichi ngetikke kode booking lan mejet OK, terus komputer otomatis nyetak dhewe tiket kereta api. Wah pancen canggih tenan pelayanan sepur jaman saiki.

Sakwise nggawa tiket, Shinichi melu antri arep mlebu strasiun. Tekan ngarep petugas checker, Shinichi ngulungke tiket lan SIM sakperlu diperiksa kacocokane dening petugas. Bar tikete dicap dening petugas, banjur mlaku meneh tekan lawang sing dijaga satpam. Satpam uga meriksa meneh tiket Shinichi karo ngandani menawa Sepur lodaya mengko siap ning jalur lima.

Jam wolu kurang seprapat, Sepur Lodaya teka saka Solo. Shinichi mlebu gerbong eksekutif 1, trus goleki kursi nomor 10C. Wasan ketemu kursine, Shinichi enggal-enggal ngetokke laptop, buku,  lan teh Nu Greentea saka tas. Bar kuwi ngunggahke tas ning kabin sepur. Rampung tata-tata gawan, Shinichi asyik nyenuk mbukak-mbukak situs online sinambi ngombe greentea.

Ora lali Shinichi ngobrol karo wong sing lingguh ning jejere, jenenge Arista, mahasiswi ITB, ayu, putih, duwur, sing bar dolan-dolan ning Jogja ninggone budhene. Bar kuwi ora kaya adat saben -- Shinichi kepengen ngruruhi wong sing lingguh ning kursi ngarepe. Jebule wasan mengo ketok rupane si Justus -- cah anyar sing lagi setengah tahun kerja ning kantore Shinichi. Justus uga bar dolan ning Jogja, jarene ninggone Oma.

Rampung ngobrol karo Justus, Shinichi mulai mbukak-mbukak buku sing digawa. Buku karangan Salim A Fillah sing judule Jalan Cinta para Pejuang. Isine apik banget, nerangake bab-bab penting ning kehidupan sehari-hari saka sudut pandang psikologi islami. Pokoke isine top markotop, kaya mbukak tabir perilaku menungsa, lan nunjukke perilaku kang utama. 

Tengah wengi Shinichi nylempitke buku lan laptop ning pinggir kursi amarga kantong sing biasa nemplek ning kursi ngarepe ora ana. Mungkin suwek, terus dicopot tinimbang ngelek-eleki. Ora sakwetara suwe Shinichi turu nglinthek ning kursi. Tangi-tangi jam papat esuk amarga ana suarane petugas sing lagi nariki selimut kusebab Sepur Lodaya wis arep tekan stasiun Kiara Condong. Selimut pancen sok ditarik pas sepur arep tekan stasiun tujuan. Wasan sepur tekan Stasiun Bandung, Shinichi cepet-cepet medhun sakwise pamit marang Arista lan Justus.

^_^

Awan-awan bar makan siang, Shinichi lagi kelingan menawa laptope mau ditokke ning kursi sepur, lan durung dilebokke meneh ning tas. Wah gawat iki!. Berarti laptope ketinggalan ning sepur. Wah mau bar dinggo saukur dislempitke ning pinggir kursi ora langsung dilebokke tas meneh, dadine malah lali.