Begini Caranya Memulai Memberi Feedback

Feedback atau umpan balik alias masukan spesifik kepada anak buah adalah salah satu faktor penting peningkatan kinerja. Tanpa feedback seseorang hanya bisa meraba-raba apakah atasannya telah puas atau kurang puas dengan hasil kerjanya. Itulah  pendapat Shinichi Kudo tentang feedback yang membuatnya galau -- karena selama ini dia belum bisa memberi feedback.

Pasalnya Shinichi takut feedback yang diberikan justru membuat orang tersinggung dan kinerjanya alih-alih naik tapi malahan turun. Dia merasa belum mengenal pengetahuan tentang feedback, apalagi art atau ketrampilan memberikan feedback -- sama sekali jauh dari bayangannya.

Bermacam jurnal yang telah dia baca belum cukup memberikan kepercayaan diri untuk melakukan aktifitas feedback. Sampai suatu ketika di kantor hadir konsultan yang disewa HRD yang bisa menjadi tempat berkonsultasi terkait work life balance dan apa saja terkait pekerjaan. Shinichi langsung saja menyambar kesempatan itu dengan mengusung pertanyaan bagaimanakah caranya memberikan feedback secara personal -- jadi bukan feedback umum di forum briefing meeting harian.

Ternyata solusi yang ditawarkan konsultan yang tampaknya seorang psikolog yang sudah berpengalaman itu sederhana saja. Shinichi diminta untuk terlebih dahulu meminta feedback sebelum dirinya memberikan feedback.

Shinichi membayangkan dirinya akan memanggil setiap team secara bergiliran memberikan feedback untuknya selama beberapa minggu. Setelah itu barulah dirinya akan mulai memberikan feedback kepada mereka. 

Setelah membuktikan bahwa dirinya biasa saja menerima masukan dari anak buah -- tentu dirinya bisa berharap mereka juga biasa saja mendapat madukan dan kritik dari Shinichi. Sebuah solusi sederhana tetapi sangat canggih dari konsultan.

Satu lagi yang menarik dari pernyataan konsultan adalah bahwa feedback ini bukan hal yang biasa eksis di kultur kita. Jadi memang akan menjadi sesuatu yang baru bagi semua orang -- dan boleh jadi menakutkan. Dengan demikian Shinichi perlu "berkeringat" untuk menyosialisasikan feedback kepada teman-temannya. Namun itu bukan hal yang besar bagi Shinichi -- bahkan dis berencana akan meminta antar team memberikan feedback secara bergilir pada acara briefing meeting di pagi hari. Supaya jika ada masalah layanan antar team bisa segera diangkat dan diselesaikan (Undil - 2016).

Hatori dan Harta Karun Ayahnya

Tidak seperti yang diduga Hatori. Semakin lama semakin banyak hal yang bisa didiskusikan Hatori dengan ayahnya. Dulu Hatori mengira setelah bekerja, dirinya akan terpisah dunia dengan ayahnya yang sudah pensiun, dan kini aktif dalam kegiatan sosial sambil mengurusi surau kecil peninggalan kakeknya. 

Hatori mengira setelah dirinya dewasa, interaksi dengan Ayahnya memang sewajarnya jauh berkurang  -- tak lebih dari perbincangan soal kesehatan dan aktivitas remeh temeh sehari-hari-- tapi ternyata Hatori keliru.

Semua berawal saat Hatori bilang akan balik ke Bandung lebih awal saat liburan Idul Fitri dengan alasan mengurusi dokumen lelang -- tiba-tiba ayahnya mengajaknya berbincang-bincang tentang aturan lelang yang berlaku sekarang. 

Dari peristiwa itu Hatori baru menyadari bahwa Ayahnya adalah orang yang telah puluhan tahun berpengalaman menangani lelang -- dengan segala macam masalah dan problem solvingnya -- sehingga ada banyak persoalan lelang yang bisa diperbincangkan dengan Ayahnya. Pengalaman ayahnya jauh lebih luas daripada senior yang selama ini jadi tempatnya berkonsultasi.

Bukan hanya itu, ternyata Ayahnya juga belasan kali pindah bagian saat masih aktif bekerja -- yang membuat beliau sangat kaya pengalaman. Satu fenomena yang bagaikan harta karun khasanah pengetahuan yang sangat berguna bagi Hatori. 

Situasi dan kondisi kerja ayahnya di era tahun delapan puluhan hingga dekade pertama tahun duaribuan memang banyak berbeda dari sekarang. Tetapi sifat-sifat manusia yang merupakan faktor penentu dalam kinerja -- masih sama. Hatori bagaikan menemukan harta karun dari ayahnya berupa pengalaman praktek berinteraksi dengan beraneka ragam  manusia di tempat kerja.

Hatori tiba-tiba merasa kembali ke masa awal-awal kuliah dimana dirinya banyak berdiskusi dengan Ayahnya tentang semua hal yang membuatnya penasaran. Pengalaman baru, buku-buku baru, teman-teman baru dari seluruh pelosok nusantara, tentang pemikiran profesor-profesor di kampusnya, tentang organisasi yang sebaiknya diikutinya, tentang ekonomi Islam, pemikiran-pemikiran liberal yang menarik hatinya, hingga permainan base ball yang disukai dirinya dan ayahnya. 

Semua diskusi yang berlangsung meletup-letup penuh emosi jiwa muda yang serasa diserahi tugas menggenggam dunia dengan kedua tangannya.

Setelah beberapa tahun senyap dari diskusi dengan Ayahnya sejak dirinya mulai bekerja -- tiba-tiba Hatori menemukan kembali sesuatu yang merekatkan dirinya dengan ayahnya. Sesuatu yang membuat pertemuan dengan ayahnya bukan lagi bicara rutinitas sehari-hari tetapi juga tentang ide-ide baru dan problem solving terkait pekerjaan. 

Ayahnya pernah menghadapi masalah serupa dengan dirinya, misalnya vendor yang salah tafsir spesifikasi barang, rekan kerja yang suka lempar bola panas ke pihak lain, bos yang terlalu baik sehingga dirinya kekurangan dukungan untuk meningkatkan kinerja team, partner kerja yang terlalu pasif, anak buah yang pelupa, toilet baru kantor yang kurang syar'i, sampai seluk beluk urusan perijinan yang melibatkan birokrasi pemerintahan. 

Semua pengalaman ayahnya membuat Hatori seperti dibawa dengan helikopter untuk melihat masalah-masalahnya secara lebih menyeluruh -- sehingga banyak jalan keluar baru yang ditemukan. Sementara Ayahnya mendapat manfaat berupa kesempatan menjadi penasehat yang berinteraksi positif dengan anaknya sekaligus mengasah ketajaman pikiran sembari mengenal hal-hal baru yang membuat dirinya tersambung dengan kondisi kekinian.

Pendapat bahwa seorang anak semakin dewasa akan semakin menjauh dari ayah-ibu ternyata mengalami reverse di era modern. Saat orangtua adalah mantan profesional dan anaknya juga seorang pekerja profesional maka akan terdapat banyak topik dan pengalaman sejenis yang sangat menarik untuk didiskusikan. Diskusi-diskusi hangat yang akan membuat mereka semakin dekat. 

Hatori menduga jarak yang terbentuk antara orangtua-anak itu terjadi pada jaman dulu saat peralihan era pertanian ke era industri. Misalnya seorang anak memiliki ayah seorang petani atau guru desa, sementara si anak kuliah lalu bekerja sebagai seorang akuntan publik. Terdapat banyak perbedaan kultur kerja dan kebiasaan hidup sehari-hari yang membuat mereka kesulitan menemukan topik diskusi yang berkelanjutan. 

Di era modern ini antara anak dan orangtua memiliki banyak topik pembicaraan karena banyak kesamaan jenis aktivitas dan pengalaman kerja. Fenomena tersebut menyebabkan pendapat bahwa dengan semakin dewasa seorang anak akan semakin jarang berinteraksi dengan orangtuanya -- tidak berlaku untuk banyak keluarga modern seperti keluarga Hatori (Undil-2016)

Don't Just Do What I Tell You

Suatu ketika saat Sonoko dan Haibara baru saja menyelesaikan uji titer, mendadak Pak Kadiv masuk ke dalam Bilik Uji Titer di Area Laboratorium Mikrobiologi. Pada awalnya beliau hanya mengajak berbincang-bincang tentang satu jenis uji immunoassay yang perlu diharmonisasi dengan laboratorium serupa di Eropa dan Amerika. Sesaat kemudian beliau melongok ke dalam Biosafety Cabinet dan meminta Sonoko mengeluarkan barang-barang yang tidak dibutuhkan untuk pengujian -- karena akan mengganggu aliran udara di dalam Biosafety Cabinet.

Jari telunjuk Pak Kadiv kemudian menunjuk label validasi Biosafety Cabinet yang masih berupa label validasi sementara -- dan mengatakan kepada Sonoko untuk meminta label validasi resmi dari QA. Lelaki berkacamata silinder itu kemudian melangkah mendekati waterbath, mengamati airnya yang dikatakannya terdapat material melayang-layang yang bisa menjadi sumber kontaminasi, kemudian beliau mulai menangguk air waterbath dan memindahkan ke dalam can stainless steel. Buru-buru Sonoko dan Haibara membantu membuang air dari waterbath, lalu menggantinya dengan yang baru.

Selesai mengganti air waterbath, Pak Kadiv memberi isyarat kepada Sonoko dan Haibara mengikutinya keluar dari Bilik Uji Titer. Dibukanya refrigerator tempat penyimpanan media yang berada tepat di samping pintu, lalu diambilnya TSA plate dan medium yang sudah kadaluarsa. Dimintanya Sonoko dan Haibara melanjutkan pemilahan medium yang sudah melampaui masa Expired Date, dan mengeluarkannya dari dalam refrigerator

Pak Kadiv berjalan lagi beberapa langkah diikuti dua anak itu. Ditunjuknya passbox keluar barang dari ruang kultur mikrobia -- yang penuh dengan peralatan laboratorium yang telah selesai didisinfeksi. Dimintanya Haibara  untuk mengosongkan passbox itu dan membawa semua peralatan bekas pakai ke Ruang Cuci. Diingatkannya bahwa passbox hanyalah tempat persinggahan sementara dan harus selalu ditinggalkan dalam kondisi kosong.

Sementara Sonoko diajaknya masuk ke Bilik Uji Kimia, dan mereka berdua membereskan lemari tempat penyimpanan pipet yang posisi peletakan pipetnya berantakan akibat ada personil yang mengambil pipet dari bagian bawah dan membiarkan pipet yang berada di tumpukan atasnya menggelinding kesana kemari di dalam lemari.

^_^

Lantai koridor di depan bilik uji potensi yang bercak-bercak coklat akibat tetesan media yang mengering telah kembali kinclong setelah dipel oleh mereka bertiga -- ketika Pak Kadiv berbicara pendek -- namun kalimatnya tidak pernah dilupakan oleh Sonoko.

"Walaupun tugas kalian adalah melakukan pengujian, janganlah kalian membiarkan ketidakberesan di lingkungan sekitar kalian bekerja, hanya karena merasa itu bukan pekerjaan kalian. Please don't just do what I tell you, do what needs to be done". 

Sonoko terdiam mendengar kata-kata itu. Tiba-tiba diingatnya rangkaian kata-kata yang dikirimkan Shinichi Kudo beberapa bulan yang silam.

Telah tiba kesadaran yang mencerahkan,
akulah Sang Kapten semua perbuatan, 
bereskan semua yang perlu dibereskan,
kerjakan tanpa menunggu perintah komandan

Hari ini Sonoko baru memahami maknanya, bahwa dirinya adalah kapten yang berkuasa penuh atas semua inisiatif tindakan dan perbuatan. Sonoko baru "ngeh" bahwa dirinya selama ini terjebak dalam sangkar kecil tugas personalnya. Sementara banyak hal-hal di luar sangkar yang perlu dibereskan, luput dari matanya. Dirinya bagaikan Memedi Sawah yang perlu ditarik-tarik agar tubuhnya bergerak mengusir burung-burung pemakan padi. 

Peluang untuk berinisiatif membereskan semua yang perlu dibereskan tanpa diperintah -- adalah pencerahan baru yang tiba-tiba saja membuat jiwa Sonoko bergolak hebat. Sonoko merasa ada banyak sekali hal yang terlewatkan -- padahal mampu disumbangkannya untuk mempermulus pekerjaan semua orang di laboratorium tempatnya bekerja (Undil - 2016).   

Selalu ada Kali Pertama Melakukan Sesuatu

Malam itu sehabis sholat Isya di Masjid Cipaganti, saat Shinichi Kudo menyusuri pinggir jalan tak bertrotoar untuk pulang, mendadak dia melihat sepeda motor terjatuh tepat di percabangan jalan. Di belakangnya sebuah mobil sedan berhenti. Seorang pria duapuluhan tahun yang mengemudi sepeda motor buru-buru bangkit dari motornya dan membantu seorang perempuan paruh baya untuk berdiri. Perempuan tersebut yang mungkin adalah ibunya -- dengan susah payah berdiri sambil meringis memegang pergelangan kaki kirinya.

Setelah perempuan paruh baya duduk pada trotoar yang mengelilingi taman kecil yang tepat berada di persilangan jalan -- si pria mendirikan sepeda motornya yang tergeletak di aspal. Seorang bapak-bapak usia limapuluhan keluar dari sedan dan menghampiri si pria yang baru saja selesai memeriksa motornya. Shinichi telah sampai di dekat mereka dan mengambil helm yang tergeletak di tengah jalan, sambil meminta si bapak pengemudi mobil untuk menepikan mobilnya yang masih berada di tengah percabangan jalan.

"Bagaimana Ibu, ada bagian tubuh yang sakit tidak?" tanya si Bapak pengemudi mobil saat selesai memarkir mobilnya.

Si Ibu hanya meringis kesakitan sambil mengurut pergelangan kakinya. Shinichi menebak kaki Si Ibu hanya sedikit terkilir, tidak ada luka berdarah atau tanda-tanda kaki patah.
"Tadi anda terlihat ragu, tidak jelas mau belok kanan atau lurus sehingga saya tidak bisa antisipasi gerakan Anda" kata si Bapak pengemudi mobil sambil melihat kepada laki-laki pengendara motor.

"Saya kan sudah menyalakan lampu reting" jawab di laki-laki sambil mengamati kaki si Ibu dengan pandangan khawatir. 

Shinichi menyimpulkan bahwa si pengemudi mobil mengira si pengendara motor hendak lurus karena posisi motornya, ternyata orang itu hendak belok kanan. Jadilah motornya tersenggol oleh mobil yang hendak jalan lurus. Dua orang tersebut tidak berkata-kata, hanya mengamati Si Ibu yang masih sibuk mengurut-urut pergelangan kakinya.

Sementara dua orang itu saling berdiam diri -- Shinichi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah dia harus menyarankan si pria membawa Ibunya ke rumah sakit yang berjarak hanya beberapa ratus meter atau menyarankan untuk beristirahat di rumah. Ataukah dia perlu menyarankan si Bapak untuk membayar sejumlah uang untuk pengobatan dan perbaikan motor atau berdamai saja tanpa memberi ganti rugi.

Shinichi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apalagi kedua orang yang terlibat kecelakaan tersebut saling membisu. Mungkin mereka enggan terlibat pertengkaran atau entah mungkin juga dari sononya tidak banyak cakap. Yang jelas Shinichi merasa canggung berada di tengah orang yang terlibat kecelakaan yang diam seribu bahasa. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.

^_^
Selalu ada saat pertama seseorang melakukan segala sesuatu. Saat pertama yang canggung, saat pertama yang takut salah. Saat pertama yang tidak percaya diri.  Tingkat kesulitan saat pertama tersebut ditentukan ioleh pengalaman-pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya. Seseorang yang terbiasa mendamaikan permasalahan orang lain tentu tidak akan merasa canggung menyelesaikan masalah dua orang yang terlibat kecelakaan. Seseorang yang sudah pernah mengamati bagaimana seseorang mendamaikan dua orang yang terlibat kecelakaan tentu sudah tahu apa yang harus dilakukan. 

Selalu ada saat pertama melakukan segala sesuatu. Persiapan dan pengalaman tentu membuat kita akan lebih mudah melaluinya. Dan Shinichi sadar masih ada begitu banyak soft skiil praktis sehari-hari yang masih perlu dipelajarinya (Undil 2016). 

Bukan Karena Merasa Lebih Baik

Suatu ketika di dalam Laboratorium Mikrobiologi, Sonoko melihat seorang seniornya memakai sarung tangan karet dengan posisi pangkal sarung tangan berada di dalam ujung lengan baju lab yang berlengan panjang. Padahal seharusnya pangkal sarung tangan menutupi ujung lengan baju lab. Buru-buru Sonoko menegur orang itu dan mengatakan untuk merubah posisi sarung tangannya.

Sejenak orang itu kaget dan terpana memandang wajah Sonoko, tetapi kemudian dia buru-buru memperbaiki posisi sarung tangannya dan berlalu masuk ke dalam laboratorium.

Tiba-tiba Sonoko merasa tidak enak dengan apa yang telah dilakukannya. Dirinya merasa telah melakukan kesalahan dengan menegur teman kerjanya itu -- padahal dirinya belum tentu lebih baik daripada dia. Mungkin Sonoko bekerja lebih lambat dari dia, mungkin Sonoko lambat dalam mendisinfeksi peralatan setelah pakai, bahkan mungkin Sonoko dalam memakai perlengkapan laboratorium tidak secermat seniornya itu.

Sonoko merasa malu telah menegur teman kerjanya. Saya tidak lebih baik dari dia. Saya khilaf. Begitu Sonoko menceritakan hal itu pada supervisornya pada saat makan siang bareng. Jawaban Supervisornya sungguh seperti petir yang menggelegar di siang bolong -- bikin Sonoko kaget setengah mati.

"Menasehati bukan berarti kita merasa lebih baik. Memberi nasehat bukan parameter bahwa kita lebih baik dari yang dinasehati. Apa yang kamu lakukan sudah benar. Seseorang yang salah dalam prosedur kerja memang harus dikoraksi. Justru dengan saling menasehati dalam kebaikan maka perusahaan kita akan terus memperbaiki diri. Sebaliknya kita bisa mengalami pembusukan dari dalam seandainya semua orang tidak peduli dengan penyimpangan orang lain sepanjang tidak merugikan dirinya"

Sonoko bernafas lega. Dirinya merasa sedikit terhibur dengan kata-kata supervisornya. Walaupun dirinya masih merasa khawatir telah membuat rekan kerjanya tersinggung.

Pada saat mereka berjalan untuk kembali ke laboratorium seusai makan siang, supervisornya menambahkan sebuah pesan yang menurut Sonoko sangat penting bagi dirinya.

"Nasehailah dengan cara yang baik, dengan cara yang ramah dan tidak membuat orang tersinggung. Gunakan keluwesanmu dan keceriaanmu untuk mengemas nasehatmu  menjadi sesuatu yang indah, karena memang tujuanmu indah"

Sonoko tersenyum mendengar kata-kata itu. Dia tahu persis maksud dari Supervisor kesayangannya itu. Cara penyampaian nasehat harus diperhatikan. Sungguh jika sebuah koreksi ditolak karena cara penyampaiannya yang buruk maka dia dan temannya dalam kerugian yang nyata. Sonoko juga senang dengan hakekat menasehati yang adalah menjalankan kewajiban dan bukan cerminan bahwa seseorang merasa lebih baik daripada yang lain (Undil - 2016)