Arya Penangsang dan Para Penyembah Ikan

Matahari telah condong ke barat tatkala rombongan berkuda itu tiba di sebuah desa di tepi pantai. Ada sepuluh orang berkuda pada rombongan itu. Paling depan adalah seorang anak muda berbadan tinggi, berambut lebat dan beralis tebal. Hidungnya yang mancung membuatnya berbeda dengan orang-orang yang berada di rombongannya. Dia mengenakan pakaian atas dan bawah dari katun berwarna putih, dengan sorban melilit kepalanya. Di belakangnya ada sembilan orang berpakaian biru dan bercelana panjang merah dari katun. Jubah putih bertabur logo Kesultanan Demak Bintoro berkibar menutupi punggung mereka.




















Ketika memasuki halaman balai desa tempat Ki Lurah berada, mereka turun untuk meminta ijin mendirikan tenda di lapangan rumput di samping balai desa. Rombongan itu bermaksud bermalam di situ. Ki Lurah yang sudah tua mengijinkan rombongan itu menginap. Tanpa disadarinya kedatangan orang-orang itu telah membuat  sebagian warga tidak senang. Termasuk Jaluningratan, tokoh pemuda desa yang memiliki ratusan pengikut setia. duniashinichi.blogspot.com

Pagi-pagi ratusan pemuda yang tidak senang itu telah mengepung tenda dan berteriak-teriak menyuruh para penghuninya keluar dari dalam tenda. Dua orang yang berjaga di depan tenda nampak telah bersiaga jika para pemuda desa itu tiba-tiba menyerbu. Sesaat kemudian si pemuda jangkung nampak keluar tenda, disusul oleh tujuh orang lainnya.

"Hai kalian para pengacau. Bukankah kalian yang enam bulan lalu membuat para penduduk desa tetangga meninggalkan sesembahan kami dan tidak mau lagi menyerahkan 100 ekor kerbau untuk dikorbankan pada Sang Ratu dari lautan?" teriak  Jaluningratan

"Sabar teman. Kami bukanlah pengacau. Kami hanya rombongan yang sedang melintas di tempat ini" jawab seorang setengah baya berjenggot mencoba menenangkan.

"Kalian jangan berpura-pura! Kalian telah mempengaruhi orang-orang di sini. Hai kau anak muda, kau pasti pemimpin rombongan ini. Siapa namamu?" lanjut  Jaluningratan

"Aku Arya Penangsang. Hamba Allah, santri setia Sunan Kudus dan Ksatria Demak Bintoro yang telah bersumpah untuk membela kebenaran. Kami sedang dalam perjalanan dakwah ke ujung timur pulau Jawa" jawab anak muda jangkung itu.  

"Kau, kau..... kau Pangeran Arya Penangsang dari Jipang Panolan itu?.  kata Jaluningratan dengan gugup

Tanpa sadar Jaluningratan mundur tiga langkah ke belakang karena terkejut mendengar nama Arya Penangsang. Namun kemudian dia berbisik-bisik dengan seorang berambut gondrong dan berpakaian hitam-hitam disampingnya yang kemudian menepuk-nepuk punggung Jaluningratan, seolah sedang berusaha membesarkan hatinya. 
 
"Pangeran!. Lihatlah dirimu telah dikepung ratusan anak buahku! Kau boleh gagah perkasa bersama pasukanmu, tapi di tempat ini kau yang hanya ditemani beberapa pengikutmu adalah seorang pesakitan!. Kau telah membuat penduduk desa tetangga menghianati dewa kami. Kau tak bisa diampuni. Kalian adalah tawananku. Hari ini kau harus menyerah padaku, atau kubunuh kalian semua di tempat ini" teriak Jaluningratan setelah berhasil menguasai diri. Nampaknya dia sengaja berteriak lantang untuk membesarkan hatinya yang mulai diliputi rasa takut.

Orang tua berjenggot yang berdiri di samping Arya Penangsang berbisik kepada anak muda itu. Dikatakannya bahwa penduduk desa ini unik, memiliki kepercayaan berbeda dengan tempat lain. Mereka adalah para penyembah makhluk penghuni lautan. Menurut laporan-laporan yang masuk ke Jipang Panolan, di wilayah ini masih banyak penduduk yang percaya pada kekuatan para penghuni lautan. Makhluk yang paling mereka takuti adalah makhluk raksasa yang terkadang muncul di lautan. Mereka menyebutnya Sang Ratu dari lautan. Ratu yang sangat besar dan konon bisa menyemburkan uap air dari kepalanya.  Setiap tahun ratusan kepala kerbau dibuang ke laut sebagai bentuk penghormatan kepada Sang Ratu.

Selama ini belum pernah ada laporan penduduk desa melakukan kekerasan terhadap para musafir. Namun agaknya pengaruh Demak Bintoro yang telah menyentuh desa-desa tetangga membuat pengaruh para penyembah ikan merosot dan membuat sikap mereka kepada orang-orang asing berubah.

Arya Penangsang segera menangkap apa yang dimaksud orang berjenggot dengan Sang Ratu dari lautan. Dia langsung teringat sebuah buku di perpusatakaan Sunan Bonang di Tuban karya seorang petualang dari Maroko. Dalam buku itu dijelaskan tentang makhluk-makhluk laut berukuran raksasa. Disebutkan dalam ada seekor makhluk raksasa mirip ikan, tapi sebenarnya bukan ikan. Dia adalah binatang menyusui yang hidup di laut. Ahli ilmu hayat menyebutnya Paus. Orang awam sering menyebutnya ikan paus.

Sebenarnya Arya Penangsang  bukan hanya  tahu keberadaan ikan paus dari buku-buku. Dia juga pernah berjumpa dengan rombongan ikan paus tatkala dirinya sedang dalam pelayaran dari Pelabuhan Gujarat menuju Shanghai bersama rombongan misi perdagangan Demak Bintoro. Bahkan beberapa tahun lalu saat Arya Penangsang berkunjung ke Azarbaijan untuk belajar astronomi di observatorium peninggalan seorang astronom besar bernama Al Tusi, dia mendapati minyak yang diolah dari lapisan lemak di bawah kulit  ikan paus digunakan oleh para penduduk kota untuk menjadi bahan bakar lampu-lampu jalan. Jalan-jalan di Kota Azarbaijan terang benderang oleh minyak ikan paus. Jadi di belahan dunia lain makhluk raksasa ini diburu untuk diambil minyaknya yang bisa menjadi bahan baku margarine, sabun ataupun untuk bahan bakar lampu penerangan.

^_^

"Pangeran! Kutantang kau berperang tanding denganku! Aku Jaluningratan, pemuda perkasa siap menghukummu dengan tombak  Ki Samudratawa" kata pemuda itu sambil membuka songkok dari logam yang menyelimuti mata tombaknya.

Kini nampaklah bahwa  tombak yang gagangnya kelihatan sudah berumur tua sekali -- mungkin ratusan tahun itu -- memiliki mata tombak yang memantulkan sinar kebiru-biruan yang menyilaukan. Dari kilauan cahaya yang memantul dari tombak, Arya Penangsang langsung mengenali bahwa tombak itu dilumuri racun yang keras. Kilau warna menyilaukan itu berasal dari lapisan logam berat beracun. Barangkali pemuda itu tidak menyadari bahwa keampuhan tombaknya berasal dari racun logam berat yang melumurinya. Mungkin bukan dia, tetapi para tetua pendahulunya yang telah menambahkan lapisan racun pada tombak..

Nampak para penduduk kampung yang telah berduyun-duyun datang ke tempat itu menjadi terkesima oleh tombak Jaluningratan. Terdengar decak kagum mereka saat melihat sinar kebiruan pada mata tombak. Rupanya tombak itu jarang-jarang diperlihatkan oleh pemuda itu. Mungkin karena merasa menghadapi musuh yang berat, dia menganggap perlu membawa tombak pusaka warisan nenek moyangnya.

"Pangeran Arya Penangsang! Cepat keluarkan senjata ampuhmu yang tersohor itu. Mana Kyai Setan Kober yang sering disebut-sebut orang itu?. Sanggupkan senjata dari mancanegara milikmu itu menandingi  tombak Ki Samudratawa!" teriaknya lantang.

"Sabar kawan. Senjata tidak punya kekuatan apa-apa untuk  bertanding.  Manusialah yang mampu bertempur. Saya ke sini tidak untuk mencari musuh. Sarungkan lagi tombakmu, mari kita bicara dengan hati yang dingin" jawab Arya Penangsang.

Jaluningratan tidak mempedulikan kata-kata Arya Penangsang. Dia melangkah maju mendekati Arya Penangsang sambil mengacungkan tombak, seakan siap menerkam tubuh Arya Penangsang tanpa ampun. Rupanya dia sangat percaya diri dengan kehebatan senjata pusakanya.

Berbeda dengan Jaluningratan, sebagai seorang santri yang mendapat pendidikan ilmu agama, ilmu militer maupun ilmu alam di berbagai madrasah di tanah Jawa maupun di mancanegara, Arya Penangsang sangatlah rasional. Dia lebih memilih ilmu pengetahuan dibanding benda-benda pusaka untuk mempertahankan diri. Pengetahuannya tentang peperangan yang terjadi di belahan dunia lain membuatnya sadar bahwa hanya dengan senapan, meriam, kapal-kapal perang, dan organisasi militer modern-lah Ksatria Jipang akan mampu mengawal nusantara dari ancaman para penjelajah Eropa.
Arya Penangsang maklum bahwa dirinya harus bertarung dengan orang itu. Namun dia tidak ingin ada korban jiwa. Misi dia adalah berdakwah. Bukan untuk menumpahkan darah. Maka dia harus mengambil jalan tengah melumpuhkan orang itu tanpa membunuhnya. Dia bisa saja meladeni anak muda itu dengan pedangnya, namun itu akan memakan waktu dan berisiko lawannya terbunuh. Sementara dirinya hanya punya sedikit waktu untuk menunaikan semua misi yang diembannya ke ujung timur pulau Jawa.

Pelan-pelan Arya Penangsang menghunus  senjata dari pinggangnya. Sebuah pistol bergagang kayu cendana dan berlaras baja hitam yang sekilas bentuknya mirip keris. Dan dia memang bisa berfungsi sebagai keris karena ujungnya yang runcing. Arya Penangsang bisa memainkan senjata itu sebagaimana orang lain memainkan keris.  Orang-orang menjuluki pistol itu Kyai Setan Kober karena bisa menyemburkan api disertai asap tebal saat ditembakkan. Bagian pengapian laras pistol itu dilapisi kain khusus sehingga bunyi ledakan pistol teredam, tidak bersuara keras.  Pistol itu khusus dipesan dari seorang ahli senjata Turki tatkala Arya Penangsang  tengah belajar di Madrasah Tinggi di Istambul.

Para  penduduk yang berkerumun di tempat itu nampak tegang melihat Arya Penangsang mengeluarkan keris yang bentuknya aneh. Sebagian penduduk yang pernah mendengar kehebatan Kyai Setan Kober nampak gelisah. Mereka berharap Jaluningratan tidak sampai tewas oleh keris yang aneh itu..

Jaluningratan tidak menunggu lama. Dengan  berteriak lantang dia menyerbu ke arah Arya Penangsang sambil mengarahkan tombak ke dada pangeran muda itu. Sesaat kemudian terdengar letusan pelan dari pistol Arya Penangsang disertai semburan api dan asap bergulung-gulung dari moncong pistol. Peluru timah dengan cepat melesat menghantam lengan kanan depan Jaluningratan tembus sampai ke belakang dan pelurunya hilang menyusup ke dalam tanah.  Jaluningratan menjerit kesakitan. Tenaganya yang besar jadi tidak terkendali, sehingga tubuhnya terdorong ke depan, lalu tersungkur ke tanah, kepalanya membentur sebuah batu besar. Tubuhnya terguling-guling sampai beberapa depa. Tombaknya tergeletak di tanah. Kini nampak Jaluningratan merintih-rintih di atas tanah berdebu dengan tubuh diam tak berdaya.

^_^

Seorang anak buah Arya Penangsang yang berprofesi sebagai tabib militer memeriksa tubuh Jaluningratan, kemudian dia memberi beberapa instruksi pada penduduk desa tentang cara pengobatan yang harus dilakukan. Arya Penangsang berpesan kepada Ki Lurah bahwa jangan ada dendam di antara mereka. Rombongan dari Jipang Panolan ini dalam perjalanan dakwah, bukan untuk memusuhi orang. Dikatakannya juga bahwa dia akan mampir lagi ke desa ini sepulangnya dari misi dakwah di ujung timur pulau jawa. Dikatakannya akan diajarkannya berbagai ilmu pelayaran dan perkapalan kepada para nelayan agar mereka bisa melaut ke tempat-tempat yang berlimpah ikannya.      


gambar diambil dari  pinterest

0 komentar:

Post a Comment