Beach Head dan Kekuasaan Tanpa Batas

Beach Head adalah nama games yang menggambarkan pertempuran pasukan pengawal pantai melawan serangan musuh yang datang dari arah laut. Musuh datang dengan mengendarai berbagai kendaraan tempur. Pada awalnya musuh hanya datang berjalan kaki setelah diturunkan dari kapal perang yang mendarat di pantai. Berikutnya mulai muncul musuh dari udara berupa helikopter dan pesawat tempur, muncul juga tank yang diturunkan dari kapal perang dan pasukan yang diturunkan dari helikopter.



Pemain games berada pada posisi pasukan pertahanan yang dibekali pistol, senapan, meriam dan missile anti pesawat. Pasokan peluru dan perlengkapan medis diterjunkan dari pesawat dengan memakai parasut. Pemain bisa mendapatkan peluru dan perlengkapan medis dengan menembak barang-barang yang diterjunkan. Pasokan peluru dibutuhkan karena jumlah peluru terbatas. Obat-obatan dibutuhkan karena setiapkali terkena peluru musuh “nyawa” pemain menurun dan bila dibiarkan habis berarti game over.

^_^

Hal yang paling menarik bagi Shinichi Kudo pada games itu adalah intervensi pada permainan temannya. Hal itu berawal setelah Shinichi mengetahui cara mengotak-atik file yang mengatur jumlah peluru dan intensitas serangan musuh. Dengan mengoprek file tersebut Shinichi dapat mengendalikan jumlah musuh dan jumlah peluru yang diberikan pada pemain.


Akibatnya pada level satu yang musuh berupa pasukan jalan kaki dan seharusnya pemain hanya dibekali senapan, Shinichi dapat merubah senjata pemain dari senapan menjadi meriam atau missile. Hasilnya dengan setengah terheran-heran temannya yang memainkan games tersebut “terpaksa” membunuh pasukan jalan kaki dengan meriam. Dan Wow!! Hantaman meriam pada pasukan jalan kaki bukan hanya membuat mereka berjatuhan, tetapi akan membuat mereka terpental jauh -- karena meriam sebenarnya dirancang untuk menghancurkan tank.

Lebih menarik lagi saat Shinichi mengetahui cara mengotak-atik games itu lewat jaringan. Shinichi dapat mengendalikan persenjataan temannya dan juga intensitas serangan musuh nyaris secara online dengan memakai komputer lain-- pada saat temannya sedang bermain games. Bila temannya terlihat mulai kerepotan, Shinichi menambah jumlah persenjataannya. Bila kelihatan terlalu mudah, Shinichi menambah kemampuan lawannya. Sebuah permainan menarik di tengah permainan orang lain (hihihi!). Barangkali seperti inilah “nikmatnya” kekuasaan tanpa batas yang membuat Firaun mengaku Tuhan.

^_^


Ulah Shinichi tersebut bukan hanya menyenangkan dirinya saja, tetapi juga bermanfaat buat temannya, yaitu dia dapat menyelesaikan games itu tanpa perlu terlalu sering games over. Temannya dapat main games dengan lebih menyenangkan berkat “kemuliaan hati” Shinichi yang memberinya lebih banyak peluru maupun lebih sedikit musuh (wakakaka!). Si teman tidak perlu ragu-ragu menghambur-hamburkan meriam dan missile untuk membombardir pasukan musuh karena Shinichi memberinya persenjataan dengan jumlah sangat banyak – jauh lebih banyak dari games aslinya. Herannya “kekuasaan” untuk menentukan bentuk permainan seseorang ternyata jauh lebih menyenangkan daripada permainan itu sendiri (nae).

Mbok Mariyem tentang Cinta



Saya menikah 50 tahun yang lalu di desa asal saya di pinggir pantai selatan. Sebelum menikah saya tidak mengenal secara pribadi calon suami saya, walaupun saya tahu banyak tentang dia dari orang-orang sekitar saya. Saya menikah tidak berdasar cinta, tetapi karena alasan praktis bahwa saya harus membangun keluarga untuk dapat hidup normal di masyarakat. Juga untuk melanjutkan keturunan.

Cinta? Waktu itu saya tidak begitu mengenal cinta dan menurut saya yang saya butuhkan adalah suami yang bisa memberi nafkah, sopan, memperlakukan saya dengan layak, mampu berhubungan baik dengan keluarga saya dan tentu saja ngawula pada Gusti Allah. Kebetulan suami saya cukup tampan untuk ukuran desa saya. Namun itu tidak terlalu penting buat saya. Wajah tidak penting buat saya. Cinta tidak penting untuk saya. Kehidupan yang wajar dan tentram lebih penting buat saya.

Sewaktu muda saya cantik. Bukan hanya menurut ukuran desa saya tetapi juga menurut ukuran masyarakat yang tinggal di desa-desa yang lebih besar. Bahkan untuk yang tinggal di kota kecamatan. Ibu saya masih punya darah bangsawan walaupun hanya bangsawan paling rendahan. Bapak saya adalah keturunan pedagang arab yang sudah berubah menjadi petani jagung di desa. Seperti yang kau lihat, tubuh saya tinggi, lebih tinggi dari kebanyakan lelaki di desa saya. Namun jaman itu kecantikan hanyalah atribut biasa pada perempuan, seperti halnya pintar memasak, pintar menjahit atau pintar bertani.

^_^

Pertamanya masing-masing kami punya sahabat sendiri-sendiri untuk berbagi. Saya dengan teman-teman perempuan saya semasa gadis, dan dia dengan para tetangga. Hubungan kami sangat datar. Tidak ada romantis-romantisan. Saya tidak berharap banyak darinya. Saya tidak mengharapkan dia menjadi sahabat, kekasih atau seorang yang selalu siap mendengarkan saya. Dia juga tidak berharap saya selalu mengerti keinginannya atau selalu siap mendorong semangatnya saat dia terpuruk.

Waktu itu kami menganggap ketergantungan emosi pada pasangan adalah perilaku yang kekanak-kanakkan. Sebagai orang dewasa kami menganggap diri kami sudah seharusnya tidak cengeng saat didera masalah dan belajar mengatasi masalah emosi secara mandiri.

Secara tidak sadar perlahan-lahan kami juga mulai mengurangi ketergantungan emosi pada teman-teman kami. Pada awalnya sangat berat karena saya biasa berkeluh kesah pada teman-teman sebagai pengganti ibu saya. Tapi semakin lama saya semakin terbiasa membuang keinginan berkeluh kesah. Apalagi setelah kami pindah ke desa lain yang jauh dari tempat asal kami. Saya menjadi jarang berkeluh kesah. Saya menyalurkan kesedihan saya dengan larut dalam pekerjaan rumah tangga, menjahit baju buat suami maupun bapak ibu saya, membuat emping atau dengan berjualan panganan di pasar setiap pekan.

Sepertinya suami saya juga belajar untuk tidak terlalu bergantung pada tetangga-tetangga baru kami untuk menceritakan masalah-masalahnya. Dia menyalurkan kesedihannya dengan pergi ke kota menjadi tukang batu. Obrolan antara kami lebih banyak tentang masalah anak-anak, keuangan keluarga, perbaikan rumah dan juga tentang peristiwa-peristiwa di kampung kami. Jarang kami bicara tentang hal pribadi, tentang perasaan-perasaan kami, apalagi tentang cinta.

^_^

Namun tahun-tahun belakangan terjadi perubahan menarik pada diri kami. Mungkin karena anak-anak sudah berumahtangga, pindah rumah dan cucu-cucu yang dahulu sering main ke rumah sekarang sudah pada dewasa serta pindah ke kota. Kami punya banyak waktu untuk mengobrol tentang hal-hal pribadi. Kami mulai bicara tentang perasaan-perasaan kami. Tentang hal-hal yang saya sukai dari dirinya dan juga dengan hati-hati saya bicara tentang hal-hal yang tidak saya sukai. Dia juga mulai belajar mengungkapkan perasaan-perasaannya.

Kadangkala kami terbuka tentang hal-hal kecil yang membuat kami tertawa geli. Setelah sekian puluh tahun saya baru tahu dia tidak suka saya panggil “Pakne” dan ingin dipanggil “Mas”. Dia juga baru tahu bahwa saya tidak suka melihatnya pakai singlet saat di rumah. Saya ingin dia berpakaian yang pantas untuk dilihat oleh istrinya. Dia juga mulai memanggil saya “Cah ayu”, seperti yang dilakukannya sewaktu kami masih baru menikah (sambil tersenyum malu).

Saya tidak tahu apakah ini yang disebut cinta yang tumbuh lagi antara kami berdua. Yang jelas kami mulai saling memperhatikan dan saya merasa dia semakin menyayangi saya. Saya juga tambah senang saat didekatnya. Sekarang dia sering mengajak saya keliling-keliling kampung naik sepeda untuk menengok teman-temannya atau melihat ladang kami di luar kampung yang kini digarap oleh para tetangga. Kami lebih dekat dan rasanya lebih saling memahami. Tak banyak lagi perasaan yang kami pendam, hampir semuanya kami ungkapkan. Dan itu membuat kami lebih berhati-hati memperlakukan satu sama lain.

Tapi jangan salah sangka. Saya tidak berubah menjadi tergantung pada suami saya secara emosi. Saya tetap kuat mengatasi masalah-masalah saya tanpa harus berkeluh kesah padanya. Apalagi suami saya. Dia sangat stabil emosinya. Suami saya sama sekali tidak memiliki ketergantungan emosi pada saya. Dia mampu mengatasi masalahnya tanpa harus berkeluh kesah.

Kami sama-sama orang tua yang telah mandiri secara emosi. Alasan kami saling mencurahkan isi hati kami dan saling berkeluh kesah adalah untuk membuat hubungan kami lebih indah. Jadi kami melakukannya karena keinginan, bukan kebutuhan. Sekali lagi karena keinginan bukan kebutuhan. Kami yakin dengan cara seperti itu hubungan kami akan lebih serasi, seperti tangan kanan dan tangan kiri yang saling mengisi.

^_^

Mbok Mariyem tidak menuturkan ceritanya dengan runtut dan jelas seperti tulisan di atas, tetapi dengan bahasa yang berputar-putar (karena keterbatasan kosa kata dan tidak mengenal istilah-istilah singkat seperti ketergantungan dan stabilitas emosi), banyak kiasan (misalnya dia tidak berani bicara terang-terangan mengaku bahwa sewaktu mudanya dia sangat cantik) & tidak kronologis, namun sangat terbuka dalam menceritakan isi hatinya tanpa ditutup-tutupi.

nae-2007
inspired by
Walter L. William, Javanese Lives: Women and Men in Modern Indonesia Society

gambar:
http://www.cs.pitt.edu

Men and Train’s Sliding Doors



Shinichi Kudo buru-buru naik ke Kereta Turangga karena waktu telah menunjukkan pukul 18.25, lima menit sebelum jadwal kereta berangkat ke Jogja. Di luar dugaan hanya satu baris di deretan depan Shinichi, seorang temannya juga tengah perjalanan mudik ke rumahnya di belahan timur pulau Jawa.

Setelah beberapa lama kereta berjalan Shinichi menyapa temannya yang sedang asyik membaca The 7 Habbits-nya Covey, buku yang pernah dibacanya sekian tahun silam saat masih kuliah. Segera saja mereka terlibat dalam obrolan yang seru mulai dari kereta yang sering dinaiki, tempat kost, perubahan-perubahan yang terjadi selama ini, cerita saat masing-masing masih kuliah hingga cerita saat main ke Bogor beberapa tahun yang lalu.


Sambil mengobrol Shinichi mengamati pintu geser kereta api yang memisahkan antar gerbong. Pintu otomatis itu telah rusak, sehingga penumpang yang hendak melintas ke gerbong berikutnya atau hendak ke kamar kecil harus membuka dan menutupnya secara manual. Pintu itu perlu ditutup karena sambungan antar gerbong bersuara sangat gaduh sehingga sangat mengganggu penumpang yang berada di dalam gerbong. Ditambah lagi ruang itu sering digunakan sebagai smoking area, sehingga jika pintu tidak ditutup, asap rokok akan menerjang masuk ke ruang gerbong penumpang yang ber-AC. Namun tidak semua penumpang yang melewati pintu menutup kembali pintu itu. Akibatnya suara gaduh dari gesekan sambungan sesekali masuk ke ruang penumpang.

Mengapa tidak semua penumpang menutup kembali pintu geser kereta api?

Setidaknya hal itu berkaitan dengan tiga tipe orang yang melewati pintu kereta. Tiga tipe orang yang mengingatkan Shinichi pada tiga tipe manager yang memimpin sebuah unit perusahaan.


Orang yang menutup pintu adalah orang yang sadar bahwa suara-suara gaduh dari sambungan kereta akan mengganggu penumpang dalam gerbong. Dia sadar betul bahwa orang naik kereta bukan hanya butuh sampai ke tempat tujuan dengan selamat, tetapi juga butuh kenyamanan dan ketentraman. Penumpang tipe ini mewakili manajer tipe-1, yaitu manajer yang menyadari bahwa unit yang dipimpinnya bukan hanya bertujuan mengejar tercapainya target, tetapi juga memperhatikan kenyamanan para pekerjanya.

Manajer tipe-1 sangat memperhatikan perkembangan skill, kompetensi, karir dan juga penghasilan pekerjanya. Dia tidak ragu-ragu bernegosiasi dengan dewan direksi untuk kemajuan bawahannya sebagai kompensasi kenaikan target yang dituntut perusahaan.


Penumpang tipe-2 adalah penumpang yang tahu bahwa suara gemuruh akan mengganggu penumpang lain namun dia tidak tergerak untuk menutup pintu. Penyebabnya adalah antara pengetahuan dan tindakan ada sebuah jarak. Mungkin penumpang itu menganggap suara gemuruh adalah gangguan yang wajar bagi orang yang sedang dalam perjalanan. Atau buat dia suara gemuruh tidak mengganggu sehingga pintu tidak perlu ditutup. Atau dia beranggapan bahwa menutup pintu adalah tugas para petugas kereta api dan dirinya terlepas dari tanggung jawab itu.


Penumpang tipe ini mewakili manajer tipe-2, yaitu manajer yang menyadari bahwa kebutuhan unit perusahaan bukan hanya tercapainya target produksi. Namun dia beranggapan bahwa hal-hal seperti skill, kompetensi, karir dan penghasilan karyawan diluar tanggung jawabnya. Atau dia tidak menyadari bahwa dirinya bisa mengambil peran kunci dalam perkembangan skil, dan kompetensi karyawan dengan melibatkan karyawan pada berbagai pekerjaan penting dan memberi pelatihan. Atau dia tidak “ngeh” bahwa dirinya bisa mengembangkan karir dan penghasilan keryawan dengan membangun sistem yang mendukung semua karyawan untuk maju tanpa tergantung pada sistem yang dibangun perusahaan. Terutama bila sistem perusahaan belum berkembang dengan baik.


Penumpang tipe-3 tidak menutup pintu kereta karena dia tidak tahu bahwa suara gemuruh yang masuk ke gerbong penumpang berasal dari pintu yang tidak tertutup. Penumpang tipe ini membutuhkan papan peringatan bahwa pintu harus ditutup kembali. Manajer tipe-3 membutuhkan bimbingan agar menyadari bahwa kebutuhan sebuah unit usaha bukan hanya tercapainya target tetapi juga perkembangan karyawannya.

Manajer tipe ini hanya tahu bahwa urusannya sebagai manajer adalah mencapai target yang telah ditetapkan perusahaan, tanpa tahu bahwa perkembangan anak buahnya adalah juga urusannya sebagai seorang manajer.


^_^

Di dalam sebuah perusahaan yang telah memiliki sistem penggajian, pelatihan dan pengembangan karir yang bagus mungkin perbedaan antara manajer tipe-1 , tipe-2 dan tipe-3 tidak begitu kelihatan. Namun pada perusahaan yang belum membangun sistem yang baik, perbedaan antara manajer tipe-1 dengan tipe-2 & 3 akan sangat mencolok. Akan terbentuk “jurang yang dalam” antara perkembangan kompetensi, karir dan penghasilan para pekerja dibawah manajer tipe-1 dengan para pekerja dibawah manajer tipe-2 & 3.

Pekerja dibawah manajer tipe-1 akan menikmati karir dan penghasilan yang lebih baik sebagai akibat ketrampilan manajer tipe-1 dalam membangun sistem karir dan renumerasi yang baik di unitnya. Sementara unit-unit lain yang semata-mata “bergantung” pada sistem perusahaan akan “tertinggal di landasan”.


Cepat atau lambat hal itu akan menumbuhkan iklim ketidakpuasan terhadap manajer tipe-2 dan 3 yang akan menggerogoti wibawa mereka. Pada gilirannya ketidakpuasan juga akan merambat kepada pucuk pimpinan perusahaan yang dianggap tidak adil dalam memperlakukan karyawan. Selanjutnya secara alami hal itu akan menimbulkan demotivasi pada unit-unit yang dipimpin manajer tipe-1 dan tipe-2 yang berujung pada kinerja perusahaan yang perlahan-lahan akan menurun. Solusi ideal adalah dengan membangun sistem pelatihan, pengembangan karir dan penggajian yang baik di perusahaan. Solusi pragmatis adalah dengan mengembangkan kemampuan para manajer (nae)


Kemerdekaan Wilayah Hati

Apa yang dihadapi Bush
dan pemerintahan boneka-nya
di Irak dan Afganistan saat ini adalah
kenyataan pahit bahwa
walaupun dirinya dan sekutunya mengungguli
para pejuang kemerdekaan
dalam hal kekayaan & persenjataan
dia hanya sanggup menjajah wilayah fisik
dan tak pernah bisa menjajah wilayah hati




Tidak Perlu Koreksi

“Kasihan adik saya, sekarang harus menyelesaikan semua urusan itu sendirian. Saya gak punya waktu untuk menemaninya”

“Ohh, adiknya belum pernah kerja di tempat lain ya Pak?

“Belum. Dia belum banyak pengalaman. Adik saya itu masih kecil kok. Baru berapa umurnya. Lahir tahun ......!”

“Itu mah sama dengan saya Pak. Saya lahir tahun itu juga”

“Oh begitu. Yah berarti umurnya sama dengan Teteh ya. Tapi dia masih lugu banget. Kelihatan kayak anak-anak”

^_^

Bukankah sangat menarik. Seseorang yang sanggup mengobrol dengan kita sebagai dua orang dewasa, menganggap adiknya yang seumuran dengan kita “belum cukup umur”. Perlukah kita mengoreksi saat seseorang mengatakan adiknya masih terlalu kecil dan belum cukup “tangguh” untuk menghadapi permasalahan dunia kerja tanpa bantuannya?. Mungkin jawabannya tidak perlu! Mengapa? Karena buat seorang kakak, si adik bisa saja kelihatan kecil terus. Apalagi bila jarak umur antara kakak dan adik cukup jauh. Dimata si kakak, si adik tetaplah anak kecil yang masih butuh bantuannya.


Terkadang dalam percakapan sehari-hari kita tidak mencari “kebenaran’, dalam arti harus mengoreksi setiap ucapan orang yang salah. Pada beberapa kasus lebih baik kita membiarkan dia dengan pikirannya sendiri – karena pikiran tersebut tidak terbentuk dalam waktu singkat -- tetapi melalui pengalaman yang panjang selama hidupnya. Kecuali untuk hal-hal yang sangat penting, misalnya tentang hal-hal yang benar dan yang salah. Sedangkan untuk hal-hal sederhana seperti rasa, harapan atau anggapan yang bersifat selera pribadi sepertinya lebih baik kita menahan diri. Toh kita tidak sedang di arena perdebatan pengadilan dimana kita dituntut untuk mengungkapkan kebenaran demi menegakkan keadilan(nae)


Gen yang Dipengaruhi Jenis Kelamin

Kebotakan dapat disebabkan faktor eksternal seperti makanan dan gangguan penyakit pada kulit kepala. Namun dapat juga disebabkan oleh faktor genetik. Gen pembawa sifat botak adalah salah satu contoh gen yang dipengaruhi oleh jenis kelamin. Gen adalah faktor penentu yang menentukan sifat-sifat fisik makhluk hidup. Gen diturunkan oleh orang tua kepada anaknya.

Pada kasus kepala botak, gen yang membawa sifat kepala botak ekspresinya dipengaruhi oleh jenis kelamin. Artinya orang yang membawa gen kepala botak tidak dengan sendirinya menjadi botak – tergantung jenis kelaminnya. Kepala botak pada perempuan hanya terjadi bila si perempuan memiliki sepasang gen kepala botak yang didapat dari ayah dan ibunya. Sedangkan pada laki-laki akan botak cukup dengan satu gen saja.

Genotip adalah sifat dasar pada individu yang tidak tampak dan tidak berubah-ubah karena faktor lingkungan (misalnya gen kepala botak genotipnya adalah BB atau Bb). Fenotip adalah sifat keturunan yang dapat dilihat warna, bentuk dan ukurannya (misalnya seorang laki-laki dengan genotip Bb & BB memiliki fenotip kepala botak). Alel adalah anggota dari sepasang gen yang membawa sifat berlawanan. Misalnya alel B (huruf besar) memiliki pengaruh kepala botak, sedangkan alel b (huruf kecil) membawa sifat kepala normal. Maka B dan b adalah sepasang alel.



Gen kepala botak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Seorang laki-laki yang memiliki pasangan gen BB dan Bb akan berkepala botak. Namun seorang perempuan baru akan botak bila memiliki pasangan gen BB. Jadi gen kepala botak (B) bersifat dominan pada laki-laki, sedangkan pada perempuan bersifat resesif (kalah dominan daripada gen b)

Seorang laki-laki botak dengan genotip Bb bila kawin dengan perempuan normal dengan genotip bb akan memiliki anak dengan peluang genotip Bb (50%) dan bb (50%), sehingga peluang anak laki-laki untuk botak adalah 50% dan anak perempuan botak 0 %. Peluang untuk kebotakan karena faktor genetik lebih besar pada laki-laki dibanding pada perempuan.



Bacaan:
Suryo, Genetika, 1992, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta


Keadilan bukan Masalah Rasa dalam Hati

Bukan yang congkak,bukan yang sombong
yang disayangi handai dan tolan.
Anak-anak yang tak pernah bohong,
rajin bekerja, peramah dan sopan.

lagu anak-anak

^_^

Ketika sheRosa pergi untuk melakukan KKN di sebuah desa di Garut, tiba-tiba saja Rosamom merasa ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Dia merasa sangat kehilangan putrinya yang akan pergi selama dua bulan itu. Sebuah kesedihan yang merayap dalam hati yang berakar pada rasa sayang pada anak perempuan sulungnya itu.

Anehnya Rosamom tidak merasa kehilangan ketika tahun kemarin adik perempuan sheRosa pergi juga selama 2 bulan untuk magang di sebuah perusahaan di Surabaya. Sebenarnya bukan tidak merasa kehilangan, tetapi hanya ada sedikit rasa sedih saat si adik pergi. Akibatnya Rosamom menganggap dirinya diam-diam lebih menyayangi sheRosa dibanding adiknya. Dan itu membuatnya merasa bersalah karena telah memperlakukan kedua anaknya dengan cara berbeda. Rosamom merasa dirinya bukanlah ibu yang adil!.

^_^

Menurut Rosamom dan mungkin juga banyak orang lainnya -- keadilan bukan hanya hal-hal fisik tetapi juga meliputi soal rasa dalam hati. Benarkah tuntutan keadilan juga termasuk dalam soal rasa sayang dalam hati?. Sebelum menjawab pertanyaan itu perlu terlebih dahulu disadari bahwa hati tidak sepenuhnya berada dalam kendali manusia. Hati bisa berjalan kesana-kemari membolak-balik tanpa sepenuhnya berada dalam kendali manusia. Demikian juga dengan rasa suka dan sayang dalam hati.

Seorang hakim tidak dituntut untuk menyukai dua pihak yang bersengketa dengan rasa suka yang sama. Dia bisa saja lebih menyukai salah satu pihak karena tutur katanya lebih sopan atau lebih cocok dengan kepribadian si hakim. Namun si hakim dituntut memperlakukan kedua belah pihak dengan sama. Perlakuan yang adil terhadap bukti-bukti yang mereka ajukan. Perlakuan yang sama dalam kesempatan untuk membela diri dan mengajukan keberatan atas tindakan lawannya. Pada intinya perlakuan fisik harus sama, sedang soal hati bukanlah urusan pengadilan.

Demikian juga dengan seorang ibu terhadap anak-anaknya. Dia tidak dituntut untuk menyayangi semua anaknya dengan cinta yang sama persis. Sedikit banyak rasa itu dipengaruhi oleh kelakuan si anak. Anak yang nakal dan bandel mungkin akan mendapat rasa sayang yang lebih sedikit dibanding anak yang baik. Anak yang rajin bisa saja mendapat lebih banyak rasa sayang dibanding anak pemalas.


Namun orangtua harus memperlakukan seluruh anggota keluarganya dengan adil. Misalnya soal pakaian, kamar tidur, uang saku dan fasilitas sekolah haruslah sederajad. Demikian juga dalam hal perhatian terhadap si anak, pengembangan kepribadian anak, pembagian tugas rumah tangga dan hukuman bila seorang anak melakukan kesalahan haruslah sama. Pada intinya Ibu yang adil, ayah yang adil, suami yang adil dan istri yang adil adalah istilah untuk kesamaan perlakuan fisik yang terukur dan bukan masalah rasa dalam hati (nae)

Alasan kuat mengapa UFO itu tidak ada!

Ada dua hal tentang angkasa luar yang tidak Shinichi percayai. Pertama adalah keberadaan makhluk yang bernama UFO. Unidentified Flying Object yang sering digambarkan sebagai makhluk yang lebih cerdas dari manusia yang tinggal di satu planet lain di ruang angkasa. Kedua adalah adanya kehidupan berbudaya di planet lain di tatasurya kita. Shinichi tidak percaya ada makhluk ruang angkasa yang lebih berbudaya dibanding manusia.

Untuk alasan ideologis sungguh sulit bagi Shinichi untuk membayangkan ada makhluk yang lebih cerdas dibanding manusia. Karena manusia adalah makhluk paling sempurna yang pantas dihormati oleh seluruh makhluk di dunia termasuk malaikat dan iblis. Siapa makhluk yang lebih sempurna dari manusia ? Tidak ada! Karenanya tidak ada juga peradaban yang lebih tinggi dari kebudayan manusia di luar angkasa sana.

^_^

Lepas dari semua itu ada satu hal yang dicatat Shinichi. Bahwa orang-orang yang beriman hidupnya akan lebih tenang karena mereka berpegang pada pegangan yang kokoh. Hidup mereka akan jauh lebih tenang daripada orang-orang yang mempertuhan materi yang butuh bukti-bukti empiris sebelum mempercayai segala sesuatu. Termasuk sesuatu yang ghaib. Padahal akal manusia terbatas, sangat terbatas dibanding langit & bumi seisinya.

Orang-orang beriman mendapat ketenangan dari petunjuk-petunjuk dalam kitab suci, sehingga dia dapat mengkonsentrasikan diri untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah jelas sasarannya. Sementara orang-orang tidak beriman masih sibuk mencari-cari kebenaran dan membuat hukum-hukum baru yang sebenarnya telah tercantum dalam kitab suci (nae)

Minggu Pagi di Punclut Bandung

Hari minggu pagi 01 April 2007 Himpunan Karyawan mengadakan acara keakraban di Punclut. Sebuah daerah wisata “jalan-jalan di gunung” dengan udara segar dan aneka jajanan di sepanjang tepian jalan selebar 5 meter. Di kawasan wisata berjarak 11 km dari Lembang tersebut dapat dilihat pemandangan Kota Bandung yang menghampar nun jauh di bawah sana sambil menikmati makanan khas Bandung, yaitu nasi timbel lengkap dengan sambal terasinya. Disini tersedia juga belut goreng, jenis makanan yang sedah mulai langka. Udara bersih pegunungan dan pemandangan lereng-lereng bukit yang indah di kanan-kiri jalan adalah andalan utama Punclut yang merupakan kependekan dari dua nama tempat, yaitu Puncak dan Ciumbuleuit.

Pada saat kami datang disana, malam sebelumnya turun hujan di Punclut sehingga jalanan becek, namun ada keuntungannya yaitu jalanan tidak berdebu. Perjalanan sejauh kurang lebih 4 kilometer menuju tempat acara dapat dilalui dengan nyaman tanpa diganggu panas matahari karena kami datang pagi-pagi. Jalan yang pada awalnya hanya merupakan jalan pintas para pedagang sayur di Lembang itu kini telah berubah menjadi tempat wisata yang didatangi banyak wisatawan dan juga pedagang. Termasuk pedagang jam tangan bekas yang dibandrol dengan harga murah – sebagian seharga 10 ribuan.. Bahkan sebuah Seiko kinetik “hanya “ dijual seharga 45 ribu.

Acara keakraban diisi dengan perkenalan karyawan baru, dialog dengan direksi & pengurus himpunan karyawan dan terakhir pembagian doorprize. Ada juga hiburan musik, yah acara serupa mungkin juga seringkali dilakukan himpunan lain. Ada satu hal menarik yang disampaikan bekas pengurus himpunan karyawan selama dialog. Bahwa pada negara-negara yang ekonominya berkembang baik, investasi utama mereka bukan pada hardware atau mesin-mesin, tetapi pada Human Capital.

Investasi terbesar pada pengembangan kemampuan manusia, sehingga kekayaan utama sebuah perusahaan adalah para pekerjanya yang terdidik baik & profesional. Sebuah pendapat yang sejak lama saya rasakan kebenarannya dan membuat saya belakangan ini sangat tertarik dengan pengembangan knowledge & skill karyawan. Bila para pekerja telah menjadi modal utama perusahaan, maka dengan sendirinya daya tawar pekerja terhadap perusahaan menjadi sangat kuat. Karena jatuh bangunnya perusahaan akan ditentukan oleh pekerja dan bukan oleh prasarana & fasilitas produksi.

^_^






















^_^

Mendung yang menutupi terik matahari siang hari sangat membantu kami yang menuruni bukit untuk kembali ke rumah. Sebelum pulang sempat mampir beli belut goreng dua untai & ikan peda, plus nasi hideung (heran kok bukan disebut nasi merah ya?), seharga total 10 ribu rupiah. Walaupun kaki sakit dan lelah namun perjalanan pagi itu menjadi pengalaman yang menyenangkan – tapi bukan karena saya berjalan dengan sepatu baru loh (hahaha ndeso!). Punclut yang indah ini konon tengah menjadi ajang perdebatan untuk dibangun menjadi kawasan wisata lengkap dengan track buat jogging atau dibiarkan alami seperti sediakala dengan ditambah penghijauan besar-besaran sehingga Punclut kembali dirimbuni oleh pohon-pohon yang rindang. Saya berharap yang kedualah yang akan dilakukan (dibantu dari berbagai sumber)











Bacaan:

REPUBLIKA, Minggu, 19 Mei 2002
Ber-'Cross-Country'di Punclut



Maulid Nabi: Integritas 100% Nabi Muhammad

Pada kehidupan Nabi Muhammad, ada sisi yang sangat menarik. Yaitu kehidupan Nabi adalah seperti buku terbuka. Siapa saja boleh baca. Tidak ada yang dirahasiakan. Seluruh kehidupan Nabi boleh dipublikasikan di halaman depan koran atau headline-news di televisi dan tidak ada yang memalukan. Nabi tidak pernah menyembunyikan sesuatu. Sama di muka dan di belakang publik. Semua perbuatan Nabi dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Allah maupun di hadapan manusia. Seratus persen accountable.


Al Amin atau dapat dipercaya adalah gelar yang disandang beliau sejak sebelum menjadi nabi. Orang yang berurusan dengan Nabi tak akan khawatir sedikitpun bahwa Nabi akan mengambil keuntungan sembari merugikan orang tersebut. Tak heran Muhammad-lah yang berhasil meyelesaikan pertikaian antar pemimpin Quraish pada saat perbaikan Ka’bah.

Nabi jujur, terukur dan bisa diandalkan. Integritas adalah keniscayaan pada diri beliau. Ibaratnya kehidupan Nabi dapat diakses secara online tanpa satu-pun yang perlu dirahasiakan. Sampai sekarang catatan-catatan kehidupan Nabi masih terdokumentasi dengan baik berkat peranan para ahli hadits dan menjadi rujukan bagi milyaran umat muslim di seluruh dunia. Di kehidupan modern saat ini-pun — integritas yang dicontohkan nabi 14 abad silam – masih merupakan parameter utama yang menentukan tingkat kesuksesan seorang individu. Integritas atau hidup seperti buku terbuka masih tetap menjadi sesuatu yang dirindukan. (nae)