Showing posts with label Leadership. Show all posts
Showing posts with label Leadership. Show all posts

Men and Train’s Sliding Doors



Shinichi Kudo buru-buru naik ke Kereta Turangga karena waktu telah menunjukkan pukul 18.25, lima menit sebelum jadwal kereta berangkat ke Jogja. Di luar dugaan hanya satu baris di deretan depan Shinichi, seorang temannya juga tengah perjalanan mudik ke rumahnya di belahan timur pulau Jawa.

Setelah beberapa lama kereta berjalan Shinichi menyapa temannya yang sedang asyik membaca The 7 Habbits-nya Covey, buku yang pernah dibacanya sekian tahun silam saat masih kuliah. Segera saja mereka terlibat dalam obrolan yang seru mulai dari kereta yang sering dinaiki, tempat kost, perubahan-perubahan yang terjadi selama ini, cerita saat masing-masing masih kuliah hingga cerita saat main ke Bogor beberapa tahun yang lalu.


Sambil mengobrol Shinichi mengamati pintu geser kereta api yang memisahkan antar gerbong. Pintu otomatis itu telah rusak, sehingga penumpang yang hendak melintas ke gerbong berikutnya atau hendak ke kamar kecil harus membuka dan menutupnya secara manual. Pintu itu perlu ditutup karena sambungan antar gerbong bersuara sangat gaduh sehingga sangat mengganggu penumpang yang berada di dalam gerbong. Ditambah lagi ruang itu sering digunakan sebagai smoking area, sehingga jika pintu tidak ditutup, asap rokok akan menerjang masuk ke ruang gerbong penumpang yang ber-AC. Namun tidak semua penumpang yang melewati pintu menutup kembali pintu itu. Akibatnya suara gaduh dari gesekan sambungan sesekali masuk ke ruang penumpang.

Mengapa tidak semua penumpang menutup kembali pintu geser kereta api?

Setidaknya hal itu berkaitan dengan tiga tipe orang yang melewati pintu kereta. Tiga tipe orang yang mengingatkan Shinichi pada tiga tipe manager yang memimpin sebuah unit perusahaan.


Orang yang menutup pintu adalah orang yang sadar bahwa suara-suara gaduh dari sambungan kereta akan mengganggu penumpang dalam gerbong. Dia sadar betul bahwa orang naik kereta bukan hanya butuh sampai ke tempat tujuan dengan selamat, tetapi juga butuh kenyamanan dan ketentraman. Penumpang tipe ini mewakili manajer tipe-1, yaitu manajer yang menyadari bahwa unit yang dipimpinnya bukan hanya bertujuan mengejar tercapainya target, tetapi juga memperhatikan kenyamanan para pekerjanya.

Manajer tipe-1 sangat memperhatikan perkembangan skill, kompetensi, karir dan juga penghasilan pekerjanya. Dia tidak ragu-ragu bernegosiasi dengan dewan direksi untuk kemajuan bawahannya sebagai kompensasi kenaikan target yang dituntut perusahaan.


Penumpang tipe-2 adalah penumpang yang tahu bahwa suara gemuruh akan mengganggu penumpang lain namun dia tidak tergerak untuk menutup pintu. Penyebabnya adalah antara pengetahuan dan tindakan ada sebuah jarak. Mungkin penumpang itu menganggap suara gemuruh adalah gangguan yang wajar bagi orang yang sedang dalam perjalanan. Atau buat dia suara gemuruh tidak mengganggu sehingga pintu tidak perlu ditutup. Atau dia beranggapan bahwa menutup pintu adalah tugas para petugas kereta api dan dirinya terlepas dari tanggung jawab itu.


Penumpang tipe ini mewakili manajer tipe-2, yaitu manajer yang menyadari bahwa kebutuhan unit perusahaan bukan hanya tercapainya target produksi. Namun dia beranggapan bahwa hal-hal seperti skill, kompetensi, karir dan penghasilan karyawan diluar tanggung jawabnya. Atau dia tidak menyadari bahwa dirinya bisa mengambil peran kunci dalam perkembangan skil, dan kompetensi karyawan dengan melibatkan karyawan pada berbagai pekerjaan penting dan memberi pelatihan. Atau dia tidak “ngeh” bahwa dirinya bisa mengembangkan karir dan penghasilan keryawan dengan membangun sistem yang mendukung semua karyawan untuk maju tanpa tergantung pada sistem yang dibangun perusahaan. Terutama bila sistem perusahaan belum berkembang dengan baik.


Penumpang tipe-3 tidak menutup pintu kereta karena dia tidak tahu bahwa suara gemuruh yang masuk ke gerbong penumpang berasal dari pintu yang tidak tertutup. Penumpang tipe ini membutuhkan papan peringatan bahwa pintu harus ditutup kembali. Manajer tipe-3 membutuhkan bimbingan agar menyadari bahwa kebutuhan sebuah unit usaha bukan hanya tercapainya target tetapi juga perkembangan karyawannya.

Manajer tipe ini hanya tahu bahwa urusannya sebagai manajer adalah mencapai target yang telah ditetapkan perusahaan, tanpa tahu bahwa perkembangan anak buahnya adalah juga urusannya sebagai seorang manajer.


^_^

Di dalam sebuah perusahaan yang telah memiliki sistem penggajian, pelatihan dan pengembangan karir yang bagus mungkin perbedaan antara manajer tipe-1 , tipe-2 dan tipe-3 tidak begitu kelihatan. Namun pada perusahaan yang belum membangun sistem yang baik, perbedaan antara manajer tipe-1 dengan tipe-2 & 3 akan sangat mencolok. Akan terbentuk “jurang yang dalam” antara perkembangan kompetensi, karir dan penghasilan para pekerja dibawah manajer tipe-1 dengan para pekerja dibawah manajer tipe-2 & 3.

Pekerja dibawah manajer tipe-1 akan menikmati karir dan penghasilan yang lebih baik sebagai akibat ketrampilan manajer tipe-1 dalam membangun sistem karir dan renumerasi yang baik di unitnya. Sementara unit-unit lain yang semata-mata “bergantung” pada sistem perusahaan akan “tertinggal di landasan”.


Cepat atau lambat hal itu akan menumbuhkan iklim ketidakpuasan terhadap manajer tipe-2 dan 3 yang akan menggerogoti wibawa mereka. Pada gilirannya ketidakpuasan juga akan merambat kepada pucuk pimpinan perusahaan yang dianggap tidak adil dalam memperlakukan karyawan. Selanjutnya secara alami hal itu akan menimbulkan demotivasi pada unit-unit yang dipimpin manajer tipe-1 dan tipe-2 yang berujung pada kinerja perusahaan yang perlahan-lahan akan menurun. Solusi ideal adalah dengan membangun sistem pelatihan, pengembangan karir dan penggajian yang baik di perusahaan. Solusi pragmatis adalah dengan mengembangkan kemampuan para manajer (nae)


Maulid Nabi: Integritas 100% Nabi Muhammad

Pada kehidupan Nabi Muhammad, ada sisi yang sangat menarik. Yaitu kehidupan Nabi adalah seperti buku terbuka. Siapa saja boleh baca. Tidak ada yang dirahasiakan. Seluruh kehidupan Nabi boleh dipublikasikan di halaman depan koran atau headline-news di televisi dan tidak ada yang memalukan. Nabi tidak pernah menyembunyikan sesuatu. Sama di muka dan di belakang publik. Semua perbuatan Nabi dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Allah maupun di hadapan manusia. Seratus persen accountable.


Al Amin atau dapat dipercaya adalah gelar yang disandang beliau sejak sebelum menjadi nabi. Orang yang berurusan dengan Nabi tak akan khawatir sedikitpun bahwa Nabi akan mengambil keuntungan sembari merugikan orang tersebut. Tak heran Muhammad-lah yang berhasil meyelesaikan pertikaian antar pemimpin Quraish pada saat perbaikan Ka’bah.

Nabi jujur, terukur dan bisa diandalkan. Integritas adalah keniscayaan pada diri beliau. Ibaratnya kehidupan Nabi dapat diakses secara online tanpa satu-pun yang perlu dirahasiakan. Sampai sekarang catatan-catatan kehidupan Nabi masih terdokumentasi dengan baik berkat peranan para ahli hadits dan menjadi rujukan bagi milyaran umat muslim di seluruh dunia. Di kehidupan modern saat ini-pun — integritas yang dicontohkan nabi 14 abad silam – masih merupakan parameter utama yang menentukan tingkat kesuksesan seorang individu. Integritas atau hidup seperti buku terbuka masih tetap menjadi sesuatu yang dirindukan. (nae)












Sampah-pun Ada Gunanya

Sampah-pun ada gunanya. Begitulah seharusnya cara seorang manager SDM memandang karyawan. Setiap orang memiliki tempat yang berbeda sesuai dengan kemampuan dan sifat-sifat dasar yang dimilikinya. Seseorang yang sepintas kelihatan tak berguna -- akan menjadi berguna bila perusahaan mampu meletakkan dirinya di tempat yang tepat.

Seorang trainer pada satu sesi pelatihan
Manajemen Resiko di Sol Elite Marbella






Buku : 7 Habits of Highly Effective People (2)

Setelah berhasil menjadi orang yang PROAKTIF, MEMILIKI VISI, DAN MAMPU MEMBUAT PRIORITAS berarti kita telah memperoleh kemenangan pribadi berupa KEMANDIRIAN. Tahap berikutnya adalah tahap kesaling-tergantungan (inter-dependensi). Kesalingtergantungan hanya dapat dilakukan oleh dua orang yang mandiri. Tanpa kemandirian, yang akan terjadi adalah ketergantungan pada orang lain.

4. BERPIKIR MENANG-MENANG
Win-win solution maksudnya berpikir untuk keuntungan kita dan keuntungan orang yang berurusan dengan kita. Jadi kita tidak memandang dari sudut kepentingan kita saja, tetapi juga dari sudut kepentingan orang lain.

Ini adalah contoh ekstrim orang yang tidak berpikir menang-menang : Seorang Suami yang baru bercerai dengan istrinya divonis oleh pengadilan untuk membagi dua kekayaannya dengan mantan istrinya. Karena tak ingin mantan istrinya menikmati harta hasil jerih payahnya, si suami menjual seluruh kekayaannya dengan harga sangat murah. Mobil dijual seratus ribu, rumah dijual dua ratus ribu, TV dijual lima ribu, dan banyak lagi barang-barang yang dijual dengan harga luar biasa murah. Sesuai perintah pengadilan, hasil penjualan dibagi dua dengan mantan istrinya. Si suami puas, merasa menang karena berhasil membuat istrinya gigit jari. Namun pada hakekatnya dia lebih kalah lagi.


5. BERUSAHA MENGERTI TERLEBIH DAHULU
Berusaha mengerti terlebih dahulu kemauan orang lain, baru kemudian berusaha dimengerti orang lain. Berusaha melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, dari kacamata orang lain. Prinsipnya adalah kemampuan untuk sungguh-sungguh mendengarkan perasaan orang lain.

Suatu ketika anda pergi ke toko optik untuk membeli kacamata baca. Si penjaga toko menyodorkan kacamatanya seraya berkata : “Pakai saja kacamata ini” Saat anda memakai kacamata tersebut, penglihatan anda justru semakin rabun. Namun saat anda meminta mata anda diperiksa terlebih dahulu, si penjaga toko justru berusaha meyakinkan anda bahwa kacamata itu cocok buat anda. Semakin keras anda menolak, semakin keras pula dia berusaha meyakinkan anda. “Percayalah, pakai saja kacamata ini, saya telah memakainya bertahun-tahun dan dapat membaca dengan jelas!”.


6. WUJUDKAN SINERGI
Sinergi adalah 1 + 1 = 5
Mencari pendapat ketiga, dari dua pendapat yang berbeda.

Setelah diangkat menjadi manajer pemasaran, Bo mengalami kesulitan besar di administrasi karena terlalu banyaknya perusahaan angkutan yang disewa oleh perusahaannya. Ada ratusan perusahaan yang masing-masing hanya memiliki satu dua truk pengangkut. Karenanya dia memutuskan untuk memutuskan kontrak dengan seluruh perusahaan kecil dan menggantinya dengan beberapa perusahaan besar saja. Namun setelah diadakan diskusi dengan perusahaan-perusahaan kecil tersebut didapatkan solusi tengah, yaitu perusahaan-perusahaan kecil tersebut bergabung jadi satu menjadi sebuah perusahaan besar. Bo mendapat keuntungan karena administrasi menjadi lebih mudah, sedang perusahaan-perusahaan kecil mendapat keuntungan karena setelah bergabung jadi satu mereka tidak jadi diputus kontraknya, dan masih ditambah dapat membeli sukucadang truk dengan harga yang lebih murah, karena mereka dapat membeli dalam partai besar.


7. MENGASAH GERGAJI
Ada saatnya manusia perlu berhenti sejenak untuk instropeksi, belajar, berlatih, evaluasi, penyegaran, mengambil jarak dari lingkungan untuk mengisi baterainya kembali.

Seorang penebang kayu sibuk menebang sebatang pohon besar dengan gergajinya yang tumpul. Dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari dia terus menerus berusaha menebang pohon itu, namun sia-sia saja. Saat dia dinasehati orang untuk mengasah gergajinya terlebih dahulu, si penebang kayu dengan marah menjawab :
“Saya telah menggunakan gergaji ini selama bertahun-tahun dan selalu berhasil menebang pohon-pohon besar. Buat apa saya buang-buang waktu menuruti nasehatmu. Saya tak punya waktu untuk mengasah gergaji”


Buku: Stephen Covey, 7 Habits of Highly Effective People


Buku : 7 Habits of Highly Effective People (1)

Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang --- oleh karena itu keberhasilan bukanlah merupakan suatu perbuatan --- tetapi merupakan suatu KEBIASAAN.

^_^


Seven habits adalah salah satu buku psikologi terbaik yang pernah saya baca (juga Being Happy-nya Andrew Mathews) -- saya membacanya sekian tahun silam. Buku karya Stephen Covey ini adalah buku monumental yang menekankan pada ketulusan, bukan perilaku instant yang dibuat-buat tanpa motivasi yang tulus. Walaupun Covey telah mengeluarkan buku baru 8 habbits, rasanya buku lamanya ini masih layak untuk dibaca ulang.

^_^

Ada 3 hal yang tetap di dunia ini, yaitu: perubahan, prinsip dan adanya pilihan. Perubahan terus terjadi di dunia, namun prinsip-prinsip tidak berubah. Prinsip-prinsip itu misalnya gravitasi bumi, minyak mudah terbakar, juga prinsip-prinsip kesopanan, kejujuran, keberanian, dan kebaikan hati. Karena prinsip-prinsip tak pernah berubah, dia merupakan dasar yang kokoh untuk membangun karakter manusia.

Pilihan selalu dimiliki manusia. Misalnya seseorang yang dimaki-maki orang lain --tak mesti harus sakit hati-- dia sebenarnya memiliki pilihan-pilihan untuk memberi respon. Dia bisa sakit hati, marah, balas memaki-maki, bahkan menonjok si pelaku, Namun dapat juga diam dan tersenyum seraya menganggap si orang yang memaki-maki sedang mengalami hari yang buruk. Manusia bebas memilih, namun manusia akan selalu menanggung resiko dan tak bisa lepas dari akibat yang ditimbulkan oleh pilihan-pilihannya.

1. PROAKTIF
Kemampuan memilih respon sesuai dengan nilai-nilai yang dianut disebut proaktif. Sedang sikap reaktif adalah respon yang didasarkan pada perasaan, keadaan atau suasana hati.

2. MEMULAI DENGAN TUJUAN AKHIR
Merumuskan apa yang sebenarnya menjadi tujuan kita. Menuliskan visi kita, kemudian baru menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan. Menyelaraskan kegiatan sehari-hari kita dengan tujuan yang telah kita tentukan tersebut.

3. DAHULUKAN YANG UTAMA (First Things First)
Menjadwalkan dan mendahulukan pekerjaan-pekerjaan yang penting atas pekerjaan yang kurang penting. Ada 4 kuadran waktu, yaitu kuadran :
1.Hal yang penting dan mendesak
orang yang mayoritas waktunya dihabiskan disini kemungkinan besar karena terlalu banyak menunda-nunda pekerjaan dan mengabaikan perencanaan dan pencegahan.

2.Hal yang penting dan tidak mendesak.
Idealnya orang menghabiskan sebagian besar waktunya di sini. Belajar, evaluasi, perencanaan yang baik, olahraga, membina hubungan baik dengan orang lain, termasuk dalam kuadran ini.

3.Hal yang mendesak tetapi tidak penting.
Sesuatu yang kelihatan mendesak untuk dikerjakan, tetapi sebenarnya tidak penting.

4.Hal yang tidak mendesak dan tidak penting.
Di sinilah tempat orang-orang pemalas menghabiskan waktu. Baca koran berlebihan dengan alasan cari informasi, nonton TV berlebihan, ngobrol dengan relasi berlebihan. Hal-hal yang dalam jangka pendek menyenangkan untuk dilakukan. Pada dasarnya kuadran 3 dan 4 adalah tempat orang-orang yang kurang efektif menghabiskan waktunya.

Berikut ini adalah contoh kegiatan pada tiap kuadran:
I. SI PENUNDA-NUNDA (pekerjaan penting-mendesak)
- Pekerjaan mendesak
- Menangani krisis
- Kehabisan bensin
- Memperbaiki alat
- Rapat

II. ORANG EFEKTIF (pekerjaan penting-jangka panjang)
- Belajar
- Pelatihan
- Olah raga 3 kali seminggu
- Membina hubungan
- Preventive maintenance
- Memulai pekerjaan jauh sebelum batas waktu habis.

III. SI YES MAN (pekerjaan mendesak tetapi tidak penting)
- Interupsi saat kerja
- Pekerjaan orang lain
- Telpon tak penting
- Tak bisa menolak ajakan orang

IV. SI PEMALAS (pekerjaan tak mendesak dan tak penting)
- Banyak main games
- Banyak membaca koran/majalah
- Banyak nonton TV
- Banyak ngobrol
- Tidur melulu
- Banyak jalan-jalan

gambar :selectionmatters.com


Hal-hal yang Akan Kauketahui Setelah Empat Tahun Bekerja

Sabtu pagi ketika Maruko yang masih dengan tubuh kedinginan menghidupkan laptopnya menemukan sebuah e-mail aneh dari Shinichi Kudo. Rupanya anak itu sedang emosional, jengkel pada sesuatu dan parahnya menumpahkan semua “kemarahannya” dengan menuliskan hal-hal lain dengan kata-kata yang sepintas kelihatan normal-normal saja – namun Maruko dapat dengan terang benderang merasakan luapan emosi yang meledak-ledak dibaliknya.

Ungkapan-ungkapan itu banyak yang telah diketahui oleh Maruko. Bukan hal yang baru. Namun karena Shinichi “meneriakkannya” dengan kalimat-kalimat yang lantang tak urung Maruko merasa gusar juga. Marah-marah kok pada hal-hal yang tak berhubungan dengan penyebab kejengkelan!. Jadinya pilihan kata-katanya nabrak-nabrak kemana-mana!

Seperti tentang supervisor – enak saja Shinichi mengatakan bila Maruko terpaksa mengerjakan pekerjaan penting karena anak buahnya sibuk dengan pekerjaan tidak penting berarti dirinya tidak berhak disebut supervisor. Lalu siapa yang harus mengerjakan pekerjaan tidak penting ?. Gimana bila anak buahnya salah dalam mengerjakan pekerjaan penting ? Juga tentang cuti panjang. Apakah sesederhana itu ?. Bila dirinya tak bisa cuti panjang karena anak buahnya tak ada yang bisa menggantikannya, berarti dia tidak berhak mendapat tunjangan jabatan ? Ha ha ha! Maruko tertawa kala membayangkan dirinya memforward email itu ke bossnya.

Apalagi tentang meluaskan wewenang -- pembagian wewenang antara dirinya dengan boss memang tidak begitu jelas. Namun bila Maruko bermaksud meluaskan wewenangnya berarti dia mengambil resiko untuk kena damprat bila mengambil keputusan yang salah. Walaupun dengan perluasan wewenang itu pekerjaan bisa selesai lebih cepat dan pekerjaan bossnya pun akan jauh lebih ringan. Karena “kera-kera” pekerjaan akan bergelantungan di tangan Maruko dan bukan di tangan bossnya yang telah dipenuhi “kera-kera” pekerjaan lain.

^_^

Akhirnya Maruko memutuskan untuk membaca saja e-mail itu tanpa komentar apapun. Yah dia juga tidak setuju dengan embel-embel tulisan yang berbunyi “Fakta-fakta yang akan kau sadari setelah empat tahun bekerja” --- yang menurut Maruko hanya berlaku bagi orang yang tidak pernah belajar dari para pakar dan “Begawan” yang telah berbaik hati membagi-bagikan ilmunya di jurnal-jurnal bisnis sejak puluhan tahun silam. Bila bisa belajar dari mereka mengapa aku harus menunggu bertahun-tahun untuk mengetahuinya.

^_^

From : Shinichi Kudo
Subject : Percayakah Kamu?



PERCAYAKAH KAMU ?
(Setelah 4 tahun bekerja kamu akan menyadari fakta-fakta berikut)


Kamu tidak akan bekerja efektif bila kau merencanakan lembur selepas jam kerja atau berencana lembur pada hari sabtu.

Sebaliknya kamu akan bekerja sangat efektif bila saat weekend kau merencanakan untuk cuti dan berlibur ke Bali. Kau akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan agar dapat menikmati liburan dengan tenang.

Kamu akan mudah terjebak pada pekerjaan-pekerjaan kurang penting atau pekerjaan orang lain bila pada pagi hari kamu datang ke kantor tanpa rencana daftar pekerjaan yang akan diselesaikan.

Kamu akan menghabiskan waktu seharian untuk menyelesaikan review 4 BPR (Batch Production Record), dan kamu juga hanya membutuhkan waktu satu hari untuk menyelesaikan review 12 BPR. Tanpa kau sadari kecepatan kerjamu akan menyesuaikan dengan jumlah pekerjaan.

Kamu akan selalu menemukan kesalahan dan memperbaiki SOP yang sedang kau kerjakan, bila kau tidak memiliki batas waktu yang jelas untuk menyelesaikan sebuah SOP.

Kamu memiliki wewenang yang jauh lebih luas dari yang kau bayangkan bila kamu berani menjajaki. Jangan pernah berharap atasanmu akan mendeskripsikan secara jelas wewenang yang kau miliki.

Kamu akan mendapat perlawanan yang habis-habisan bila kau memperjuangkan pendapatmu dengan cara memojokkan pendapat orang lain dalam sebuah meeting. Orang tak akan mau kehilangan muka di depan orang banyak bahkan mungkin untuk sesuatu yang dia tahu salah.

Kamu harus secepatnya “memberi pelajaran” pada bawahanmu yang lebih suka berhubungan langsung dengan atasanmu dalam mengambil keputusan. Kecuali kau ingin kehilangan kendali atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabmu..

Kamu tidak berhak disebut supervisor bila kamu terpaksa harus terjun langsung mengerjakan pekerjaan penting karena anak buahmu sibuk dengan pekerjaan tidak penting.

Kamu akan kehilangan antusiasme seluruh anggota tim, bila kau membiarkan seorang anggota tim bekerja seenaknya.

Kamu sebenarnya tidak berhak mendapat tunjangan jabatan bila kamu tidak bisa mengambil cuti panjang karena tak seorang pun asistenmu yang mampu menggantikan pekerjaanmu. Kamu tak lebih dari seorang pekerja biasa yang dibayar lebih tinggi dari anak buahmu.

Meeting hanya memboroskan waktu bila pada akhir meeting kamu tidak menunjuk personil yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan hasil meeting dan menentukan batas waktu penyelesaiannya.

Kamu harus bersiap untuk kecewa bila mengharapkan atasan berperan seperti ibu kandung yang selalu mengasuh dan melindungimu. Bisa saja seorang atasan yang terjepit sebuah masalah besar dalam melakukan pembelaan diri tanpa sengaja menghancurkan reputasi bawahannya.


Wasalam


Kudou Shinichi.


^_^

Pastilah Maruko tidak menyetujui bulat-bulat semua petatah-petitih itu. Ada hal-hal yang terlalu ekstrim, yang menurutnya terlalu berlebihan. Karenanya Maruko menganggap email pagi-pagi itu sebatas pemicu mengalirnya kembali inspirasinya yang kebetulan sedang macet karena tertimbun pekerjaan yang melimpah ruah. (makmur 14, bandung november 2006)


OBROLAN DI BAWAH PURNAMA

SERI(2) OBROLAN DI BAWAH PURNAMA


Artinya bila pun mendapat boss yang lebih suka menghakimi hasil pekerjaan anak buahnya — bukan masalah besar buat mereka. Karena mereka tahu bahwa fungsi supervisi itu dapat dilakukan oleh diri mereka sendiri; demikian juga dengan pelatihan, bisa mereka dapatkan dengan belajar dari buku ataupun dari para kolega senior.

^_^

Shinichi Kudo yang mulai merasakan kelelahan akibat terus menerus duduk -- kegirangan ketika bis memasuki halaman parkir sebuah rumah makan untuk beristirahat. Hampir semua penumpang turun untuk makan atau sekedar melepas penat, termasuk Shinichi dan Haibara. Keduanya menikmati sajian wedang sekoteng sambil duduk di emperan rumah makan--memandang langit hitam berhias --bulan purnama penuh-- berwarna kemerahan.

“Baru kusadari, begitulah seharusnya seorang Supervisor” kata Haibara menyambung fungsi supervisi yang dilakukannya. Bukan datang untuk memadamkan api dan menghakimi kesalahan anak buah-nya. Seharusnya dia memandu sepanjang jalan, mengingatkan jika anak buahnya lupa mengerjakan tugas dan memberitahu cara mengerjakan tugas dengan benar.

Bukan marah-marah diakhir bulan saat pekerjaan tidak beres atau bahkan mengadili pekerjaan yang salah. Seharusnya dia layaknya seorang guru yang setiap hari mengajar, memberi pekerjaan rumah untuk latihan dan mengoreksi bila murid salah, mengingatkan bila mereka malas. Sesudah semua itu dikerjakan barulah dia boleh menuntut murid-muridnya mampu mengerjakan soal-soal ujian semester dengan benar.

“Apakah hukum itu berlaku juga bagi atasan kita?” dengan spontan sebuah pertanyaan muncul dari mulut Shinichi.

Haibara tertawa mendengar pertanyaan tersebut. Sebaliknya Shinichi tersenyum kecut, karena arah pertanyaannya terbaca. Rupanya Haibara cukup cerdik untuk menangkap bahwa pertanyaan itu bila dinyatakan dengan vulgar akan berbunyi :

“Apakah atasanku adalah orang yang paling bertanggung-jawab bila terjadi ketidakberesan pada pekerjaanku”.

Setelah berhenti tertawa, Haibara menatap Shinichi sejenak, kemudian memamerkan senyumnya yang menawan seraya mengatakan bahwa Shinichi pasti telah tahu jawaban pertanyaan tersebut.

^_^

Kini sadarlah Shinichi bahwa gadis di sampingnya adalah seorang “Coveyan” juga. Sebutan untuk orang-orang yang digambarkan oleh Stephen Covey sebagai manusia yang bertanggung jawab terhadap nasib dirinya. Tak ada kamus sibuk menyalahkan orang lain. Pada intinya mereka fokus pada hal-hal yang bisa dikerjakan dan tak memusingkan hal-hal yang tak bisa diubah.

Artinya bila pun mendapat boss yang lebih suka menghakimi hasil pekerjaan anak buahnya — bukan masalah besar buat mereka. Karena mereka tahu bahwa fungsi supervisi itu dapat dilakukan oleh diri mereka sendiri; demikian juga dengan pelatihan, bisa mereka dapatkan dengan belajar dari buku ataupun dari para kolega senior. Toh jauh lebih sulit merubah sifat seorang boss -- dibanding menjadikan diri mereka seorang Self Starter-- seseorang yang dapat bergerak maju tanpa butuh bimbingan dan dorongan dari seorang atasan. (kalimantan 5 bandung)




SERI (1) SEGITIGA HAIBARA

Di Bis yang membawanya pulang ke kampung halaman-- Shinichi Kudo mulai mengenal Haibara. Kesan pertama orangnya simpel dan efisien karena hanya membawa ransel kecil-- tanpa bekal makanan dan minuman. Perbincangan sepanjang perjalanan membawa Shinichi berkelana ke “Dunia Haibara”. Gadis berambut lebat itu sudah satu setengah tahun bekerja di bagian billing sebuah perusahaan telekomunikasi. Lulusan akuntansi sebuah universitas besar tersebut bekerja dengan dibantu 8 orang teman, dus sebagai Supervisor dia bertanggung jawab terhadap hasil kerja di bagiannya.

Setelah hampir dua jam Shinichi bercerita tentang pekerjaannya sebagai “Koboi di peternakan bakteri”, tibalah giliran Haibara bercerita tentang dirinya. Setahun silam bisa pulang ke kota kelahiran pada saat long weekend hanyalah sebuah impian. Pekerjaan hari kemarin yang menumpuk, ditambah lagi pekerjaan baru yang harus segera diselesaikan membuat Haibara selalu megap-megap. Apalagi setelah Bos-nya ditarik ke kantor pusat, semua pekerjaan beralih ke Haibara dan akibatnya dia tak punya waktu selain untuk kegiatan rutin. Hari-hari yang dilaluinya hanyalah tenggelam dalam pekerjaan yang seolah tak ada habisnya.

^_^

“Namun itu cerita masa lalu” kata Haibara sambil tertawa renyah. Tawa renyah dan keceriaan khas orang-orang sanguinis--membuat perjalanan malam itu berubah jadi “sebuah perjalanan piknik yang seru” bagi Shinichi. Genap setahun keteteran dalam bekerja, Haibara mulai melakukan inspeksi diri. Dikunjunginya toko buku dan mulailah browsing buku-buku manajemen. Kemudian ditemukannya sebuah kosa kata “Delegasi”. Nah, mulai saat itu Haibara mencoba mendelegasikan sejumlah pekerjaan rutin pada teman- temannya. Sebulan pertama pekerjaan terasa berkurang. Namun kemudian justru menumpuk di penghujung bulan. Banyak kesalahan pada pekerjaan yang dialihkan pada teman-temannya. Terpaksa berhari-hari dia hanya tidur 2 - 3 jam agar dapat secepatnya mengoreksi pekerjaan yang telah dikejar tenggat waktu.


Pengalaman pahit yang membuat Haibara kembali melakukan perburuan di toko buku dan membuka kembali buku-buku kuliahnya Akhirnya dia menemukan jawabannya, yaitu porsi pelatihan yang kurang. Mulailah setiap pagi menjelang bekerja-- Haibara mendisiplinkan diri untuk menyediakan waktu-- melatih teman-temannya. Bulan-bulan berikutnya hasilnya mulai terasa. Sedikit demi sedikit kesalahan kerja mulai berkurang dan beban kerja Haibara pun tak seberat dulu lagi. Mulai tersedia waktu luang untuk mengerjakan lebih dari sekedar pekerjaan rutin. Sayangnya masih ada masalah yang mengganjal, yaitu setiap akhir bulan ada saja pekerjaan yang bolong-bolong, kesalahan di sana sini yang membuat Haibara kelabakan dalam membuat review akhir.

Kali ini Haibara secara khusus mendatangi perpustakaan besar milik program magister manajemen sebuah universitas yang terletak di pusat kota, untuk mencari jawaban atas masalahnya. Sampai ditemukannya belasan buku yang berbicara tentang supervisi. Sama persis dengan nama jabatannya : Supervisor. Rupanya aktifitas kunci yang selama ini terlewatkan oleh Haibara adalah “Supervisi Intensif” pada teman-temannya. Yang biasa dilakukannya hanyalah supervisi di akhir bulan, yang kadangkala berubah menjadi “Pengadilan” atas hasil kerja teman-temannya. Padahal kesalahan yang terjadi sebenarnya dapat cepat terdeteksi dan diperbaiki andaisaja Haibara rajin melakukan supervisi.

^_^

“Pelatihan-Delegasi-Supervisi adalah tiga rahasia terbesar yang berhasil kutemukan dalam satu setengah tahun masa kerjaku” kata Haibara dengan riang. “Resep rahasia yang sebenarnya telah tersedia di rak-rak toko buku dan perpustakaan di sekitar kita” tambahnya sambil memutar-mutar bola matanya yang legam seolah ingin memberi tekanan bahwa informasi itu begitu dekat. Menurut Haibara waktu luang untuk melakukan langkah-langkah memajukan bagiannya, kesempatan mengembangkan diri, serta para pekerja yang dapat diandalkan adalah manfaat yang dipetik dari penerapan tiga resep yang malam itu dibagikan dengan senang hati pada Shinichi (kalimantan 5 bandung).













KeNSHiN: Mencatat Reaksi Boss

Setelah setahun lebih pencatatan berjalan, pola reaksi boss semakin jelas terbaca, sehingga KeNSHiN dapat mengenali mana keputusan yang bisa diambilnya sendiri, dan keputusan mana yang akan ditangani si boss. Demikian juga dengan cara bossnya menganalisa dan mengambil keputusan, alurnya terlihat jelas dalam catatan-catatan yang dibuatnya. Genap satu setengah tahun kemudian-- KeNSHiN telah dapat memperkirakan langkah-langkah yang akan diambil bosnya dalam memecahkan sebuah masalah

.
^_^

Salah satu “kebiasaan buruk” Shinichi Kudo adalah suka menertawakan orang-orang yang menganggap dirinya paling pintar. Agaknya kebiasaan itu dengan cepat dikenali oleh Haibara-- terlihat setelah nimbrungnya seorang lelaki muda dalam percakapan mereka berdua.

Lelaki berkemeja rapi dan berkepala plontos tersebut memperkenalkan dirinya sebagai KeNSHiN, seorang Lulusan Biokimia yang berkarir sebagai supervisor produksi sebuah pabrik makanan ringan. KeNSHiN mengaku penasaran ingin nimbrung saat Shinichi dan Haibara mengobrol tentang supervisi di sepanjang perjalanan bis dari Bandung menuju Jogja. Baru setelah bis beristirahat di rumah makan, dia memberanikan diri untuk bergabung -- menikmati wedang jahe sambil menceritakan pengalamannya

Si gundul yang mengaku jagoan dalam belajar secara otodidak baik soal-soal teknis maupun soal manajerial di pekerjaannya dengan cepat membuat Shinichi gerah. Apalagi setelah anak itu membangga-banggakan kompetensi dirinya dan standar tinggi yang dipakai perusahaannya -- yang menurutnya jarang dimiliki perusahaan lain -- menerbitkan selera Shinichi untuk menertawakan. Andai saja Haibara tidak meletakkan jari telunjuk di bibirnya--sebagai tanda agar Shinichi menahan diri -- Shinichi akan mengatakan bahwa standar produksi di perusahaan Farmasi-Biotech-nya pasti tidak akan berada dibawah standar perusahaan KeNSHiN

^_^

Setelah puas dengan “prolog” yang menyebalkan Shinichi, mulailah KeNSHiN bercerita. Dia mengaku kurang beruntung karena memiliki atasan yang tak pernah memberi supervisi namun rajin menghakimi hasil kerjanya yang salah. Kadangkala bila dirinya menanyakan sesuatu, dijawab dengan jawaban yang membuatnya kesal.

Jawaban seperti” Kamu ini payah, kaya gitu saja kok ditanyakan?” atau “Dasar orang aneh, nanya juga aneh-aneh” membuat KeNSHiN naik darah—dan ujung-ujungnya frekuensi konsultasi dengan bossnya pun kurang intensif. “Kalau menyangkut hal-hal yang kurang penting, lebih baik aku belajar mengambil keputusan sendiri” ujarnya. Sebuah tindakan yang diakuinya tidak ideal bila diambil oleh yunior seperti dirinya.

Namun si pengagum Peter Drucker tersebut juga melakukan sesuatu untuk mengurangi dampak buruk dari “jarak” yang terbentuk dengan boss. Dicatatnya semua keputusan dan tindakan yang diambilnya dalam sebuah buku. Dicatatnya pula reaksi-reaksi boss terhadap langkah-langkah yang dia lakukan. Pada mulanya pencatatan seolah-olah tidak bermanfaat – karena jumlah keputusan yang mendapat teguran tetap masih banyak. Walaupun demikian, karena KeNSHiN selalu mencatat kejadian-kejadian yang mengiringi keputusannya, sedikit demi sedikit dia mulai mengenali pola reaksi atasannya.

Setelah setahun lebih berjalan, pola reaksi boss semakin jelas terbaca, sehingga KeNSHiN dapat mengenali mana keputusan yang bisa diambilnya sendiri, dan keputusan mana yang akan ditangani si boss. Demikian juga dengan cara bossnya menganalisa dan mengambil keputusan, alurnya terlihat jelas dalam catatan-catatan yang dibuatnya. Genap satu setengah tahun kemudian-- KeNSHiN telah dapat memperkirakan langkah-langkah yang akan diambil bosnya dalam memecahkan sebuah masalah. Dan karena KeNSHiN semakin memahami pola berpikir & bertindak si boss – tindakan-tindakan yang diambilnya pun semakin sesuai dengan gaya si boss -- buntutnya intensitas konflik di antara mereka pun jauh berkurang..

“Catatan telah memberiku peta situasi dan membantuku memilih tindakan yang tepat” kata KeNSHiN dengan meyakinkan. Serta merta Haibara menyambutnya dengan pujian atas kecerdikan KeNSHiN dalam mengatasi masalah komunikasi yang dihadapinya. Sedang Shinichi merasa menemukan “Seorang Covey-an” di dalam bis yang akan membawanya pulang ke kotanya.

Seiring memudarnya kesan “sombong” yang mula-mula ditangkapnya pada sosok KeNSHiN, Shinichi merasa harus berterimakasih pada Haibara yang mencegahnya menertawakan. Bila hal itu dilakukan, pastilah terjadi pertengkaran yang akan menghalangi Shinichi mengenalnya secara utuh. Juga pengalaman berharga-nya mungkin tak akan pernah didengarnya. Walau bisa saja KenSHiN sekedar beruntung hanya dengan pencatatan dapat menyelesaikan masalahnya – tapi setidaknya Shinichi mendapat wawasan baru.

^_^

“Tak semua sifat orang harus sesuai seleraku” gumam Shinichi lirih-- yang segera saja mengundang pertanyaan Haibara yang merasa tidak jelas menangkap kata-kata yang diucapkan Shinichi. “Ah nggak, aku gak berkata apa-apa kok” jawab Shinchi seraya tersenyum sambil meletakkan telunjuk di pelipisnya sebagai isyarat bahwa dirinya hanyalah mengucapkan dialog yang sedang terjadi dalam otaknya. Sebuah kebiasaan lain yang sering membingungkan teman-teman Shinichi.

jl. kalimantan 5 bandung








Shinichi tentang Covey

Tentang ketulusan, Covey mampu dengan jernih menjelaskan peran filosofi dibalik perilaku manusia. Buat Covey—dalam hal hubungan antar manusia—masalah teknik adalah soal nomor dua. Faktor terpenting adalah sifat-sifat asli seseorang dibalik teknik yang dia gunakan. Bahkan teknik bergaul dianggap akan mengalir dengan sendirinya secara alamiah sebagai perwujudan dari karakter dasar seseorang yang menjadi mata airnya.

Setidaknya ada dua ajaran Covey tentang ilmu jiwa manusia yang sangat berkesan di hati Shinichi Kudo. Pertama adalah ajaran tentang ketulusan hati dan yang kedua adalah ajaran tentang sikap proaktif.

Tentang ketulusan, Covey mampu dengan jernih menjelaskan peran filosofi dibalik perilaku manusia. Buat Covey—dalam hal hubungan antar manusia—masalah teknik adalah soal nomor dua. Faktor terpenting adalah sifat-sifat asli seseorang dibalik teknik yang dia gunakan. Bahkan teknik bergaul dianggap akan mengalir dengan sendirinya secara alamiah sebagai perwujudan dari karakter dasar seseorang yang menjadi mata airnya.

Misalnya saat bicara tentang persahabatan—Steven R Covey si pencetus 7 habbits of highly effective people—tidak akan berbicara tentang teknik mendapatkan sahabat ataupun teknik mempengaruhi orang lain. Namun dia akan bicara tentang ketulusan. Tentang motivasi persahabatan. Mengapa Shinichi ingin menjalin persahabatan. Semata-mata untuk kepentingan dirinya sendiri atau untuk kepentingan sahabatnya juga. Bila tujuannya adalah mengambil keuntungan dari orang lain secara sepihak—maka apapun teknik yang digunakan—tak akan mampu membantunya.

Teknik, ketrampilan, taktik atau apa-pun namanya--sebenarnya akan muncul dengan sendirinya saat Shinichi bersungguh-sungguh memikirkan kepentingan sahabatnya. Siapa sebenarnya diri Shinichi-lah yang akan terlihat sangat jelas dimata orang lain dan bukannya teknik yang dia gunakan.



^_^

Ajaran kedua yang mempesona Shinichi adalah spirit proaktif Covey. Memilih bertanggung jawab atas segala sesuatu yang menimpa diri kita dan melakukan tindakan-tindakan perbaikan atas hal-hal yang berada dalam jangkauan kita. Seperti Akira Jimbo teman Shinichi—seorang supervisor marketing-- ketika menghadapi kenyataan bahwa penjualan produk menurun. Alih-alih memarahi anak buahnya atau menuduh pesaing bermain curang—sebagai seorang Coveyan—dia memilih melakukan tindakan. Di dalam benaknya sudah tergambar langkah-langkah yang akan dilakukan.

Akira akan melatih anak buahnya secara lebih intensif dan bernegosiasi dengan bagian produksi untuk memperbaiki kualitas produk sehingga pesaing tak memiliki peluang menjelek-jelekkan produknya. Kemudian Akira juga hendak membuat peta pasar untuk menjajaki konsumen baru. Seandainya pasar dalam negeri telah jenuh dia akan berusaha untuk ekspor, atau sebaliknya membuka pasar dalam negeri bila ekspor tak memungkinkan. Pendeknya Akira tidak akan sibuk mencari kambing hitam alias faktor eksternal yang berada diluar jangkauannya, tetapi memusatkan diri untuk melakukan tindakan (NL).


1001 Ways to Reaching The Best

Bila Singa tua
enggan mengajak anaknya berburu
karena tak banyak membantu.
Maka raja hutan berikutnya
adalah gajah.


^_^

“Keren banget!!. Akhirnya kau memberanikan diri bilang padanya bahwa dia adalah salah satu manajer terhebat di perusahaanmu ?” tanya Shinichi Kudo pada Maruko yang baru saja selesai mengaduk ice cream-coffe asli Pasadena yang telah terhidang di mejanya.

“Yup, dan aku kaget banget atas reaksinya”


“Dia tersenyum gembira gitu ya?”

Maruko hanya tersenyum sambil mengangkat bahunya.

“Dia terharu ?”.

Maruko hanya tertawa.

Wow...! Dia menitikkan air mata ? Memelukmu...?”

“Yah. Lebih dari itu. Dia juga dengan terbata-bata sangat berterimakasih kepadaku. Berterus terang sepanjang karirnya baru kali ini dia mendapat pujian atas sisi terbaik yang pernah dia raih”

“Pasti selama ini dia tidak menyadari bahwa dirinya hebat bila dipandang dari sisi itu?”.

“Yup. Megumi nggak pernah menyadari karya terbesarnya. Bahkan dia mengakui terkadang terjebak untuk membanding-bandingkan dirinya dengan sebagian teman-temannya yang karirnya melesat jauh meninggalkannya”

^_^

Sore hari itu. Menjelang pulang kantor. Maruko sengaja menemui manajernya. Setelah mengobrol kesana kemari akhirnya Maruko mengutarakan sesuatu. Maruko menyatakan bahwa dia ingin Megumi tahu bahwa Megumi adalah salah satu manajer terbaik di perusahaan. Dia adalah seorang pemimpin bertangan dingin yang mampu mencetak kader-kader yang kompeten, berkepribadian baik dan berpandangan jauh ke depan.

Bimbingan intensif. Penugasan diklat ke universitas-universitas di Bandung, Bogor dan Jakarta. Serangkaian pelatihan eksternal ke Jepang, Malaysia, Korea & negara-negara Eropa Barat yang dengan gigih diperjuangkan untuk para asistennya. Kesempatan untuk mengerjakan proyek-proyek kritis dengan backup penuh dari Megumi. Semua itu telah membuat para asistennya berkembang lebih cepat daripada asisten-asisten di departemen lain. Belasan asisten yang pernah berada di bawah bimbingannya hampir semuanya menunjukkan bahwa mereka terlatih dengan sangat baik. Bahkan beberapa orang asisten telah melampaui karir Megumi.

Megumi sangat terharu dengan pernyataan Maruko. Dia sama sekali tidak pernah menyadari sisi terbaik dari kinerjanya. Selama ini dia hanya tahu bahwa dalam beberapa hal teknis dan organisasi kemampuannya memang tidak sehebat beberapa manajer lain. Namun pernyataan Maruko telah membuka matanya. Bahwa kinerjanya tidak selamanya berada dibawah para bintang perusahaan. Selama ini dia menganggap anak buah adalah murid-muridnya. Sebagai seorang guru dirinya sewajarnya bekerja keras untuk mengajari dan mengembangkan mereka. Itu saja. Dia tak pernah menyadari bahwa keberhasilan mereka adalah keberhasilan dirinya juga.

^_^

Langit kuning dan matahari mulai terbenam ketika Maruko menyelesaikan ceritanya. Lampu-lampu luar Pasadena juga telah dinyalakan. Diam-diam Shinichi merasakan ada pesan lebih kuat yang ingin disampaikan Maruko secara tersirat. Yaitu pencapaian seorang manajer tidak semata-mata dilihat dari kinerja departemen dan raihan jenjang karir. Banyak hal yang dapat dijadikan parameter. Untuk melihat kinerja manajer sebagai seorang pemimpin – perkembangan para asisten sangat layak untuk dijadikan ukuran. Walaupun karir Megumi biasa-biasa saja dibanding sebagian teman-teman seangkatannya namun dia layak berbangga karena dia berhasil mempersiapkan para asistennya dengan sangat baik. Seperti kata Maruko sore itu :
“Sehebat apapun seorang manajer, tidak banyak artinya buatku bila kehadirannya tidak membuat diriku berkembang lebih baik”

Rahasia Rumah Sakit Desa .:

Senin pagi ketika Shinichi Kudo mengisi liburan dengan ikut Amori berkunjung ke sebuah rumah sakit desa, segalanya telah berubah. Tiga tahun yang lalu Shinichi pernah menemani Amori ke sana. Waktu itu jumlah pasiennya sedikit namun herannya semua serba tidak teratur. Rumput dan alang-alang di halaman melebihi tinggi orang dewasa. Sampah berceceran dimana-mana. Plafon nampak dihiasi lingkaran-lingkaran coklat berjamur bekas tetesan air hujan, pertanda genting dibiarkan bocor. Dinding kusam, bekas telapak sepatu di sana sini. Korden jendela berubah abu-abu dari putih warna aslinya. Lantai dihiasi ceceran makanan dan debu.

Para petugas nampak mengobrol sambil asyik nonton TV, sebagian lagi membaca koran dan sisanya main pingpong di halaman. Mereka sama sekali tak tergerak untuk membereskan semua itu. Bahkan saat ransum makan siang disajikan, menunya adalah mi instan yang diantar tukang mi yang mangkal di depan rumah sakit. Alias si tukang masak pun memilih jalan mudah daripada harus susah payah memasak. Dan pastilah WC-nya kotor bukan kepalang. Lengkap dengan ceceran tisue, kecoa, dan lumut di bak airnya.

^_^

Kini semuanya telah berubah. Gedung masih tetap seperti semula namun halamannya bersih dan tertata rapi. Dinding putih bersih dan korden-korden juga nampak habis dicuci. Lantai dan plafon bersih. Segalanya nampak terawat dengan baik. Tak nampak lagi petugas yang berleha-leha sambil nonton TV. Mereka bergelut dengan berbagai pekerjaan. Ada yang sedang entry data, mengantar selimut yang baru dicuci ke kamar-kamar pasien, menuntun pasien ke kamar mandi dan sebagian lagi merapikan kamar.

Mengapa berubah? Apa rahasianya? Pertanyaan itu berkecamuk di benak Shinichi sampai Amorita Houdini Zatoichi --- yang sering mengunjungi rumah sakit tersebut karena tuntutan pekerjaan --- menceritakan penyebabnya. “Kau lihat ibu-ibu berkerudung itu. Merekalah yang telah merubah rumah sakit ini!” kata Amori pendek sambil menunjuk sekelompok Ibu-ibu yang sedang bercakap-cakap dengan pasien.

Alkisah pendiri rumah sakit desa tersebut adalah para anggota pengajian mingguan yang diasuh seorang kyai. Pada mulanya hanyalah sebuah klinik kecil yang melayani penduduk desa. Kemudian dengan bantuan dana dari beberapa alumni pengajian yang merantau ke Jakarta, klinik itu berubah menjadi rumah sakit kecil. Belakangan berkembang lagi menjadi rumah sakit umum yang secara ukuran termasuk yang terbesar di kabupaten. Sayangnya pelayanan buruk membuat rumah sakit tersebut menjadi pilihan terakhir masyarakat. Bahkan para anggota pengajian pun enggan merawat keluarganya yang sakit di sana.

Sampai suatu hari putra bungsu Pak Kyai yang sekolah kedokteran di Jakarta pulang. Berbekal pengalaman magang di beberapa rumah sakit swasta besar di Bandung dan Jakarta dirombaknya sistem pengawasan rumah sakit. Menurut dia masalah utama di rumah sakit tersebut adalah pengawasan yang lemah. Perlu dibangun sistem pengawasan yang lebih ketat dengan melibatkan orang-orang di luar rumah sakit. Langkah yang dipilihnya adalah melibatkan para anggota pengajian dalami tim pengawas. Sebulan sekali pimpinan rumah sakit dan tim pengawas bertemu untuk menindaklanjuti hasil pengawasan.

Anggota pengajian yang berwatak keras dan suka mengatur dimasukkan dalam tim pertama yang bertugas mengawasi perilaku kerja seluruh petugas rumah sakit. Mereka harus memastikan pasien dilayani dengan ramah dan fasilitas rumah sakit dipelihara dengan baik. Bila terjadi pelanggaran, mereka diberi keleluasaan memberi peringatan. Termasuk dengan gaya mereka yang keras. Pada awalnya hal itu menimbulkan gejolak dikalangan pertugas rumah sakit yang merasa diperlakukan sewenang-wenang. Beberapa petugas memilih keluar dan pindah kerja ke tempat lain. Namun sebagian besar petugas berhasil menyesuaikan diri. Lama-kelamaan mereka menjadi terbiasa dengan disiplin yang ketat dan jarang diperlukan perlakuan keras lagi.

Anggota pengajian yang berwatak supel dan ringan tangan dimasukkan dalam tim kedua yang bertugas menjenguk pasien. Tiga kali seminggu semua pasien didatangi, dihibur dan didoakan. Bahkan pasien yang sudah pulang pun terkadang masih ditengok. Mereka adalah orang-orang altruis yang gemar memperhatikan orang lain. Sehingga tugas itu bukanlah beban malahan menjadi kesenangan baru buat mereka. Tim ini juga bertugas mengumpulkan informasi keluhan pasien terhadap pelayanan rumah sakit.

Tentu saja nasib petugas rumah sakit juga diperhatikan. Disamping memberi gaji yang layak, dan jaminan kesehatan bagi keluarganya; secara rutin ibu-ibu pengajian mengadakan pertemuan dengan para petugas rumah sakit. Pada pertemuan itu disampaikan segala keluh kesah, usulan dan hal-hal yang menjadi harapan mereka. Walaupun tidak semua permintaan mereka dapat dipenuhi, namun setidaknya dapat menjadi saluran bagi opini mereka. Sehingga para petugas tersebut merasa tidak sekedar menjadi obyek penegakan disiplin, tetapi juga subyek yang ikut menentukan arah perkembangan rumah sakit.

^_^

“Menurut si dokter baru, pengawasan berfungsi untuk memaksa manusia mentaati peraturan sebelum kelak peraturan itu tertanam dalam benaknya dan menjadi kebiasaan hidup sehari-hari” kata Amori pada saat perjalanan pulang. Agaknya pendapat si dokter muda ada benarnya juga. Peraturan yang sejak lama ada di rumah sakit itu tidak banyak artinya sebelum pengawasan ditegakkan. 30-01-2006

Carlo dan Data Entry

Shinichi Kudo bertemu Carlo Tenggo pada sebuah pelatihan yang diselenggarakan perusahaan. Saat itu timbullah ide Shinichi (S) untuk bercanda dengan Carlo (C) nan lugu itu.

S: Halo Carlo apakabar? Annual Produk Review (APR) dah selesai semua?
C: Fine thanx. Entry datanya banyak banget jadi APR belum selesai.

S: Entry data?
C: Ya. Sekarang waktuku tuh habis untuk entry data. Kadang sampai lembur hari sabtu loh!

S: Wah hebat. Karyawan teladan dong!
C: Biasa aja kok. Teman-teman juga pada lembur.

S: Sebenarnya aku ingin usul supaya gajimu dipotong saja!
C: Haah! Dipotong? Bukannya seharusnya aku ditambah gaji. Aku kan bela-belain lembur hari sabtu untuk entry data!

S: Itulah alasan utamanya. Perusahaan nggak perlu bayar mahal untuk seorang petugas data entry.
C: Loh kok gitu?

S: Ya dong. Cukup bayar lulusan SMU. Lebih hemat.
C: Wah nggak bisa gitu dong. Aku kan juga analisis data!

S: Ya sih. Tapi waktu untuk analisis data paling cuma 20 persen dari jam kerja keseluruhan. Sisanya kamu gunakan untuk entry data. Jadi kamu hanya layak mendapat 20 persen gaji sarjana dan sisanya gaji sebagai pelaksana.
C: @#!!!!

Shinichi tertawa geli melihat Carlo yang ingin mencak-mencak tapi kehabisan kata-kata.

S: Ah aku bercanda aja kok.
C : Wah bercanda ya. Tapi sepertinya ada benarnya.....

S : Jangan dilihat dari sudut pandang jenis kerja. Kamu harus melihat dari sudut pandang lain.
C: Maksudmu?

S : Idealnya memang seperti itu. Kamu sebagai profesional harus mulai merangkak dari bawah. Harus terjun dari nol. Dengan entry data kamu jadi benar-benar menghayati raw data. Tahu persis teknis pengisian formulir data. Secara tidak langsung kamu juga akan belajar proses mendapatkan data tersebut.
C: Proses mendapatkan data?

S: Ya dong! Di raw data tergambar jelas data berasal dari pemantauan di lapangan atau dari hasil pengujian. Disitu dapat dilihat tahap-tahapnya. Carlo akan mendapat gambaran proses yang terjadi dan kira-kira apa saja yang mempengaruhi proses tersebut. Informasi itu akan berguna saat membuat APR kan?
C: Benar juga ya. Informasi itu sangat aku butuhkan untuk analisa data

(februari 2005, jln makmur bandung)

MAN AND AQUA BOTTLE


Lelaki menjelang empat puluh tahun tersebut
bernama Toyotomi Kanbei. Asisten kepala
divisi regional sebuah perusahaan pemasok
bahan pangan yang memiliki cabang di Bandung.
Shinichi Kudo bertemu dengannya pada saat
menunggu giliran pemotretan perpanjangan
SIM di Jalan Jawa.

Setelah beberapa lama mengobrol mulai dari
cuaca; tinta isi ulang; pengaruh merek
memori komputer terhadap kinerja Windows XP;
factory outlet yang pada mati jalan Otten
dan bertambah marak di jalan Riau; penjual
brownis kukus amanda yang tiba-tiba merebak
di seantero Bandung; variasi harga eceran teh
botol; tentang buku change-nya Rhenald Kasali;
sampai teknik pengendalian hama dan jamur
di gudang-gudang yang dikelola oleh perusahaan
Toyotomi, akhirnya pembicaraan berujung
pada topik rekruitmen karyawan.

Ada sebuah cerita menarik yang diungkapkan
oleh pemakai kacamata silinder tersebut. Dua
tahun yang lalu kantornya memiliki tiga orang
pekerja tidak tetap. Jatah pengangkatan
hanyalah satu orang per semester. Terpaksalah
mereka akan diangkat satu persatu bergiliran.
Setelah beberapa bulan mengamati perilaku
mereka, akhirnya Toyotomi memutuskan urutan
pengangkatan didasarkan pada sikap mereka
terhadap botol aqua gallon di dispenser yang
berada di sudut kantor. Loh kok bisa?
Rupanya Toyotomi beranggapan sikap
mereka terhadap fasilitas air minum tersebut
sedikit banyak mencerminkan perilaku kerja
mereka di masa mendatang.


^_^

Pekerja pertama bila melihat isi botol aqua
gallon habis diam saja. Juga bila dia hendak
minum dan telah membawa gelas untuk diisi air
dari dispenser. Dia memilih membatalkan
niatnya untuk minum dan meninggalkan botol
dalam keadaan kosong.


Pekerja kedua bersikap lain lagi. Bila dia
hendak minum kopi panas dan mendapati botol
aqua dalam keadaan kosong, dia segera
bertindak. Digantinya dengan botol aqua baru.
Setelah menunggu beberapa saat hingga air
menjadi panas, si pekerja menyeduh kopi
panas. Namun perilaku itu tidak terjadi bila dia
tidak hendak minum. Saat lewat di dekat botol
aqua kosong, dia hanya menoleh sejenak.
Kemudian pergi meninggalkannya begitu saja.

Pekerja ketiga bersikap lebih konsisten. Dia
segera mengganti dengan botol aqua baru begitu
mendapati botol aqua dispenser dalam keadaan
kosong. Walaupun dia hanya berjalan di dekat
dispenser dan tidak berniat untuk minum.
Nampaknya anak itu tidak ingin ada pekerja
lain yang ingin buru-buru minum kecewa,
karena harus mengangkat-angkat botol aqua
baru sebelum dapat menuntaskan dahaganya.
“Lebih baik segalanya dipersiapkan sejak dini
sehingga telah tersedia saat dibutuhkan” begitulah
jawabannya saat ditanya alasannya.

^_^

Pastilah Toyotomi memilih pekerja ketiga
sebagai orang yang diangkat semester pertama,
disusul pekerja kedua. Toyotomi tidak
memperpanjang kontrak pekerja pertama. Di
mata Toyotomi sikap mereka terhadap botol
aqua adalah sebuah reality show yang
mengukur tingkat kesigapan mereka
dalam menyelesaikan sebuah masalah (nl).

Segitiga Haibara

Di Bis yang membawanya pulang ke kampung halaman-- Shinichi Kudo mulai mengenal Haibara. Kesan pertama orangnya simpel dan efisien karena hanya membawa ransel kecil-- tanpa bekal makanan dan minuman. Perbincangan sepanjang perjalanan membawa Shinichi berkelana ke “Dunia Haibara”. Gadis berambut lebat itu sudah satu setengah tahun bekerja di bagian billing sebuah perusahaan telekomunikasi. Lulusan akuntansi sebuah universitas besar tersebut bekerja dengan dibantu 8 orang teman, dus sebagai Supervisor dia bertanggung jawab terhadap hasil kerja di bagiannya.

Setelah hampir dua jam Shinichi bercerita tentang pekerjaannya sebagai “Koboi di peternakan bakteri”, tibalah giliran Haibara bercerita tentang dirinya. Setahun silam bisa pulang ke kota kelahiran pada saat long weekend hanyalah sebuah impian. Pekerjaan hari kemarin yang menumpuk, ditambah lagi pekerjaan baru yang harus segera diselesaikan membuat Haibara selalu megap-megap. Apalagi setelah Bos-nya ditarik ke kantor pusat, semua pekerjaan beralih ke Haibara dan akibatnya dia tak punya waktu selain untuk kegiatan rutin. Hari-hari yang dilaluinya hanyalah tenggelam dalam pekerjaan rutin yang seolah tak ada habisnya.

^_^

“Namun itu cerita masa lalu” kata Haibara sambil tertawa renyah. Tawa renyah dan keceriaan khas orang-orang sanguinis--membuat perjalanan malam itu berubah jadi “sebuah perjalanan piknik yang seru” bagi Shinichi. Genap setahun keteteran dalam bekerja, Haibara mulai melakukan inspeksi diri. Dikunjunginya toko buku dan mulailah browsing buku-buku manajemen. Kemudian ditemukannya sebuah kosa kata “Delegasi”. Nah, mulai saat itu Haibara mencoba mendelegasikan sejumlah pekerjaan rutin pada teman- temannya. Sebulan pertama pekerjaan terasa berkurang. Namun kemudian justru menumpuk di penghujung bulan. Banyak kesalahan pada pekerjaan yang dialihkan pada teman-temannya. Terpaksa berhari-hari dia hanya tidur 2 - 3 jam agar dapat secepatnya mengoreksi pekerjaan yang telah dikejar tenggat waktu.

Pengalaman pahit yang membuat Haibara kembali melakukan perburuan di toko buku dan membuka kembali buku-buku kuliahnya. Akhirnya dia menemukan jawabannya, yaitu porsi pelatihan yang kurang. Mulailah setiap pagi menjelang bekerja-- Haibara mendisiplinkan diri untuk menyediakan waktu-- melatih teman-temannya. Bulan-bulan berikutnya hasilnya mulai terasa. Sedikit demi sedikit kesalahan kerja mulai berkurang dan beban kerja Haibara pun tak seberat dulu lagi. Mulai tersedia waktu luang untuk mengerjakan lebih dari sekedar pekerjaan rutin. Sayangnya masih ada masalah yang mengganjal, yaitu setiap akhir bulan ada saja pekerjaan yang bolong-bolong, kesalahan di sana sini yang membuat Haibara kelabakan dalam membuat review akhir.

Kali ini Haibara secara khusus mendatangi perpustakaan besar milik program magister manajemen sebuah universitas di pusat kota, untuk mencari jawaban atas masalahnya. Sampai ditemukannya belasan buku yang berbicara tentang supervisi. Sama persis dengan nama jabatannya “Supervisor”. Rupanya aktifitas kunci yang selama ini terlewatkan oleh Haibara adalah “Supervisi Intensif” pada teman-temannya. Yang biasa dilakukannya hanyalah supervisi di akhir bulan, yang kadangkala berubah menjadi “pengadilan” atas hasil kerja teman-temannya. Padahal kesalahan yang terjadi sebenarnya dapat cepat terdeteksi dan diperbaiki andaisaja Haibara rajin melakukan supervisi.

^_^

“Pelatihan-Delegasi-Supervisi adalah tiga rahasia terbesar yang berhasil kutemukan dalam satu setengah tahun masa kerjaku” kata Haibara dengan riang. “Resep rahasia yang sebenarnya telah tersedia di rak-rak toko buku dan perpustakaan di sekitar kita” tambahnya sambil memutar-mutar bola matanya yang legam seolah ingin memberi tekanan bahwa informasi itu begitu dekat. Menurut Haibara waktu luang untuk melakukan langkah-langkah memajukan bagiannya, kesempatan untuk mengembangkan diri, serta para pekerja yang dapat diandalkan adalah manfaat yang dipetik dari penerapan tiga resep yang malam itu dibagikan dengan senang hati pada Shinichi (nl)

Favorit film: Mississipi Burning

Mississipi 1964, dua orang aktifis persamaan ras dan seorang kulit hitam hilang ketika dalam perjalanan meninggalkan kota. Dua orang agen federal yang ditugaskan menyelidiki lenyapnya mereka, mendapat sambutan kurang bersahabat dari sheriff setempat. Ketika keadaan semakin memburuk --- bahkan dua agen tersebut mulai diancam oleh kelompok rasis Ku Klux Klan --- agen pertama memutuskan memanggil bala bantuan dari ibukota. Digunakannya sebuah gedung bioskop sebagai kantor bagi orang-orangnya. Ketika ditemukan mobil yang dikendarai ketiga orang hilang di sebuah danau, agen pertama tambah nekad. Dimintanya tambahan bantuan ratusan personil militer untuk membantu mengaduk-aduk setiap inchi permukaan danau guna mencari mayat-mayat korban. Terjadilah kehebohan besar di kota kecil tersebut. Sementara agen kedua memilih mendekati anggota keluarga salah satu tersangka untuk mendapatkan informasi. Akhirnya agen kedualah yang berhasil mendapatkan lokasi mayat disembunyikan. Kemudian dengan serangkaian trik-trik jitu, mereka berdua berhasil membongkar persekongkolan antara pengikut Ku Klux Klan dengan Sheriff yang berusaha menghapus jejak pembunuhan.

^_^

Shinichi Kudo sudah berulangkali menonton salah satu film favoritnya tersebut. Dahulu yang paling menarik dari Film Misisisipi Burning adalah backgroundnya--- yaitu perjuangan gigih melawan rasialisme. Perjuangan untuk kemanusiaan yang sangat menyentuh. Namun sekarang ada hal lain yang lebih menarik bagi Shinichi. Tekad bulat si agen pertama-lah yang membuat film itu lebih mengesankan. Ketika tidak mendapat dukungan dari Sheriff, si agen nekad meminta dikirim orang-orang baru dari kantor pusat. Bukan hanya itu, dia juga menyewa sebuah gedung bioskop untuk dijadikan base camp penyelidikannya. Bahkan tatkala pemilik motel keberatan atas orang-orangnya yang menginap di motel --- si agen pertama langsung memerintahkan anak buahnya untuk membeli motel tersebut. Sebuah tekad baja yang sangat menarik bagi Shinichi. Dengan kesungguhan seperti itu, bila seandainya si agen pertama gagal menemukan si pembunuh-pun--- dia masih layak diberi acungan jempol.

Hal lain yang menarik dari film yang diawali dengan gambar dramatis dua pancuran air minum berdampingan --- satu untuk kulit putih dan satu untuk kulit berwarna --- adalah perbedaan cara kerja kedua agen. Agen pertama bekerja berdasarkan prosedur, sistematis dan target oriented, sedang agen kedua lebih banyak mengandalkan pendekatan personal. Beberapakali terjadi konflik diantara keduanya. Namun pada dasarnya mereka saling mengisi. Agen pertama memastikan pekerjaan dilakukan secara sistematis dan menggunakan semua sumberdaya yang dimiliki dengan efektif. Agen kedua mengisi kelemahan metode pertama yang “kering” terhadap pendekatan personal; dengan bekerja mengandalkan persahabatan, simpati dan pengertian yang mendalam terhadap sifat-sifat manusia.

^_^

Hiromi bertepuk tangan mendengar cerita Shinichi tentang Mississipi Burning. Menurutnya penafsiran atas sebuah film bisa saja berubah setiap saat, tergantung perkembangan pengetahuan orang yang menontonnya. Dahulu bahan-bahan yang ada di memori Shinichi terbatas, sehingga apa yang bisa dilihat dari film itu sekedar sebuah perjuangan gigih dua sosok manusia melawan ideologi sesat rasisme. Kini seiring perjalanan waktu, dengan semakin bertambah banyaknya pengetahuan dan pengalaman yang mengendap dalam memori Shinichi; film itu seolah-olah berbicara dengan cara yang lain. NL

bandung, minggu malam 23 Oktober 2005

Akira Kurosawa : RAN

“Kau tak lebih dari bayang-bayang Hidetora” begitulah kurang lebih kata-kata istri Taro saat membujuk suaminya untuk menyingkirkan ayahnya. Dan Taro bukan saja mengusir si ayah dari kastil, namun juga bersekongkol dengan adiknya untuk menjebak ayah mereka hingga semua pengawalnya tewas, dan Hidetora-pun kemudian menjadi gila. Naasnya di detik-detik terakhir pertempuran, salah seorang tangan kanan Jiro secara sembunyi-sembunyi menembak Taro hingga tewas. Kekuasaan beralih pada si adik.

Si bungsu Saburo beserta pasukannya yang menyeberang ke wilayah Jiro untuk mencari ayahnya sengaja dibiarkan masuk dengan harapan Jiro dapat membunuh keduanya sekaligus. Sayangnya saat pasukan Jiro sedang menyerang pasukan Saburo, tiba-tiba kastilnya diserbu musuh. Setelah mendengar berita penyerbuan itu, Jiro buru-buru menarik mundur tentaranya namun tak banyak gunanya. Rupanya skenario kehancuran kastil telah direncanakan oleh istri Taro yang hendak membalaskan dendam keluarganya. Si istri yang sebenarnya adalah anak pemimpin musuh yang dibunuh Hidetora tersebut berhasil mempengaruhi Taro, dan kemudian Jiro untuk mencapai tujuannya.

Ran adalah salah satu film terbaik Akira Kurosawa yang diadaptasi dari King Lear-nya Shakespeare, dan mengambil setting situasi kala para keluarga prajurit memegang peran penting di tiap-tiap propinsi. Film ini bercerita tentang Hidetora, bekas penguasa yang telah lanjut usia dan memilih pensiun, serta membagi tiga kastil kepada tiga orang anaknya Taro, Jiro dan Saburo. Dua diantaranya kemudian menghianatinya.

^^_^^

“Saya bicara tentang keinginan Taro untuk membuktikan peranan dirinya” kata Hiromi seolah-olah membantah bila Shinichi Kudo menganggapnya akan menyalahkan istri Taro saat memperbincangkan Ran. Taro digambarkannya sebagai seorang yang memiliki kebutuhan yang berlebihan terhadap pengakuan orang lain. Haus pengakuan dan merasa perlu membuktikan kehebatan dirinya. Agaknya sifat tersebut sangat dipahami oleh istrinya, dan dengan cerdik dimanfaatkan untuk membalas dendam.

“So what gitu loh!” Kalimat itulah yang seharusnya keluar dari mulut Taro saat dikompori istrinya. Hiromi mengandaikan bila Taro mampu berdamai dengan pendapat orang lain bahwa dirinya hanyalah kepanjangan tangan ayahnya, tentu dia dan juga Jiro tidak akan menyeret marganya ke jurang kehancuran.

^^_^^

Hiromi menutup ceritanya dengan sebuah senyum tipis penuh arti. Seolah hendak berkata bahwa Shinichi-pun harus belajar berdamai dengan olok-olok orang lain. “Biarkanlah orang lain dengan pikirannya. Jangan pernah ‘bertempur’ dengan seseorang hanya karena ingin membuktikan pada orang ketiga bahwa dirimu berani” kalimat itulah yang dirasakan Shinichi dibalik senyumannya. NL

kalimantan 5 bandung

Akira Kurosawa: Kagemusha


Dalam sebuah pertempuran melawan marga musuh, Takeda Singen tertembak. Si penguasa propinsi Kai terpaksa digotong keluar dari medan pertempuran. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, salah satu calon kuat shogun yang akan berkuasa di seluruh negeri tersebut memerintahkan agar kematiannya dirahasiakan, agar propinsi Kai tidak menjadi target serangan musuh. Diam-diam ditunjuklah seseorang yang kebetulan mirip Singen untuk menjadi Singen gadungan. Selama 3 tahun kematian Singen akan dirahasiakan, dengan bantuan si duplikat yang akan berperan sebagai penguasa yang disegani propinsi-propinsi lain. Kisah tersebut terdapat dalam film Kagemusha karya Akira Kurosawa yang berlatar belakang nasib tragis marga Takeda sepeninggal pemimpinnya, Takeda Singen.

^_^

Hattori tersenyum getir mendengar cerita Shinichi Kudo tentang Kagemusha yang diam-diam juga dialami dirinya dalam bentuk yang lain. Selama ini jatah cuti panjang dari perusahaan tak pernah bisa diambilnya--- bukan karena kurang orang--- namun karena ketergantungan departemen yang dipimpinnya terhadap keberadaan Hattori. Banyak pekerjaan yang dilakukannya secara personal tanpa pernah diajarkan pada para asistennya. Sangat sulit mempercayakan sejumlah pekerjaan penting pada mereka, karena dia tak rela melihat kualitas pekerjaan menurun. Disamping itu melibatkan para asisten pada pekerjaan penting juga akan membuat pekerjaan menjadi lebih lambat. Jauh lebih lambat dibanding bila dikerjakan sendiri, karena Hattori harus sering berhenti untuk mengajari. Ditambah lagi harus berdiskusi dengan mereka, karena para asistennya bukanlah tipe pekerja yang mau didikte begitu saja tanpa penjelasan yang rasional.

Lima ratus tahun setelah kematian Singen dunia telah berubah. Nasib sebuah propinsi, apalagi sebuah perusahaan tidak lagi bergantung pada satu orang. Dalam perusahaan modern yang egaliter, nasib perusahaan ditentukan oleh keberhasilan membangun sistem. Kepergian seorang manajer tidak banyak mengganggu kinerja perusahaan. Ada prosedur baku, ada pelatihan, ada pengawasan dan ada evaluasi yang memastikan semua pekerjaan dikerjakan sistematis dan terukur sehingga dengan mudah bisa diulang lagi oleh orang lain. Namun di departemen Hattori, semua perangkat tersebut hanya diterapkan pada pekerjaan-pekerjaan yang mudah. Sementara pekerjaan yang kritis masih tetap dikerjakan sendirian oleh Hattori. Kerja personal yang “sangat mengandalkan pengalaman Hattori”, sehingga tak akan mudah ditiru oleh para asistennya.

^_^

Angin dingin berhembus kencang menembus jendela Cafe Gato Rojo. Setelah merapatkan jaketnya, Hattori kembali meneguk Capuccino spesial – menu andalan Cafe –-- yang sedikit membantu menghangatkan tubuhnya. Sambil terus mendengarkan kelanjutan cerita Shinichi tentang keruntuhan marga Takeda, diam-diam Hattori dengan sedih :( mengakui bahwa dirinya lebih cocok menjadi manajer di sebuah perusahaan yang beroperasi 500 tahun silam. NL

Kalimantan 5 Bandung 2005