Sebuah Cerita Tidak Masuk Akal

Suatu ketika Dina kehilangan  HP-nya. Sudah seminggu dicari-cari tak ketemu juga. Dari mulai kolong tempat tidur, atas lemari, bawah meja hingga atap kamar mandi semuanya nihil tidak ketemu. Akhirnya Dina give up, menyerah dan beli HP baru lagi. Untungnya Ibu-nya mau memberi uang untuk keperluan itu. Walaupun tipenya harus downgrade alias turun dari yang sebelumnya dia miliki. Tanpa kamera dan bukan touchscreen.

Pada suatu malam yang cerah Dina berbaik hati, berbagi menu makan malamnya berupa segumpal rendang super duper pedas pada Molly, kucing kesayangannya. Sesaat kemudian Molly muntah-muntah. Upss!!! Dina baru ingat klo Molly alergi - gak doyan segala yang pedas-pedas. Maka tanpa basa basi Si Molly terus beraksi mengeluarkan isi perutnya sampai akhirnya muncullah benda yang selama ini dicari-cari. 'Gedebuk" HP Dina tiba-tiba nongol diantara benda-benda yang dikeluarkan Molly. 

Dina nyaris tak percaya dengan kenyataan itu. HP ketemu kembali di tempat yang sama sekali tidak dia perkirakan. Dalam perut seekor kucing!. Berarti Si Molly punya diam-diam punya mulut yang bisa melar seperti ular hingga bisa menelan HP. "Wah inilah keberuntunganku" pikirnya. Dina jadi ingat saat dia coba meng-call HP-nya, Molly selalu beguling-guling di lantai sambil mengeong-ngeong. Barangkali perutnya terasa geli sekali seperti ada yang gelitikin karena HP dalam posisi mode getar. Makanya dia guling-guling gak jelas kaya gitu.

Pernah Dina mencoba SMS ke HP itu ternyata ada yang membalas. Tapi bahasanya tidak dimengerti oleh Dina. Bisa jadi SMS dibaca oleh cacing-cacing dalam perut Molly. Tentu saja balasannya dalam bahasa cacing yang tidak dimengerti oleh Dina. Tapi menurut Dina bisa juga jawaban SMS itu karena HP tertekan oleh usus Molly yang mencoba mencerna HP karena dikira makanan. Entahlah mana yang benar.

Kemudian setelah dipikir-pikir olehnya kenapa HP bisa ditelan Molly teringatlah dia bahwa HP-nya hilang saat dirinya sedang makan malam. Waktu itu dia pegang HP sambil menyantap ikan duri lunak. Bau amis ikan pastilah nempel di HP. Ditambah lagi screen savernya bergambar ikan gerak-gerak - dengan gambar luar biasa jernih itu telah memukau Molly. Mungkin HP-nya tanpa disadari terjatuh di bawah meja makan, Si Molly langsung menelannya karena  disangka ikan model baru. 

Kini dengan peristiwa itu Dina jadi hati-hati dengan HP-nya. Takut dimakan sama Molly lagi. Dina juga tahu Molly tidak sendirian punya hobby menghilangkan barang-barang. Dito, adik Dina yang udah umur tiga tahun itu punya hobby serupa. Bedanya dia lebih suka membanting barang apa saja yang didekatnya. Makin berteriak kaget si pemilik barang, makin senanglah dia. Terakhir iPad Ayah dijepitin ke pintu setelah dibanting gak pecah-pecah. Makanya sejak saat itu Dina cepat-cepat mengantongi HP-nya klo lihat adiknya datang.

Dongeng Burung Merak yang Berbulu Indah dan Gagak Si Pengejek

Kala gerimis turun dari langit,
burung-burung memilih pergi,
berteduh di gua-gua atau batang kayu mati
Aku tetap di sini berteman gerimis,
kusuka pada lengkung indah pelanginya,
kucinta warna-warninya yang menawan hati


 ^_^

Alkisah di Hutan Wanabolong tinggal Burung Merak dan keluarganya. Burung Merak sangat terkenal di saentero hutan karena keindahan bulunya. Warnanya dan bentuk bulu-bulunya yang indah membuat penampakan Burung Merak sedap dipandang mata dan mengundang decak kagum para penghuni hutan. Apalagi Burung Merak pandai menari, setiap sore menjelang matahari terbenam dia mengembankan bulu-bulu ekornya yang indah sambil menari berputar-putar dengan gerakan-gerakan cantik mengiringi terbenamnya matahari.













Namun disamping mengundang decak kagum, keindahan bulu-bulu itu juga suka dijadikan bahan ejekan burung-burung tertentu. Pasalnya tidak seperti burung yang lain, Burung Merak tidak pandai terbang jauh. Dia hanya mampu terbang setinggi atap rumah dan dalam jarak yang dekat. Lebih seringnya jalan-jalan di darat saja. Makanya Gagak dan teman-temannya sering mengejeknya sebagai si penyandang bulu-bulu hiasan yang tak berguna. 

Tentu saja Merak tertawa saja mendengar ejekan itu. Secara makanan dan minuman tersedia melimpah di hutan Wanabolong, sehingga dirinya tak perlu pergi jauh-jauh untuk mendapatkannya. Si Merak gemar makan biji-bijian, pucuk rerumputan, dedaunan dan serangga. Dirinya tak perlu capek-capek terbang glidik seperti Gagak yang suka makan yang aneh-aneh. Tak bisa terbang jauh-pun tak apa-apa, toh dirinya tidak hidup dalam kekurangan. Biasanya Gagak terdiam sambil bersungut-sungut bila mendengar jawaban seperti itu.

Suatu ketika terbetik kabar bahwa bangsa manusia telah membuka hutan di balik bukit, sebentar lagi mereka akan membuka hutan Wanabolong juga untuk dijadikan tanah pertanian. Para penghuni hutan heboh. Masing-masing telah punya rencana untuk menyelamatkan diri. Gajah sudah jauh-jauh hari mengungsi dengan membawa keluarganya. Dia sadar betul ukuran tubuhnya yang besar akan memudahkan dirinya ditangkap. Kijang, kerbau, monyet dan babi hutan juga telah bersiap-siap untuk menyusul hengkang ke hutan terdekat. 

Bangsa burung juga telah pada mengungsi ke hutan belantara di lereng gunung. Kini tinggal beberapa hewan saja yang masih belum mengungsi. Diantaranya terdapat Burung Merak. Si Merak tidak bisa ikut mengungsi karena terhalang sungai yang sangat lebar. Dirinya tidak dapat menyeberangi sungai yang membentang membatasi Hutan Wanabolong dengan hutan terdekat karena jaraknya terlalu jauh untuk diterbangi. Sementara untuk menyeberang lewat air, dirinya tidak sekuat kijang atau kambing yang tidak akan hanyut terbawa arus. 

Makanya dia memutuskan tetap tinggal di Hutan Wanabolong saja sambil memikirkan cara lain untuk menyelamatkan diri selain mengungsi. Berita itu membuat Gagak yang telah mengungsi tertarik balik ke Wanabolong sekedar untuk mengejek merak yang malang.

"Duh duh kasihan teman kita yang tampan ini. Benar khan kata aku juga!. Bulu-bulumu itu hanyalah hiasan tak berguna. Kini kau harus menerima nasibmu tak bisa mengungsi seperti binatang yang lain...wkwkwk " kata Si Gagak setelh berhasil menemukan Merak.

"Terimakasih Gagak atas masukanmu. Aku punya rencana lain selain mengungsi" sahut Si Merak dengan santai

"Rencana lain??? Rencana dari hongkong.... wkwkwkwk" kata Gagak tambah nafsu mengejek Si Merak

Merak tertawa kecil, lalu membacakan sebuah puisi


Kala gerimis turun dari langit,
burung-burung memilih pergi,
berteduh di gua-gua atau batang kayu mati
Aku tetap di sini berteman gerimis,
kusuka pada lengkung indah pelanginya,
kucinta warna-warninya yang menawan hati

Gagak geleng-geleng kepala tidak mengerti maksud puisi itu, walaupun dalam hati mengagumi keindahannya.  Dirinya sangat kecewa, Merak sama sekali tidak terpengaruh oleh ejekannya.

Dongeng Pak Wangsa dan Angsa Bertelur Emas

Alkisah dua tahun lalu Pak Wangsa mendapat hadiah anak angsa dari seseorang yang tidak dikenal. Belakangan setelah si angsa dewasa ternyata setiap hari mengeluarkan sebutir telur emas. Mulanya Pak Wangsa tidak yakin akan keberadaan telur emas itu. Namun setelah ditanyakan pada Tukang Kemasan di pasar, tahulah dia bahwa angsanya benar-benar mengeluarkan butiran telur emas.











Bukan main gembiranya hati Pak Wangsa. Sejak lama dia memendam cita-cita memajukan kampungnya yang rata-rata penduduknya miskin dan buta huruf. Sebagian besar tanah di kampungnya berupa padang gersang nan tandus. Kebanyakan penduduk berprofesi sebagai petani dan peternak. Umumnya miskin karena hanya lahan-lahan yang berada di kanan-kiri aliran sungai yang bisa ditanami. Pak Wangsa terhitung sebagai peternak dengan tanah yang luas, tetapi tidak semua tanahnya bisa dimanfaatkan karena tak ada pasokan air.

Selama ini penghasilan dari peternakan sapi perahnya hanya cukup untuk kebutuhan keluarganya. Dari 100 hektar tanahnya hanya sepertiga yang bisa ditanami, itupun hanya rumput-rumputan untuk makanan sapi. Biaya untuk membayar orang untuk menyiram rumput-rumputnya tak berselisih jauh dengan hasil penjualan susu. Makanya impian untuk memajukan kampung belum berhasil diwujudkannya.

Dengan adanya angsa bertelur emas, kini Pak Wangsa bisa mengumpulkan biaya untuk membangun saluran irigasi yang dipergunakan mengairi daerah-derah yang kering. Dia tak segan menyingsingkan lengan untuk merancang dan sekaligus membiayai berbagai pekerjaan terkait usaha menghidupkan tanah-tanah gersang. Dibangunnya parit-parit baru untuk menghidupkan ladang-ladang di timur desa yang sudah puluhan tahun ditinggalkan pemiliknya karena kekurangan air.

Dipekerjakannya para pemuda yang selama ini suka nongkrong di warung-warung penjual wine -- sambil mabuk-mabukan -- dengan bayaran yang bagus. Perlahan-lahan jumlah pedagang anggur merah maupun anggur putih menyusut drastis, karena setelah sibuk bekerja para pemuda tak lagi tertarik untuk mabuk-mabukan seperti pada saat mereka masih menganggur.

Seiring perbaikan irigasi, lambat laun tanah-tanah gersang mulai bisa ditanami. Ladang-ladang baru muncul dan hasil pertanian yang bisa dijual ke kota meningkat. Penduduk sangat senang dengan usaha-usaha Pak Wangsa. Tak ada lagi pemuda-pemuda mabuk begajulan yang nongkrong di warung wine. Kesejahteraan orang-orang kampung juga meningkat. Sejauh ini tak ada yang tahu kalau uang Pak Wangsa dari telur angsa. Setahu mereka Pak Wangsa rajin berderma setelah majunya perdagangan istrinya yang setiap hari berjualan kain di kota.

^_^

Masih ada satu cita-cita Pak Wangsa yang belum kesampaian, yaitu membuat waduk besar di selatan desa yang dikelilingi bukit-bukit. Waduk itu akan mengubah padang gersang dan tandus di wilayah ini menjadi tanah pertanian yang subur dan makmur. Jika hanya membuat parit-parit irigasi maka masih ribuan hektar tanah yang tidak akan tersentuh air sampai puluhan tahun yang akan datang.

Namun untuk mewujudkan itu Pak Wangsa membutuhkan uang tak kurang dari 10.000 keping dinar emas. Jumlah yang tidak sedikit dan membutuhkan 1000 butir telur emas untuk mendapatkannya. Artinya Pak Wangsa harus menunggu 1000 hari lagi karena angsanya hanya bertelur satu butir sehari.

Bermacam-macam cara telah dipikirkan Pak Wangsa dan keluarganya. Termasuk istrinya yang mengusulkan agar si angsa disembelih saja agar telur-telur dapat diperoleh lebih cepat. Tentu saja Pak Wangsa tidak setuju. Dia tahu persis jika si angsa disembelih tentu di dalam perutnya tidak akan ada satu butir telurpun, bahkan hal itu akan menyebabkan dirinya kehilangan sumber emas.

Usulan dari anaknya lain lagi. Si anak mengusulkan Pak Wangsa mengajak warga untuk bersama-sama membikin waduk. Mereka diminta merelakan tanahnya untuk dibangun waduk agar tanah-tanah tandus di sekeliling desa bisa dirubah menjadi lahan subur bagi semua orang. Telur emas akan dipergunakan untuk membiayai makan dan minum selama mereka bekerja. Dengan cara ini diharapkan waduk dapat diselesaikan walaupun perlahan-lahan.

Pak Wangsa mengesampingkan usulan anaknya itu. Dari pengalamannya sangat sulit mengajak penduduk kampungnya untuk merelakan tanah demi pembuatan fasilitas umum. Untuk pembuatan jalan desa saja perlu waktu bertahun-tahun untuk meyakinkan mereka agar melepaskan tanah untuk membangun jalan. Itu-pun dengan imbalan uang yang cukup menguras keuangan kampung. 

Lagipula mereka belum tentu percaya kalo Pak Wangsa mampu menggaji selama mereka bergotong royong. Uang dari mana?. Artinya Pak Wangsa harus menceritakan tentang telur angsa emasnya pada masyarakat umum, dan itu dapat mengundang para penjahat untuk mencurinya.

^_^

Setelah sebulan berpikir dan merenung setiap hari, akhirnya Pak Wangsa mendapat ilham untuk menyelesaikan masalahnya. Dia teringat pada seorang saudaranya yang bekerja pada pembesar di Kota Bergota. Si Bangsawan adalah seorang saudagar yang aktifitas bisnisnya membeli rempah-rempah dan timah dari para raja di pulau-pulau di kawasan timur lalu menjualnya kepada para pedagang Arab dan Gujarat kota-kota pelabuhan yang kaya di wilayah barat.

Kapal dagangnya tak kurang dari 50 Jung besar khas pedagang dari Pulau Jawa. Saking besarnya jung-jung miliknya, kapal-kapal itu sering jadi tontonan menarik penduduk di pulau-pulau kecil yang disinggahi. Jung terbesar bisa mengangkut 5000 ton lada sekali jalan.

Setelah jung-jung telah penuh muatan dari pemilik kebun rempah-rempah, maka akan bertolak menuju pelabuhan-pelabuhan di kawasan barat seperti Tuban, Bergota, Jepara, Pekalongan, Cirebon, Palembang dan Malaka yang dipenuhi para pembeli dari mancanegara. Sang Saudagar juga memiliki bisnis pos yang melayani pengantaran surat dan barang antar kota-kota pelabuhan besar di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa melalui jalur laut. Kekayaannya sangat melimpah, sehingga uang 10.000 keping dinar emas tidak berarti baginya.

Dari penuturan saudaranya Pak Wangsa tahu bahwa saudagar itu seorang penggemar hewan piaraan. Ada bermacam-macam burung aneh dan langka yang dipelihara di rumahnya. Termasuk beberapa ekor burung unta dan burung cendrawasih yang diperoleh dari rekan bisnisnya di kawasan timur.

Dia juga memiliki belasan hewan berkantung yang disebut kangguru. Konon hewan aneh itu diperolehnya dari para pelaut yang sengaja dikirimnya ke sebuah pulau besar di sebelah selatan Laut Bali. Para pelaut diutus ke pulau itu dengan membawa belasan ahli kimia dari Madrasah di Tuban yang hendak  menyelidiki kemungkinan dibukanya pertambangan emas dan timah di sana.

Dia juga dikenal dermawan. Tahun ini dia menyumbangkan tak kurang dari 30.000 buku-buku koleksinya yang berbahasa Arab dan Melayu untuk perpustakaan madrasah tinggi di Tuban. Tahun lalu Si Saudagar menyumbangkan 10 kapal perang Jung Jawa lengkap dengan meriam-meriamnya untuk Syahbandar Bergota. Dia merasa armada laut Kesultanan Demak Bintoro yang menguasai lautan nusantara perlu terus menerus  diperbaharui. Kekuatan Armada Perang inilah yang membuat kehadiran para penjelajah samudra dari Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris tidak menyurutkan dominasi para Pelaut Jawa di Nusantara yang terus terjaga selama masih tegaknya negara maritim di Pulau Jawa.


Maka pada suatu pagi yang cerah Pak Wangsa berangkat ke Kota Bergota untuk menemui Sang Saudagar setelah sebelumnya mengirimkan surat lewat saudaranya. Perlu waktu satu minggu dengan berkuda untuk sampai di rumah saudagar di Bergota yang ternyata menyambut kedatangannya dengan sangat ramah. Setelah bercerita menggebu-gebu tentang keinginannya untuk membangun waduk di kampungnya, Pak Wangsa menawarkan angsanya kepada si Saudagar dengan harga 10.000 keping dinar emas. Sama dengan biaya pembuatan waduk. 

Si Saudagar diam-diam merasa kagum dengan semangat Pak Wangsa membangun kampungnya. Orang ini mirip sekali dengan dirinya yang juga rela mengorbankan hartanya untuk kemajuan negara maritim di Jawa. Maka dia bersedia membantu Pak Wangsa.

Namun sebelum memutuskan membeli angsa, dia merasa perlu meminjamnya selama seminggu  untuk membuktikan kebenaran cerita bahwa si angsa itu mampu bertelur emas. Seminggu kemudian Si Saudagar percaya kebenaran cerita Pak Wangsa dan setuju membayar 10.000 keping dinar emas tunai untuk angsa Pak Wangsa. Bahkan dia mengirimkan pembantu-pembantunya yang ahli ilmu ukur dan ahli rancang bangunan yang pernah berguru langsung pada Koca Mimar Sinan untuk merancang waduk dengan cermat sesuai kondisi topografi wilayah itu.

Akhirnya Pak Wangsa berhasil mewujudkan keinginannya untuk membangun waduk di selatan kampungnya. Setelah waduk selesai dibangun maka daerah-dearah tandus di wilayah itu berangsur-angsur berubah menjadi lahan-lahan subur dengan hasil pertanian yang melimpah ruah dan menjadikan daerah itu salah satu wilayah termakmur di negeri itu. Pak Wangsa sendiri cukup puas dengan tanah pertaniannya yang sekarang bisa ditanami berbagai macam tanaman pangan disamping rumput untuk makanan sapi-sapinya (Undil-2012)