Puisi Ucapan Ulang Tahun Bahasa Jawa - by Undil

Pripun kabaripun Mbah
mugi-mugi panjenengan
tansah diberkahi samudayanipun
pun ugi garwa lan sedaya kaluwarga
tan kendat saking kasih sayang Ilahi

Ing dinten bahagia punika
kawula ngaturaken sugeng tanggap warsa
kanthi tulusing athi
Sumangga kita dunga dinonga
supados manah kita tansah lega lila
marang pepesthen Ilahi,   
minangka kunci kabahagiaan sejati

Rahasia Rumah Kos Romo Gatu


Jika kita bertandang ke rumah kos Romo Gatu tentu kita tidak segera bisa melihat hal yang istimewa dari rumah kostnya selain tampak bersih dan halaman belakang yang luas yang ditanami berbagai macam sayuran, terdapat kandang ayam, dan sebuah kolam ikan besar di pinggirnya. Di bangunan dua lantai itu terdapat kamar-kamar kos ukuran sedang, kamar tamu, ruang tengah yang merangkap ruang makan dan sebuah ruang belajar besar yang dilengkapi dengan meja-meja panjang.  Tak jauh beda dengan rumah kos biasa di wilayah itu, selain keberadaan ruang belajar yang luas.




Letaknya di pinggiran selatan Kota Jogja, rata-rata rumah disitu masih memiliki halaman belakang yang luas. Walaupun di pinggiran kota namun letaknya tidak terlalu jauh dari kampus dan terhitung lebih laku dibanding rumah kos sekitarnya. Padahal harga yang ditawarkan juga sama saja dengan tempat kos lain yang juga ada di sekitarnya.  

Penyebabnya apa? Ternyata ada pada suasana yang dibangun lulusan sebuah pesantren di Jawa Timur ini. Suasana itu timbul dari aturan-aturan yang diterapkan pemilik beberapa toko oleh-oleh di Jogja ini.

Romo Gatu memiliki aturan-aturan yang harus ditandatangani seorang calon anak kos sebelum bisa diterima menjadi penghuni kos. Dia punya dua orang penjaga kos yang bertugas menegakkan aturan-aturan itu. Para pelanggar aturan pastinya harus rela angkat kaki dari tempat kos itu. Diantara aturannya adalah semua penghuni kos pria ini harus sholat berjamaah di mushola samping rumah. 

Sehabis maghrib mereka harus mengaji Al Quran sampai saat sholat Isya. Kemudian pembersihan rumah digilir untuk semua penghuni kos, persis seperti tugas piket anak SD jaman dulu. Mencuci baju juga tidak diperkenankan mempergunakan pembantu, kecuali untuk urusan setrika baju, Romo Gatu menyediakan pembantu untuk melakukannya.

Urusan memasak sudah ada koki yang menyediakan makan malam sederhana, tapi urusan cuci piring harus dilakukan oleh penghuni kos secara bergilir. Biasanya diantara anak-anak itu secara bergiliran menyumbang lauk-pauk untuk melengkapi lauk pauk sederhana yang disediakan Romo Gatu. 

Romo Gatu hampir selalu bergabung makan malam dengan anak-anak kos dan mendiskusikan hal-hal menarik, terutama tentang hal-hal yang menyangkut masa depan anak-anak muda itu. Serunya kos di rumah Romo Gatu terletak pada makan malam ini. Anak-anak kos jadi saling kenal dan mengerti latar belakang keluarga masing-masing serta menjadi lebih akrab.  Setelah akrab mereka jadi tidak sungkan saling bantu dan merasa seperti memiliki keluarga sendiri di perantauan.

Bagaimana Romo Wage Merubah Kebiasaan Kuliner Warga Jalan Komaruddin


Ketika tinggal sementara di rumah pamannya di Jalan Komarudin -- saat ngumpul-ngumpul dengan para pemuda -- Romo Wage sering mendengar mereka membicarakan tentang jajanan enak-enak yang baru saja mereka nikmati. 












Rata-rata mereka memiliki standar cita rasa yang sama.  Jadi saat seseorang mengatakan bahwa bakso anu enak, kemudian seorang yang lain mengatakan bakso ana yang enak, setelah lain hari mereka ramai-ramai mencoba rasa kedua bakso tersebut,  maka mereka akan sepakat bakso mana yang lebih enak.

Pembicaraan akan lebih seru klo ada jajanan yang baru buka di salah satu sudut kota. Si penemu jajanan itu akan dengan antusias menggambarkan rasa jajanan yang baru saja dicobanya. Dari mulai racikan bumbunya, hingga aksesories-aksesories penunjang makanan. 

Jika makanan itu berupa bakmi jawa, maka akan dinilai rasa kuahnya, lalu mienya dan ayamnya. Kemudian menyusul dinilai aksesories seperti perkedel, kerupuk, tambahan brutu dan uritan serta tak lupa minumannya. Dari hasil penilaian itu akan disimpulkan apakah bakmi jawa tersebut layak dicoba atau tidak. Pendeknya warga Jalan Komaruddin rata-rata memiliki bakat kuliner dan selera yang bagus tentang cita rasa makanan.

Romo Wage yang mengamati kebiasaan warga itu menjadi tertarik untuk mendorongnya ke arah yang lebih bermanfaat. Jalan Komaruddin adalah jalan utama yang sangat strategis di Jogja.  Jalan peninggalan Belanda ini bagus dan lebarnya sampai 10 meter sehingga kanan kirinya bisa dipakai untuk parkir. Udah gitu gampang dicapai, tidak terlalu ramai dan rumah-rumah penduduk rata-rata memiliki halaman depan yang lumayan luas.  

Yang terpikir di benak Romo Wage adalah merubah kebiasaan penduduk dari sekedar pecinta kuliner menjadi pelaku bisnis kuliner. Dengan bekal pengetahuan mereka tentang cita rasa makanan dan lokasi rumah-rumah penduduk yang strategis, maka tak ada alasan untuk tidak membuka bisnis kuliner. 

Saat Romo Wage mencetuskan ide tersebut di rapat warga, banyak pemuda yang terhenyak. Selama ini kebanyakan mereka membayangkan bekerja di toko atau di kantor setamat sekolah. Bagi yang sekolah sampai universitas tentu memimpikan kerja di Jakarta atau di luar negeri.

Yang tak kalah terhenyak adalah para orang tua yang selama ini ikut pontang-panting mencarikan pekerjaan bagi anak-anak mereka yang sudah lulus kuliah. Kebanyakan mereka serta merta mengatakan tidak ragu untuk memberikan modal pada anak-anaknya. Hitung-hitung sambil menunggu dapat kerja.

Tentu saja ada juga yang pesimis dengan ide Romo Wage. Penduduk Jalan Komaruddin tidak terbiasa menjadi wirausahawan kuliner. Sebagian besar para orang tua bekerja sebagai dosen, pegawai negeri, dan juga pemilik toko kelontong di sejumlah pasar. Sementara para anak muda banyak bekerja di bengkel, percetakan, usaha fotokopi dan pemilik counter handphone di mal.  Ide Romo Wage ini dengan cepat diterima oleh para anak muda, terutama yang sudah selesai sekolah tetapi belum mendapat pekerjaan.

Ada tiga puluh anak muda yang tertarik untuk berbisnis kuliner. Romo Wage yang mengumpulkan mereka di rumah pamannya segera saja memberi kursus kilat tentang bisnis kuliner kepada mereka. Kursusnya cuman 15 menit, karena menurut Romo Wage bisnis kecil bisa dipelajari sambil jalan. Isi kursusnya sederhana, bahwa mereka harus kerja keras, klo perlu mengurangi jam tidur dan harus berdisiplin membelanjakan uang. Habis itu Romo Wage membagi mereka menjadi enam kelompok, masing-masing diminta memilih makanan yang akan dijual.

Seminggu kemudian anak-anak muda itu telah memutuskan makanan yang akan dijual, ada enam jenis makanan sesuai dengan jumlah kelompok, yaitu Bakso Malang, Batagor, Rawon, Sushi, Bakmi Godhog dan Surabi. Modal bukan masalah buat mereka karena rata-rata orang tua mereka mampu menyediakan modal yang dibutuhkan. Tinggal masalah cara memasaknya. Walaupun mereka jago menilai makanan, mereka tidak berpengalaman dalam meracik makanan. Karenanya Romo Wage sengaja mengundang ekspert untuk masing-masing makanan.

Untuk Bakso Malang, Romo Wage mengundang temannya dari Malang yang sudah terbiasa mengajari orang membuat Bakso. Kelompok yang akan menjual Batagor diperkenalkan oleh Romo Wage dengan temannya dari Bandung yang memiliki warung Batagor yang laris di Bandung.

Demikian juga dengan pembuatan Bakmi Godhog akan langsung diajari oleh suhunya bakmi dari Gunung Kidul, Rawon oleh Empu Rawon dari Ponorogo, Surabi oleh Tukang Surabi dari Solo dan pembuatan Sushi akan diajari oleh teman Romo Wage yang menjadi koki di hotel bintang lima di Bali. Semua ahli meracik makanan itu disewa Romo Wage selama dua minggu. Seminggu untuk mengajari meracik makanan dan seminggu lagi untuk mendampingi berjualan makanan.

Selama tujuh hari para anak muda itu belajar membuat makanan di rumahnya. Dan mulai hari kedelapan hingga keempat belas  mereka langsung praktek membuat makanan yang hasilnya langsung dijual di cafe-cafe tenda yang dibangun di depan rumah mereka. Awalnya finishing pembumbuan masih dilakukan oleh para expert, namun setelah hari ketujuh para expert tinggal mengawasi saja sambil memberi petunjuk bila bumbu-bumbu yang ditambahkan kurang pas.

Cerita Anak: Beginilah Perang di Gaza


Pada suatu ketika, ada sebuah keluarga yang disebut Pal. Mereka tinggal di sebuah rumah yang panas dan berdebu, tetapi mereka suka, dan telah tinggal di sana selama lebih dari 2000 tahun. Kemudian satu hari, mereka kedatangan beberapa pengunjung.

"Kami adalah Keluarga Izzy," kata kepala keluarga yang baru datang.

"Kami akan pindah ke sini"

"Apa?" tanya Keluarga Pal. "Kalian tidak boleh pindah ke sini"
"Ya, kami boleh," kata Izzy. "Orang-orang itu berkata kami boleh pindah ke sini" kata si pendatang baru sambil menunjuk ke sejumlah orang bersenjata lengkap yang mendampingi mereka. Nama mereka adalah Usa dan Uk.

"Hai," kata yang besar. "Saya di sini untuk memberitahu kalian bahwa Izzy dan keluarganya telah menderita trauma menyedihkan. Mereka membutuhkan rumah baru"

"Saya setuju," ujar Pal. "Tapi ini adalah rumah kami, dan ukurannya sangat kecil. Bagaimana jika kalian saja yang memberikan sebagian ruangan di rumah kalian untuk mereka? "

"Mereka ingin tinggal di sini, karena nenek moyang mereka tinggal di sini," kata Usa.

"Tetapi itu tidak adil," kata Keluarga Pal keberatan.
Terjadilah jalan buntu. Masyarakat luas dipanggil untuk mengadili. Keluarga Izzy mengatakan bahwa masalah dapat disimpulkan dalam sebuah pertanyaan sederhana:

"Apakah keluarga Izzy memiliki hak untuk hidup? Ya atau Tidak?"

Kemudian si raksasa Usa sangat menyetujuinya:

"Ya, kami menyatakan bahwa keluarga Izzy pasti memiliki hak untuk hidup"

"Tunggu dulu" kata salah seorang anggota Keluarga Pal.
"Persoalannya bukan Keluarga Izzy memiliki hak untuk hidup. Namun apakah mereka memiliki hak untuk hidup di rumah kami"

Usa tampak sangat terkejut.
"Keterlaluan! Kalian berkata Keluarga Izzy tidak memiliki hak untuk hidup? Kalau begitu otomatis kalian adalah Kelompok Teroris! Tukang Genocide!. Sekarang kalian dalam masalah besar!"

Anggota keluarga Pal tidak tahu apa yang bisa dilakukan. Mereka menyadari bahwa mereka perlu teman yang kuat juga. Mereka membawa perkara ke pengadilan. Ketua hakim adalah seseorang bernama Yuen, terkadang dilafalkan U.N.

Hakim Yuen berbicara ke banyak anggota masyarakat, termasuk Ms Asia, Perancis, dan sebagainya. Mereka semua sepakat apa yang dialami Keluarga Pal sangat tidak adil. Hakim Yuen mengeluarkan beberapa keputusan untuk membuat situasi lebih adil. Tetapi Keluarga Izzy mengabaikan keputusan itu, dan mereka didukung sepenuhnya oleh Usa.

Keluarga Izzy semakin besar, semakin kuat, semakin kokoh dan semakin kaya. Sementara Keluarga Pal semakin miskin dan semakin miskin. Tahun-tahun penuh ketidakadilan dan kesewenang-wenangan tidak dapat dielakkan. Salah satu anggota Keluarga Pal adalah seorang lelaki bernama Hamas. Dia tidak tahan lagi. Dia tidak mau tunduk dan mulai melawan.

Dalam pembalasan terhadap lelaki itu, Keluarga Izzy melakukan serentetan tindak kekerasan secara besar-besaran terhadap Keluarga Pal. "Tolong berhenti," ujar Keluarga Pal, setelah 900 anggota keluarga mereka terbunuh.

Hakim Yuen dan sebagian besar anggota masyarakat internasional juga menyerukan Izzy menghentikan serangan.
Tapi anggota yang paling kuat dari masyarakat internasional, yaitu Usa, berkata kepada Keluarga Izzy agar terus melanjutkan pembantaian. Usa berkata bahwa segala kejadian mengerikan yang terjadi pada Keluarga Pal adalah kesalahan mereka sendiri. "Keluarga Izzy memiliki hak untuk hidup," kata Usa. "Dan dia mempunyai hak untuk membela diri."

Kemudian mereka semua hidup dalam kondisi menyedihkan secara berkepanjangan.

^_^

Sebuah cerita sedih bukan? Hanya ada satu cara agar cerita ini memiliki akhir yang berbeda.
Pemerintahan baru U.S perlu mengingat kata-kata Abraham Lincoln, yang telah dilupakan oleh pemerintahan yang lama: "Satu-satunya cara untuk membinasakan musuhmu: Buatlah dia menjadi teman Anda" .

Ditulis oleh Nury Vittachi
Penulis adalah wartawan dan kolumnis.
diterjemahkan oleh undil dari the jakarta post

catatan:
USA: United States of America
UK: United Kingdom (Inggris)
U.N: United Nation (PBB)

Puisi Anak: Perang Suci di Gaza


Kala perang suci tak terelakkan
musuh menyerang
dengan senjata tak terbilang
kalian bertempur
dengan senjata sekedarnya di tangan
Mereka berperang
dengan perut kenyang
Kalian sudah lama sekali
sulit menemukan makanan

Tapi perang kalian beda dengan mereka!
Bila mereka perang
untuk mendapatkan tanah jarahan
kalaupun mati, hanya mati demi materi
(hiks! sungguh kasihan Perang demi Materi)
Kalian bertempur demi kemerdekaan
Kalian berjuang mengakhiri penjajahan
Kalian ditemani ribuan malaikat bertasbih
Kalian dirindukan para penghuni langit
Kemenangan berarti kemerdekaan
Kematian-pun janji kemuliaan di alam keabadian

Mereka betempur penuh ketakutan
hati berkerut-kerut karena takut mati!
Kalian bertempur gagah berani, tidak takut mati!
Mereka sungguh ngeri dengan keberanian kalian
karena jiwa-jiwa mulia sungguh menakutkan
bagi jiwa-jiwa lemah yang berkerudung kegelapan
Bagi mereka kematian adalah jalan kehinaan
Mati demi sejumput tanah rampasan
sungguh kehinaan yang tak terlukiskan

Cerpen Kebiasaan-kebiasaan Naida yang Menggemaskan


Seminggu sekali ketika penjual udang itu datang, Naida sudah berdiri di depan pintu rumahnya, sebentar memeriksa udang-udang dalam jala dan menanyakan harganya. Biasanya Naida selalu membayar lebih dari yang ditawarkan si bapak dan orang itu akan membantu membersihkan udang di pancuran depan rumah.

Begitulah rutinitas tiap minggu yang selalu dilakukan Naida. Si Bapak adalah pencari udang dari sungai-sungai yang masih memiliki air yang jernih yang masih banyak terdapat di sekeliling kota kecil ini. Bagi Si Bapak, Naida adalah konsumen favoritnya. Hanya Naida yang mau membeli udangnya dengan harga mahal dan menjadi tumpuan penghasilan untuk hari-hari dimana udangnya tidak laku.

Kebiasan lain Naida adalah membeli koran duaribuan dengan harga lima ribu dari seorang perempuan penjaja koran di perempatan dekat kantornya. Biasanya si Mbak yang sudah hapal dengan mobil Naida mengulurkan korannya dan Naida memberikan uang lima ribu rupiah walaupun harga koran tersebut hanya dua ribu rupiah. Tentu saja hal itu membuat kehadiran Naida dinanti-nanti setiap hari kerja oleh Si Mbak. Walaupun hanya tiga ribu perak, kelebihan uang itu membuat dirinya merasa ada yang memperhatikan.

O-ya ada kebiasaan unik lain yang rutin dilakukan Naida. Setiap hari jam 6.15 selama 10 menit dia nongkrong di halte bis di pintu keluar kompleks perumahannya. Ada banyak teman kerjanya yang tinggal di perumahan yang sama dengan Naida.  Sebagian besar naik kendaraan sendiri, namun ada juga yang rutin naik angkutan umum walaupun harus beberapa kali ganti.

Biasanya dengan nongkrong 10 menit itu ada saja temannya yang kebawa bersama mobilnya.  Lumayanlah bisa jadi teman ngobrol selama perjalanan. Penumpang favoritnya adalah Si Ucil yang memiliki perbendaharaan ratusan cerita menarik berkat kegemarannya berpetualang ke pulau-pulau terpencil di seluruh penjuru nusantara.

Kebiasaan lain yang gak pernah ditinggalkan Naida adalah menyambangi tukang gorengan yang buka lapak di depan Plaza seratus meter dari kantor. Biasanya Naida memperlambat mobilnya, Si tukang gorengan buru-buru mendekati mobil Naida sambil mengulurkan bungkusan gorengan dan menerima uang dua puluh ribuan dari Naida. Sudah otomatis karena Naida selalu membeli gorengan di hari kerja untuk dimakan bersama teman-temannya di kantor.Walaupun kadang buntutnya gorengan Naida jadi bahan candaan sebagai tertuduh utama kalau hasil general checkup temannya menunjukkan kadar kolesterol yang tinggi.

Kalo di kantor lagi ada bonus yang biasanya dibagikan 10 kali dalam setahun, maka empat karton pizza big size adalah makanan yang rutin dibeli Naida untuk dimakan ramai-ramai di kantor. Uniknya Naida selalu memesan Pizza dari vendor  yang berbeda. Terkadang dari toko-toko besar kaya Papa Ron, tetapi lebih seringnya dari tukang pizza rumahan atau dari ibu-ibu yang sedang memulai usaha menjual pizza.

Berkat tantenya yang mejadi ketua asosiasi katering di kota ini, maka Naida selalu mendapatkan info tukang pizza yang enak yang ada di seantero kota.  Acara makan pizza Naida ini adalah acara yang sangat ditunggu-tunggu teman-teman Naida karena memberi inspirasi tempat-tempat menjual pizza yang enak.

Naida juga gemar membeli mainan anak-anak yang ditawarkan penjaja di lampu merah. Entah kenapa mainan murah itu selalu saja menarik buat Naida. Tentunya bukan untuk dirinya sendiri. Biasanya diberikan pada anak-anak tetangga  sekitar rumah Naida atau pada keponakan-keponakannya. Makanya Naida adalah tante paling favorit buat para keponakannya karena mainan-mainan yang sering dibagikan itu. Yah, buat anak-anak mainan harga murah atau mahal tidak ada bedanya.

Buku adalah kegemaran lain Naida. Uniknya dia tidak pernah menyimpan buku lama-lama. Biasanya begitu selesai dibaca, Naida mencatat hal-hal yang menarik dari buku yang sudah dibacanya tersebut lalu memberikan pada teman-temannya. Naida hanya menyediakan rak untuk menyimpan dua ratus buku di rumah. Jika dia membeli buku baru maka harus ada buku lama yang diberikan kepada teman-temannya. Kadangkala temannya ada yang sudah booking buku yang baru saja dibeli Naida. Jika nanti Naida sudah selesai baca maka buku itu akan beralih ke tangan temannya.

Kadang-kadang Naida tidak langsung melepas buku yang sudah selesai dibaca karena masih ingin membaca ulang. Jadi baru dua atau tiga bulan kemudian buku  itu dikeluarkan oleh Naida. Aliran buku-buku Naida ini sangat dinanti oleh teman-temannya, terutama karena Naida sangat jago memilih buku-buku yang berkualitas. Bagi Naida sendiri kebiasaan itu membuat dirinya tidak dipusingkan dengan urusan mencari tempat menyimpan buku-bukunya.

Kebiasaan lain yang tidak bisa ditinggalkan Naida adalah mengajar mengaji anak-anak tetangga. Dulu waktu Naida masih tinggal bersama Bapak Ibunya dia mengajar di masjid samping rumahnya. Namun setelah tinggal di rumah sendiri, Naida lebih sering mengundang anak-anak mengaji dirumahnya. Kini Naida bukan hanya mengajar mengaji, tapi juga mengajar anak-anak itu untuk menghapal surat-surat dalam Al Quran.

Bagi Naida kedatangan anak-anak untuk mengaji adalah kebutuhan dirinya, bukan hanya kebutuhan anak-anak itu.  Ruang tengah tempat anak-anak itu mengaji serasa menjadi bercahaya terang benderang di hati Naida. Alunan suara Al Quran yang dilantunkan anak-anak itu menyebarkan rasa tentram dan damai di dada Naida.

^_^

Ketika Naida harus menjalani pelatihan 6 bulan di Iwate, Jepang, ketidakhadiran Naida menjadi kehilangan besar bagi banyak orang. Mulai dari Tukang Udang, sahabat-sahabatnya di kantor, tukang koran sampai anak-anak tetangga merasa rindu atas kebiasaan-kebiasaan kecil yang dilakukan Naida (undil-2012).