Kisah Sinan Membangun Pasar Rakyat

Adalah Ahmad Mimar Sinan, ketua RW 77 yang bagaikan mendapat durian runtuh kala para warga mengadukan tanah kosong seluas dua lapangan bola yang tadinya dijadikan tempat main sepak bola dan aneka olahraga lainnya oleh anak-anak muda, kini mendadak sepi. 

Penyebabnya sederhana, Pemerintah Kota alias Pemkot menggratiskan sebuah lapangan besar dekat kampung Sinan yang baru saja selesai dibangun untuk aktivitas warga kota. 

Jadilah anak-anak muda lebih senang datang ke sana karena tempatnya jauh lebih nyaman, rumputnya empuk terpelihara dan tersedia fasilitas penunjang seperti kamar ganti yang jauh lebih baik.














Sinan gembira mendengar pengaduan warga yang mendadak warungnya sepi atau yang khawatir jika dibiarkan kosong akan menjadi tempat berbuat yang bukan-bukan makanya mereka berharap Sinan memberi solusi.

Meskipun banyak usulan untuk menjadikannya Taman Bermain Anak, Kebun Buah-buahan, Arena Senam Pagi  atau bahkan amphitheater untuk pertunjukan kesenian tradisional-- Sinan lebih suka menjadikannya sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang jauh lebih bermanfaat bagi warga daripada sekedar tempat rileks menikmati taman, hiburan atau olahraga.

"Bapak-bapak sekalian, saya punya usulan yang jauh lebih bermanfaat daripada menjadikan lahan kosong kita -- yang sangat langka dimiliki oleh kampung lain --  sebagai tempat bersenang-senang, menghibur diri atau arena berolahraga. Saya akan menjadikannya pasar gratis yang bebas biaya sewa bagi siapa saja warga yang mau berjualan!"

Mendadak para hadirin pada sidang RW menjadi riuh rendah saling berbicara satu sama lain karena saking kagetnya. Pasar gratis bagi semua pedagang adalah sebuah ide yang luar biasa baru bagi mereka. Seketika juga mereka ingat bahwa selama ini mereka memiliki produk-produk yang dipasarkan lewat para pemilik toko besar. Marginnya tipis karena toko-toko besar itu harus menyewa tempat di Mal yang mahal.

Kini mereka punya tempat berjualan sendiri yang gratis!. Sesuatu yang sama sekali tak terbayangkan. 

Cara Unik Salihara Dandot Membangkitkan Sensasi Kenikmatan Bekerja Kawula Muda saat Memperingati Ulang Tahun Kotanya

Salihara Dandot sebagai ketua RW-09 dengan suara berat mengemukakan pendapatnya. Sebelumnya para tetangga telah mengusulkan macam-macam perayaan menghadapi ulang tahun kota. Ada yang mengusulkan pentas dangdut, lomba nyanyi, pentas tari-tarian, aneka kesenian tradisional sampai festival kuliner. Bahkan ada yang mengusulkan fashion show pakaian tradisional. Kini Salihara mengemukakan sesuatu yang berbeda.

Semua usulan yang masuk adalah hiburan. Sedangkan warga jarang melakukan sesuatu yang serius secara bersama. Mereka sibuk, dan saat-saat perayaan ulang tahun kota ini adalah saatnya warga berkumpul dan melakukan kegiatan bersama. 

Salihara ingin warga mengerjakan sesuatu yang lebih bermanfaat daripada sekedar hiburan. Bukankah sayang sekali waktu berkumpul yang sangat jarang ini kok hanya untuk bersenang-senang, bukan mengerjakan sesuatu yang lebih besar.

"Saya pikir saat ini bukanlah saatnya untuk bersenang-senang. Banyak tetangga kita yang sedang kesusahan karena bisnisnya merosot atau sedang menghadapi PHK. Kita lebih baik melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat dalam kebersamaan kita. Kita jarang-jarang bisa melakukan kegiatan bersama -- jangan sampai hanya diisi dengan hiburan, kuliner dan fashion. Kita sanggup melakukan sesuatu yang lebih besar, lebih bermakna, lebih berarti dan manfaatnya kita rasakan selama-lamanya!" kata Salihara memulai kata-katanya dengan roman muka penuh semangat.

Hadirin diam mendengar kalimat yang muncul dari Pak Ketua RW. Mereka kaget dengan preambule Salihara yang langsung menepis aneka acara hiburan yang mereka usulkan. Diam-diam warga merasakan kebenaran di balik kata-kata Salihara tentang tetangga-tetangga mereka yang kesusahan secara ekonomi. Namun mereka tidak tahu arah kata-kata Salihara.

"Saya mengusulkan kita membenahi fisik kampung kita. Kita bareng-bareng menyisingkan lengan mengerjakan usulan yang pernah kita setujui dalam rapat RW setahun yang lalu. Kita pernah sepakat untuk merobohkan pagar-pagar rumah kita supaya tersedia lebih banyak ruang kosong untuk kita bersama. Manfaatnya akan kita rasakan jangka panjang. Anak-anak punya ruang untuk bermain lebih luas. Lebih banyak tanaman-tanaman yang bisa kita tanam serta kampung kita akan terlihat lebih lega, udaranya segar dan suasananya lebih asri" lanjut Salihara, 

Bagaimana Raijo membuat orang-orang merasa kehilangan

Namanya Raijo. Pekerjaannya mengurus kebersihan masjid besar. Mulai dari mengepel lantai, menyapu halaman masjid, bersihkan kamar mandi hingga melakukan perbaikan jika ada kerusakan perlengkapan elektronik masjid seperti AC dan sound system.

Namastra Raijo Shalahuddin tidak mau dibayar dalam mengerjakan semua keperluan masjid itu.  Dia mendapat nafkah dari ngebengkel angkot-angkot yang ngetem di jalan raya yang membentang di depan masjid.

Para sopir mengenalnya sebagai Jo-Tokcer. Imbuhan tokcer itu menunjukkan tingginya ketrampilan dalam mereparasi kerusakan mesin mobil. Lima tahun sekolah di Kyoto ditambah 10 tahun pengalaman kerja di seluruh penjuru Jepang telah membuatnya menjadi seorang ahli mesin yang matang.

Uniknya Raijo baru mulai bekerja selepas sholat dhuhur. Padahal dari sebelum Shubuh dia sudah di masjid. Sehabis sholat Shubuh Raijo biasanya mengajar anaknya dan anak-anak tetangga membaca Al Quran. Kemudian dilanjutkan tilawah Al Quran hingga matahari terbit. Lalu Raijo pulang ke rumah untuk sarapan, serta membantu istrinya beberes rumah. 

Ketika Ibu Sukat melabrak Warnet Games Online di RW 09

Sebagai Ketua RW 09 - Pak Wage tidak bisa berdiam diri lagi ketika kehebohan muncul di wilayahnya. Ibu Sukat melabrak warung internet merangkap tempat permainan games online milik Pak Hendrix -- dan mengusir anak-anak yang sedang asyik main games. Gara-garanya Pak Hendrix mengingkari janji yang pernah diucapkan dihadapan warga kampung. 













Dulu sewaktu warga keberatan saat Pak Hendrix akan mendirikan warnet -- dia berjanji tidak akan membiarkan anak-anak berseragam sekolah main games online, ataupun membiarkan mereka merokok di sana. Dia juga berjanji menutup warnetnya jam 9 malam supaya anak-anak tidak begadang di sana.

Belakangan warga memergoki Pak Hendrix mengingkari semua janjinya. Anak-anak berseragam sekolah memenuhi warnetnya dibiarkan saja. Termasuk pada saat jam sekolah. Dia juga membiarkan anak-anak merokok di sana, bahkan menyediakan rokok yang dijual secara batangan kepada mereka. Warnetnya juga baru tutup lewat tengah malam. 

Banyak anak-anak yang pulang sekolah bukannya ke rumah dulu, tetapi langsung nongkrong di warnet hingga malam hari. Tentu saja para ibu kelabakan dengan kelakuan baru anak-anak mereka. Keresahan muncul sejak lama -- tapi baru muncul ke permukaan setelah Ibu Sukat memergoki anaknya merokok sambil nongkrong di warnet.

Awalnya Ibu Sukat berusaha bicara baik-baik pada Pak Hendrix. Namun jawaban Pak Hendrix sungguh tidak mengenakkan hatinya. Dikatakannya Ibu Sukat berpikiran kuno dan mendidik anak adalah tugas orang tuanya. Pak Hendrix mengatakan dia tidak pernah memaksa anak-anak itu datang ke warnet atau membeli rokok yang disediakan di warnetnya.  Tugas orang tua untuk membuat anak-anak tidak tergoda dengan tawaran-tawaran yang disediakan warnet Pak Hendrix.

Istri yang Sempurna

Namanya Zayn Abdul Malik Marwan. Laki-laki usia sembilan belas tahun. Lulusan SMK swasta di kampungnya, Cipaganti Wetan. 

Sejak selesai sekolah dua tahun lalu, Zayn bekerja sebagai penjaga toko di Bandung. Kini dia ngontrak kamar 2x3 meter berjarak lima belas menit bersepeda menuju Grage Mal tempatnya bekerja. 

Tubuhnya yang jangkung itu dulunya kurus kering, sekarang dari hari ke hari semakin berisi dan sehat karena aktivitas fisik bersepeda setiap hari. Limabelas menit saat berangkat, dan bisa satu jam saat pulang kerja karena dia sengaja mencari jalan memutar sambil berolahraga. 

Meskipun belakangan ini frame sepedanya mulai terasa kurang nyaman, Zayn masih rajin bersepeda walau dengan hati galau -- bukan galau karena sepedanya, tetapi karena sebab lain.

Teman-teman sekolah Zayn satu persatu menikah. Ada yang menikah dengan teman kerja di kota, dengan teman di kampung, dengan saudara jauh, dan bahkan dengan sesama alumni SMK di kampungnya. 

Bukan iri hati yang membuat Zayn galau, tetapi tawaran dari Ibu Kost yang telah 2 tahun ditempatinya yang membuatnya gamang.

Ibu Kost yang sudah sepuh itu menawarkan kepada Zayn untuk menikahi putrinya. Dikatakannya putrinya tertarik pada Zayn karena kebiasaan Zayn yang setiap sore mengajar mengaji dan bercerita tentang kisah para nabi kepada anak-anak kecil yang tinggal di sekitar tempat kost. Sebuah kebiasaan lama dirinya selama di kampung yang dibawanya ke kota.

Kejutan Manis Ibu Kost Anggi yang Jelita

Enam bulan sudah Anggi bersekutu dengan mahasiswi-mahasiswi tetangga kostnya menggarap anak-anak sekitar. Kamar kostnya semakin semarak dengan kehadiran anak-anak selepas maghrib. Materi mengaji-pun semakin canggih saja. 

Beberapakali mereka mendatangkan guru tahsin untuk mengasah kemampuan mereka dalam membaca Al Quran. Juga koleksi buku-buku kisah para nabi dan para sahabat telah menggunung. Selingan dongeng itulah daya pikat bagi anak-anak agar antusias mengaji. Tanpa diduganya malam itu Anggi mendapat kejutan besar dari Ibu Kost.




















Ibu Kost yang sudah berumur tetapi masih berwajah rupawan dengan kulit putih kemerahan, mata belo, alis hitam tebal dan hidung yang tinggi melancip itu memanggil Anggi pada suatu malam. Diam-diam selain mengagumi masakannya yang sangat enak -- Anggi juga mengagumi kemampuan Ibu Kost menjaga kebugaran tubuhnya sehingga kesegaran paras wajahnya tidak pudar walaupun sudah lanjut usia. 

Diajaknya Anggi masuk ke ruang makan untuk berdua menikmati hidangan khas nasi liwet lengkap dengan lauk pauknya. Setelah mereka berdua menyelesaikan makanannya mulailah Si Ibu menyampaikan maksudnya. 

Cerita Bahasa Jawa: Arya Penangsang lan para Penyembah Iwak

Srengenge mulai lingsir ing sisih kulon naliko rombongan Arya Penangsang tekan deso pinggir pesisir kuwi. Pangeran Demak Bintoro kang awake ramping, duwur, kulite putih, irunge bangir lan rambute kandel kuwi banjur njaluk ijin marang Pak Lurah arep gawe kemah ning lapangan pinggire Bale Desa. 

Pak Lurah langsung ngijinke rombongan prajurit sing nganggo busana nduwuran katun warna biru, celana abang, lan surban warna putih kuwi nginep ning kono. Jebulane ijine Pak Lurah iku agawe ora seneng sebagian kecil wong desa kono. Utamane tumrap Jaluningratan, tokoh pemuda sing nduwe puluhan pengikut setia.





















Esuk-esuk lagi wae Arya Penangsang lan rombongane rampung pengajian tafsir Al Quran ba'da sholat Subuh, wis akeh pemuda-pemuda deso marani kemah-kemah sing dianggo nginep karo mbengok-mbengok akon metu wong-wong sing ning njero tendo.  Suwijining pemuda jangkung metu saka njero tendo, ning mburine ana wong pitu sing ngetutake.

"Heee kowe kabeh tukang gawe rusak tatanan! Kowe kabeh rak enem sasi kepungkur sing marakake wong-wong ndeso kene pada ora gelem  setor 100 endhas kebo kanggo sesajen Ratu Segara! Biasane penduduk pada wedi lan manut marang kabeh panjaluk gegandengan karo kaperluan sesajen Ratuning Segara. Saiki dadi pada wani nolak!" bengoke Jaluningratan

"Sabar Kisanak. Aku lan rombongan iki dudu tukang rusak tatanan. Aku saukur liwat papan kene arep menyang panggonane Madrasah Sunan Bonang ning Tuban" jawabe wong tuwo jenggoten sing ngadek ning jejere pemuda jangkung.

Cerita Pendek Kancil Mencuri Mentimun

Sang Kancil tak pernah menyangka peristiwa hari itu akan mengubah secara total hidupnya. Sore itu Sang Kancil yang masih remaja belia baru saja beranjak keluar hutan setelah seharian menempuh perjalanan dari rumahnya -- sebuah gua cantik di tengah hutan. 

Tepat di pinggir hutan ada tebing dengan dinding yang melandai. Sang Kancil sedang melangkah menuruni tebing itu ketika tiba-tiba tanah yang diinjaknya ambles sehingga Sang Kancil tergelincir dan meluncur cepat ke arah bawah tebing. 





Sang Kancil berteriak panik sambil kakinya terus melangkah dengan cepat agar keseimbangan tubuhnya terjaga dan dirinya tidak jatuh terguling-guling. Laju luncuran tubuh Sang Kancil semakin lama semakin cepat sebelum akhirnya menubruk patung orang-orangan yang berada di pinggir kebun mentimun di dasar tebing.

Hewan cerdik itu bernafas lega mendapati kakinya dan tulang-tulang tubuhnya tidak patah. Namun sejenak kemudian dia sadar bahwa orang-orangan ini telah dilumuri getah yang sangat lengket sehingga dirinya tidak bisa lepas darinya.  Tak berapa lama kemudian Sang Kancil mendapati dirinya dimasukkan karung dan dibawa Pak Tani meninggalkan ladang di tepi hutan. 

Sepanjang jalan didengarnya Pak Tani mengomel tentang para pencuri mentimun yang harus diberi pelajaran. Sadarlah Sang Kancil bahwa dirinya dituduh sebagai salah satu pencuri mentimun -- artinya banyak pencuri mentimun yang menjarah ladang Pak Tani.

Sang Kancil diikat di sebuah pohon jeruk bali di kebun belakang Pak Tani. Tatkala dia mengamati area sekelilingnya, dilihatnya banyak binatang yang bernasib sama dengan dirinya. 

Ada seekor rusa jantan yang terikat di pohon pete. Ada kambing hutan yang diikat di pohon mandingan. Seekor banteng kecil diikat di pohon mangga. Beberapa binatang lain dikurung dalam kurungan dari kayu. Dari jumlah yang hanya seekor dan perlakuan diikat atau dikurung terhadap mereka, Sang Kancil menyimpulkan mereka juga dituduh mencuri di ladang Pak Tani. Binatang piaraan Pak Tani biasanya jumlahnya banyak dan tidak diikat.

Cara Manis Anggi Berbagi

Semua diawali ketika Anggi membuka kamar kostnya untuk tempat mengaji anak-anak sehabis maghrib. Kamar yang cukup luas - 4 x 5 meter itu mendadak jadi ramai anak-anak sekitar yang belajar mengaji. Awalnya guru mengaji hanya Anggi seorang diri. Tapi dengan cepat beberapa minggu kemudian telah bertambah dengan beberapa mahasiswi yang kost di sekitar tempat kost Anggi. Tentu saja tanpa bayaran -- bahkan mereka senang bisa berkumpul dengan "tetangga sesama anak kost" yang selama ini tidak saling kenal.

Mulanya hanya cara membaca Al Quran saja. Tapi lama-lama Anggi jadi ingin berbagi cerita kepada anak-anak tentang segala hal yang berguna bagi masa depan mereka. Anggi menyelingi pengajian dengan cerita-cerita tentang pengalaman hidupnya yang dirasa akan  bermanfaat bagi anak-anak. Kemudian dia beralih dengan menceritakan kisah-kisah tentang para nabi. Berselang-seling dengan kisah tentang para sahabat nabi. Tanpa disadarinya cerita-cerita tersebut telah membuat acara mengaji di kamarnya menjadi favorit anak-anak dan membuat peminatnya bertambah banyak.  

Dongeng Bahasa Jawa: Bayi Altap lan Perjodohan Deruk Puruk

Bayi Altap kaya biasane lagi lingguh-lingguh ning nduwur stroller (kereta bayi) biru ing teras mburi omahe Eyang karo nyawang pemandangan akuarium air laut. Ing sasi pasa iki wis sakwetara dheweke diajak Bunda Majda liburan ning omahe Eyang. Dumadakan ana manuk deruk mencok ning cedhak akuarium terus langsung ngajak ngobrol Altap. Kebon mburi omahe Eyang pancen jembar lan akeh kewan-kewan sing seneng saba ndono amarga ora tau diganggu.

"Yi, bayi jenengmu sapa? Kok aku saiki kerep weruh kowe ning kene?" pitakone Deruk

"Awawawawa wawawa wawa. Jenengku Altap, putrane Bunda Majda. Aku lagi diajak Bunda liburan ning omahe Eyang" jawabe Altap

"Woooo ngono tho. Menawa aku jenenge Deruk Puruk. Aku wiwit lahir wis omah ning kebon kene. Nanging saiki aku lagi galau. Sasi wingi aku pindah seka omahe simbokku ning omah anyar. Biasane ning omah akeh kancane. Saiki aku dhewe ning omahku sing anyar. Wit mlinjo sing sisih kulon kuwi loh omahku"

"Lah kowe kok ora ngajak kanca ning ngomahmu? Rakyo dadi rame tho omahmu!"

"Woooo lah wis pada nduwe omah dhewe-dhewe je kancaku. Tur aku kudune wis omah-omah karo Deruk wedok, ning aku golek-golek durung ethuk je!"

Bayi Altap banjur mikir sedhela. Dumadakan dheweke kelingan pendak sore sok ana deruk ungu karo deruk putih wedhok mencok cedak stroller Altap. Deruk loro kuwi omahe ning wit ringin tengah pasar. Pendak dino ethuk pangan saka turah-turahan biji-bijian sing diguwang karo pedagang. Dadi yo uripe penak lan makmur rasah golek pangan adoh-adoh.  Deruk loro kuwi seneng cerito ngeciwis karo Altap bab pengalaman rupa-rupa peristiwa ning pasar, uga warna-warna tingkah polah uwong ning pasar. 

"Mbok uwis kowe karo Deruk Ungu apa Deruk Putih sing sok moro ndene kae loh!"

"Wah lah aku minder je. Kae wulune pada apik-apik, ora kaya wuluku sing klawu" semaure Deruk Puruk

"Weleh-weleh, mbok dicoba ndisik. mengko tak ewangi ngomong wis!"

Dongeng Bahasa Jawa: Kancil lan Manuk Blekok Sing Wicaksana.

Ing sasi pasa iki wis sakwetara Bayi Altap diajak Bunda Majda liburan ning omahe Eyang. Kaya adat saben, nalika Bunda Majda masak hidangan buka puasa --- Bayi Altap didelehke ning nduwur stroller (kereta bayi) biru ing teras mburi omahe Eyang. BIasane ana Kancil dolan ndono sakperlu dongengke Altap. 

Nalika lagi enak-enak ngurogokke dongenge Kancil, dumadakan ana manuk wulune putih campur klawu, cucuke dowi, lan sikile uga dowi banget -- mencok ning kursi cedak stroller, terus ngeciwis ngajak ngobrol Altap. Kebon mburi omahe Eyang pancen jembar banget, lan isih akeh kewan-kewan liar sing seneng dolan amarga ora tau diganggu.

"Yi, bayi jenengmu sapa? Kok aku saiki kerep weruh kowe ning kene?" pitakone Si Manuk

Cerita Lucu Basa Jawa: Lomba Nyanyi Bayi Altap vs Pitik Kementhus

Wis sakwetara Altap lan Bunda Majda Yulianingrum nginep ning omahe Eyang ing sasi pasa iki. Pendak sore menawa Bunda Majda Yulianingrum lagi masak ning pawon -- Altap didelehke ning ngarep akuarium air laut ning teras mburi omahe Eyang. Dheweke numpak stroller (kereta bayi) werna biru, lingguh karo ketap-ketip, seneng banget nyawang kincir air sing mubeng ning njero akuarium. Kebon mburi omahe Eyang kuwi jembar banget, berbatasan karo kali cilik sing alirane mbelah kampung kono. Ning kebon akeh kewan-kewan sing saba. Diantarane yaiku pitik, menthok, banyak, kalkun lan kewan-kewan liar sing omahe ning pinggir kali.




















Suwijining ndina, nalika Altap lagi leyeh-leyeh ning stroller biru karo nyawang akuarium -- ujug-ujug mak bedenguk mara pitik jago sing awake cilik lan wulune kuning. Sakjane dheweke isih jagoan, isih anak pitik, durung dadi pitik jago tenanan. Nanging polahe kaya pitik jago sing wis kawakan.

"Yi, bayi jenengku Pitik Kementhus, pitik paling pinter ning kebon kene. Sapa jenengmu yi?. Ngopo pendak ndino kowe leyeh-leyeh ning kene?" pitakone pitik kuwi

"Awawawa wawawaw wawawa. Jenengku Altap, anake Bunda Majda Yulianingrum, puthune Eyang. Aku pendak sore ning kene amarga Bunda Majda Yulianingrum lagi sibuk masak ning pawon" jawabe Altap nanggo bahasa sing miturut Bunda Majda Yulianingrum saukur kaya suara bayi ngoceh sing ora ana maknane. Nanging mbuh piye carane Pitik Kementhus iso ngerti ucapane Altap.

"Woooo ngono tho yi. Tinimbang tenguk-tenguk kaya ngono mbok kowe melu aku golek cacing lan walang, iso dianggo lawuh mangan loh" 

"Awawawawa wawawa wawa. Waduh lah aku iki bayi umur 7 sasi sing durung iso apa-apa je. Lingguh we durung iso, kok malah diajak golek walang sing pinter mlumpat-mlumpat. Yo ora bakal iso nglakoni awakku. Nanging menawa tak sawang-sawang nalika  kowe mangan walang -- sajake pancen rasane enak tenan yah"

Altap durung ngerti menawa menungsa umume ora seneng mangan walang.

"Walah mesakake tenan kowe ki. Wis umur 7 sasi, gedhene sak gajah kok rung iso apa-apa. Kowe mesthi keset banget iki. Ora tau gelem sinau lan ajar ngopo-ngopo. Gaweane turu terus kok kepingin mangan walang -- yo ora bakal iso no!. Lha aku iki umure lagi 5 sasi wis iso apa wae. Iso mabur, iso mlayu, iso golek pangan dhewe, iso basa kewan macem-macem. Klurukku apik banget loh, mengko kowe tak duduhi!"  kandhane Pitik Kementhus rada nyepelekake Altap.

"Wawawawa wawawa wawaaaa. Sapa sing keset? Aku iki menungso dudu pitik. Beda no! Sesuk nek wis umur setahun ya mesthi wis iso mlayu ngoyak-oyak kowe, terus tak cekeli buntutmu ben ora iso lungo-lungo!" jawabe Altap radha nesu amarga dianggep keset karo Pitik Kementhus.

"Wooo yo aja ngono kuwi yi. Aku ojo thok oyak-oyak koyo ngono. Wis ngene wae, saiki awake dhewe lomba tarik suara wae. Aku iso kluruk, kowe rakyo iso nyanyi tho?" celathune Pitik Kementhus rada kuatir bakal dioyak-oyak Altap sing awake gedhi kuwi.

Tujuan Mulia

Sebuah tujuan mulia
menjadikan alasan kuat terlaksananya
mengangkat semuanya  menjadi bermakna
bukan sekedar kesenangan raga yang fana
namun sebuah kehidupan penuh makna
(Undil)

Memberanikan Diri

Selalu ada kesempatan yang siap disesali
selalu ada rasa malu yang tersembunyi
bahkan kegarangan macan pun seakan tak berarti
ketika menyangkut teka teki perasaan sang pujaan hati
namun jika telah rela menerima sebenar-benar diri sendiri
penolakan dan pengabaian tak lagi menciutkan nyali 
(Undil)

Meraih Percaya

Ketika ruangan harum karena bunga melati
tak ada yang peduli bagaimana cara dia mengharumi
semua yakin hadirnya untaian melati akan membuat ruangan berseri
karena percaya bahwa melati nan cantik itu semerbak mewangi
(Undil)

Rahasia Sederhana Cinta

Duhai hati yang membeku
tak perlu ajari aku cara mencairkanmu
petiklah yang memiliki
senyuman secerah matahari
keceriaan remaja mengejar bayang-bayang
yang akan mendegubkan-degubkan semua rasa
membuat kebekuan mencair tanpa sisa
sederhana sekali rahasianya 
(Undil)

Ada di Sekitar Kita

Cahya matahari setiap pagi menjadi saksi,
bahwa sang tambatan hati hinggap di sekitar diri,
di sudut-sudut penuh misteri dari keriuhan sehari-hari,
namun diri perlu memasang mata, telinga dan hati,
agar semua hiruk pikuk itu gak jadi penghalang tuk mengenali
(Undil)

Dongeng Sang Kancil, Dua Bayi, dan Nemo yang Terjebak

Sepulang dari pasar untuk berbelanja kebutuhan bahan makanan buka puasa dan sahur, Bunda Ahza ternyata bukan saja menenteng barang belanjaan kebutuhan dapur, tetapi juga membawa plastik berisi dua ekor ikan Badut -- sama dengan ikan pada film Finding Nemo. Ikan tersebut untuk mengisi akuarium air laut milik kakek Altap yang diletakkan di teras belakang. 

Dua ekor ikan badut itu dengan cepat beradaptasi dan dengan lincah berenang ke sana kemari menjelajahi sudut-sudut akuarium. Malang tidak dapat ditolak -- saat seekor Nemo yang lebih kecil sedang menyusuri permukaan air akuarium -- karena volume air terlalu banyak --  ikan tersebut terjatuh ke dalam kotak saringan filter yang ada di sisi belakang akuarium.

Ahza dan Altap -- dua bayi umur sekitar tujuh bulan yang sedang berkunjung ke rumah kakek mereka itu -- hampir bersamaan berteriak melihat si Nemo yang kecil terjatuh ke sisi belakang akuarium. Akuarium milik Kakek Altap memang terdiri atas dua sisi. Bagian depan yang luas untuk tempat ikan berenang-renang, dan sisi belakang yang sempit untuk tempat meletakkan filter pembersih air. 

Kini Nemo terperangkap di dalam sisi sempit -- tanpa diketahui seorang dewasa-pun. Sedangkan bahasa Altap dan Ahza belum dimengerti oleh orang dewasa, termasuk bundanya. Jadi teriakan-teriakan dan tangan-tangan mereka yang menunjuk-nunjuk ke arah akuarium sama sekali tidak dimengerti oleh bunda mereka.

Bahkan bunda-bunda mereka buru-buru datang dari dapur sambil membawa botol susu -- karena mengira Ahza dan Altap menangis karena kehausan. Padahal dua bayi itu sedang berusaha memberi tahu bahwa salah satu Nemo jatuh ke sisi belakang akuarium. Terpaksalah mereka minum dari botol dot yang disodorkan, sambil berusaha mencari jalan untuk memberitahu bundanya.

"Wa wa wa waaaaaa aaaaa. Aduh aku harus minum susu lagi gara-gara Bunda Majda Yulianingrum gak mengerti maksudku" keluh Altap kepada Ahza. Tentu dengan bahasa yang bagi orangtua mereka dianggap sekedar ocehan-ocehan bayi yang tidak ada maknanya.

Dongeng Kancil, Bayi Altap dan Mara Bahaya yang Mengintai

Sore itu Sang Kancil kembali menyambangi bayi Altap yang sedang duduk di atas stroller birunya menghadap akuarium air laut di teras belakang rumah Kakek -- sementara bundanya sibuk memasak di dapur. Si Kancil mendekati bayi umur 7 bulan itu, lalu berkata sesuatu yang lain dari biasanya.

"Altap, lihatlah di atas itu" kata Kancil sambil menunjuk bentangan kabel yang melintas di atas mereka. 

Altap melihat bentangan kabel itu dengan seksama. Semrawut -- begitu komentar Altap dalam hati. Beberapa helai kabel ditarik dari tempat dipasangnya kincir air diperbatasan kebun belakang rumah Kakek, menuju rumah Kakek dan Langgar di samping rumah Kakek. Kabel-kabel itu ditopang oleh tiang-tiang dari bambu, dan nampak percabangan tidak teratur ada di sekitar rumah Kakek. Semrawut. Tidak rapi. Kesan itulah yang muncul dari kabel-kabel itu.

"Kabelnya gak teratur yah? Semrawut banget yah?. Tapi bukan itu yang ingin kubicarakan. Lihatlah dahan pohon mangga yang patah itu. Jika ada angin sedikit besar, dahan itu akan jatuh menimpa kabel-kabel listrik dan akan membuat aliran listrik ke rumah menjadi padam" urai Sang Kancil.

"Awww awwww.... wa-wa-wa-wa-wa. Kamu benar Kancil, dahan itu akan membahayakan. Bagaimana caranya supaya kita terhindar dari bahaya?" tanya Altap, tentu saja dengan bahasa yang bagi Bunda Majda hanyalah teriakan-teriakan bayi yang tidak ada maknanya, lain halnya dengan Sang Kancil, dia dengan mudah bisa memahami bahasa Altap.

Dongeng Sang Kancil, Bayi Altap, dan Kucing Persia yang tersesat

Suatu sore tatkala bayi Altap sedang berada di depan akuarium di teras belakang rumah Kakeknya, sembari berbaring di atas stroller menikmati pemandangan akuarium air laut sambil mendengarkan cerita Sang Kancil yang sengaja bertandang untuk mendongeng -- tiba-tiba terdengar suara meong-meong yang melengking tinggi. 

Tak berapa lama kemudian muncul seekor anak kucing, bermuka bulat, bermoncong mungil, berbulu lebat warna putih dengan sedikit kelabu di kepalanya, dan bulunya panjang-panjang yang membuat ukuran tubuhnya terlihat lebih besar -- khas kucing persia. 



  

















Anak kucing itu melompat ke stroller Altap lalu mengeong-ngeong di antara kaki Altap. Si bayi umur 7 bulan berteriak-teriak kegirangan melihat anak kucing itu berada di strollernya. Tangannya dimajukan seolah-oleh ingin meraih kepala si kucing mungil.

Sang Kancil segera mengenali bahwa kucing persia kecil ini bukanlah berasal dari wilayah sekitar rumah kakek Altap. Pastilah dia kucing yang tersesat -- entah karena jatuh dari mobil atau kucing yang dibawa tamu dari luar kota yang tidak tahu jalan kembali. Pada mulanya Kancil tidak mengerti kata-kata kucing kecil. Namun perlahan-lahan Sang Kancil mulai dapat mengenali bahasa anak kucing yang masih terbalik-balik urutan katanya  ini. Kayaknya dia belum lama belajar bicara -- sehingga urutan kata dalam kalimat masih terbalik-balik posisinya.

"Tersesat tolonglah aku. Pergi dari tadi pagi rumah lupa pulang ke jalan". kata anak kucing terbata-bata dengan kalimat yang simpang siur tak karuan.

"Namamu siapa?. tanya Kancil yang bingung dengan susunan kata kucing kecil.

Kucing kecil itu nampak menggelengkan kepala tanda tidak mengerti kata-kata Kancil.

"Na-ma ka-mu si-a-pa?" ulang Sang Kancil dengan kata-kata yang dieja dengan perlahan.

Si Kucing kecil mendongakkan kepalanya yang imut sambil bergumam tidak jelas.

Akhirnya Sang Kancil menunjuk dirinya lalu berkata

"Namaku Kancil".

"Nama dia Altap" lanjutnya sambil menunjuk Altap, lalu tangannya menunjuk ke arah kucing kecil.

"Na-ma-ku Fe-lix" jawab kucing kecil itu. Rupanya dia mengerti maksud Sang Kancil.

Altap berteriak kegirangan tatkala mendengar kucing kecil bisa menjawab pertanyaan Kancil -- sampai-sampai si Felix meringkuk ketakutan saking kagetnya oleh teriakan Altap. Sang Kancil geleng-geleng kepala melihat kelakuan Altap yang bikin kaget itu.

Dongeng Kancil dan kata pertama bayi Altap

Adalah Sang Kancil yang telah menunjukkan kepada Altap bahwa di balik gerumbul-gerumbul bambu yang memagari kebun Kakeknya terdapat kincir air yang diputar oleh aliran sungai kecil dan digunakan untuk membangkitkan listrik di rumah Kakek dan Langgar samping rumah Kakek. Altap -- Si bayi umur 7 bulan senang sekali tatkala dirinya berhasil membuat Kakek mau membawa strollernya saat memeriksa kincir air. Selama seminggu bulan puasa ini hampir setiap hari Altap diajak Kakek melihat kincir air di kebun belakang. Namun kemudian Sang Kakek bepergian keluar kota untuk sebuah keperluan bersama jamaah pengajian di Langgar -- membuat kebiasaan melihat kincir air berhenti.

Pagi itu Altap sedang menemani Bundanya menjemur pakaian di kebun belakang rumah Kakek -- tentu di atas singgasana stroller birunya. Bunda Majda sedang asyik menjemur baju-baju Altap yang baru saja dicuci, Baju yang dicuci itu adalah baju-baju yang rusak yang baru saja dijahit dan dipasang kembali kancing-kancing bajunya yang lepas. Katanya sayang jika baju tersebut dibuang, karena baju bayi sekarang mahal harganya.  

Tak jauh dari tempat Bunda menjemur pakaian -- duduk Ahza -- sepupu Altap yang umurnya tidak terpaut jauh darinya. Ahza sedang disuapi oleh bundanya sambil menonton akuarium air laut di teras belakang rumah. Diatas stroller merahnya Ahza tampak kegirangan melihat akuarium air laut yang meriah oleh ikan yang bersliweran dan warna-warni aksesories di dalamnya.
 
Seperti halnya Altap -- Ahza tampak sangat senang dengan kincir di dalam akuarium. Tangannya tak henti-hentinya menunjuk-nunjuk kincir di dalam akuarium sambil berteriak kegirangan. Hal itu membuat Altap ingin mengajaknya untuk melihat Kincir air raksasa di belakang kebun Kakek. Namun saat ini Kakek sedang bepergian -- jadi tak ada seorang pun yang akan paham dengan keinginannya. Pada saat Altap sedang kebingungan, muncullah Sang Kancil dari kebun belakang. Dengan mengendap-endap Sang Kancil mendekati Altap sambil bersembunyi di balik gerumbul tanaman pandan wangi yang berada di dekat tempat menjemur pakaian.

"Hai Altap bagaimana kabarmu?" tanya Kancil pada Altap

"Hai Kancil, aku sehat dan senang dikasih makan tepat waktu terus oleh Bunda. Namun kini aku gak pernah lihat kincir air raksasa lagi karena Kakek sedang bepergian ke kota lain" jawab Altap, tentu saja dengan bahasa yang mirip gumaman-gumaman tidak jelas menurut Bunda Majda, namun dapat dimengerti oleh Sang Kancil yang cerdas.

"Wah sayang sekali. Tapi kamu sabar saja menunggu Kakek pulang dari bepergian -- nanti pasti diajak lagi melihat kincir air" kata Kancil

"Wah, padahal aku ingin mengajak Ahza melihat kincir air. Aku khawatir saat Kakek pulang nanti Ahza keburu diajak pulang ke rumahnya oleh orang tuanya. Kemarin aku dengar Bunda Ahza sering menerima SMS dari pelanggan warung baksonya yang ingin segera dibuka lagi karena sudah kengen ingin makan bakso malang khas buatan Bunda Ahza". kata Altap kepada Kancil.

"Ooo gitu yah. Begini saja, kamu saya ajarkan untuk bicara satu suku kata dalam bahasa manusia dewasa, yaitu KINCIR. Nanti setelah bisa, kamu harus bilang "KINCIR" sambil tanganmu menunjuk-nunjuk ke arah kincir air di belakang gerumbul-gerumbul bambu" kata Sang Kancil.

Dongeng Sang Kancil dan Bayi Imut

Pada suatu sore -- Altap -- si bayi imut umur 7 bulan sedang duduk-duduk di singgasananya, sebuah stroller bayi warna biru yang dilengkapi dengan tempat duduk yang bisa diangkat dan dipindahkan keluar stroller. Altap duduk di singgasananya di teras belakang rumah Kakek -- menghadap akuarium air laut yang terpasang rapi di teras yang diperlebar hingga beberapa meter itu. 

Mata Altap mengawasi pergerakan benda-benda yang berada di dalam akuarium, terutama pergerakan kincir yang berputar kencang karena terpaan gelembung-gelembung udara dari pompa udara. Saat itulah tiba-tiba Sang Kancil muncul dari kebun -- dan langsung menghampiri Altap.

"Woooii bayi siapa namamu" tanya Sang Kancil

"Namaku Altap, anak Bunda Majda. Aku sendirian di sini, karena Bundaku sedang memasak sayur untuk buka puasa" jawab Altap, tentu saja dengan bahasa yang bagi manusia hanya seperti gumaman-gumaman tidak jelas dari bayi yang belum bisa bicara -- yang untungnya dimengerti oleh Sang Kancil yang cerdik.

"Namaku Kancil. Aku tinggal di sebuah gua di pinggir sungai, dan suka sekali main ke kebun Kakekmu yang luas ini karena Kakekmu tak pernah mengusik aku. Kamu suka ikan yak? Kok dari tadi ngliatin ikan terus" lanjut Sang Kancil

"Ah gak juga Kancil. Aku lebih suka makhluk yang berputar-putar kencang itu" jawab Altap

"Wooo itu namanya kincir, dia digerakkan oleh gelembung-gelembung udara" jawab Kancil

"Bagus banget yak!. Kincir itu berputar kencang sekali sampai-sampai warna aslinya menjadi kabur. Andai ukurannya sedikit lebih besar tentu lebih bagus" kata Altap

"Aha! Kamu suka kincir yang lebih besar yah! Klo kamu mau aku bisa tunjukkan kincir yang ukurannya jauh lebih besar. Kincir yang dipakai untuk membangkitkan listrik di rumahmu dan Langgar samping rumahmu itu" kata Sang Kancil

"Aaaaaaa..... aku pengen banget! Tunjukkan, tunjukkan padaku di mana tempatnya kincir besar itu" kata Altap dengan antusias walaupun dia tidak tahu apa itu listrik, dan apa hubungannya dengan kincir air -- bagi dia itu tidak penting.

"Gak jauh kok. Itu dibalik rumpun bambu di kebun belakang itu" kata Kancil sambil menunjuk deretan rumpun bambu yang membatasi kebun belakang rumah Kakek Altap dengan sungai kecil yang mengalir di belakang kebun.

"Tunggu sebentar kamu sembunyi dulu. Sebentar lagi Bunda akan mengecek aku, setelah itu dia akan kembali sibuk dengan masakan-masakannya karena hari ini ada acara buka bersama di Langgar. Setelah itu kamu bisa berbuat baik dengan mendorong strollerku ke sana" kata Altap menyodorkan satu rencana.

"Aku rasa tidak perlu aku yang membawa. Bisa bahaya nanti kalo strollermu tergelincir. Setiap sore Kakekmu menengok kincir air untuk mengecek apakah bekerja dengan baik atau tidak. Kadang-kadang Kakek membersihkan daun-daun yang mengotori kincir air supaya tidak macet. Labih baik kamu bersama Kakek. Nanti kalo Kakek keluar rumah, angkat tanganmu sambil teriak-teriak biar diajak" nasehat Kancil pada Altap.