Puisi Tahun Baru buat Sahabat

Lembaran baru
bukan untuk dirayakan
atau saling beri ucapan
tapi untuk diresapi
semua yang telah terjadi.
Persahabatan kita
membuat kita saling tahu
kata-kata yang paling menyakitkan
perlakuan yang paling mengecewakan
yang bisa saling kita pertukarkan
Tapi kita sahabat sejati duniashinichi
menahan diri dari semua itu
senyumanmu luruhkan ganjalan hati
karena kita saling memahami
yah, kita telah saling mengerti
undil-2012

Puisi Ulang Tahun Sahabat: Belajar Saling Membahagiakan

Kini aku mengerti
perselisihan yang berulangkali
bukan karena kita saling benci
atau pentingkan diri sendiri
tapi karena aku tidak mengenali
hal-hal yang membuatmu bahagiya
duniashinichi.blogspot.com
Sahabat, di hari ulang tahunmu ini
bukalah mata, telinga dan hati  
marilah kita mulai
sediakan waktu untuk pelajari
racikan perilaku sehari-hari
yang paling sempurna
untuk menumbuhkan kebahagiyaan
di antara kita
(undil-2012)
Undil-2012)

Arya Penangsang dan Gerombolan Penyamun Alas Roban

Raden Purwa bersama dua pengawalnya sudah setengah hari menempuh perjalanan pulang dari serangkaian pertemuan dengan para diplomat dan saudagar Kesultanan Demak Bintoro di kota-kota pelabuhan Jepara, Bergotta, Tegal, Pekalongan dan berakhir di Kota Cirebon, kala kudanya tiba-tiba berhenti karena ada belasan orang menghadang di tengah jalan. Raden Purwa kaget dan berusaha keras menenangkan kudanya yang tiba-tiba melonjak-lonjak ingin menjauh dari orang-orang itu. Dua pengawalnya telah menghunus pedang mereka dan siap menghadapi segala kemungkinan.













 
Sesosok tubuh tinggi besar bertelanjang dada, bercelana hitam dengan penampilan garang bercambang awut-awutan nampak berdiri paling depan sambil membawa pedang.  Dari penampilan gerombolan yang ada di belakangnya tahulah Raden Purwo, pastilah mereka gerombolan penyamun pimpinan Codot yang sudah terkenal suka membuat keonaran di Alas Roban. 

Dihitungnya ada empat belas orang yang menghadangnya. Karena dirinya hanya bertiga maka masing-masing akan menghadapi empat sampai lima orang. Bukan masalah besar bagi dirinya, namun para pengawalnya nampaknya akan mengalami kesulitan. Namun Raden Purwa berharap bahwa setelah bertempur beberapa lama akan muncul rombongan saudagar yang pulang dari pertemuan di Cirebon akan membantunya.

Tanpa banyak basa-basi para penyamun itu langsung menyerang Raden Purwa. Bangsawan muda itu dengan gesit meloncat turun dari kudanya sambil memegang tombaknya. Dalam tempo singkat telah terjadilah perkelahian seru diantara mereka. Raden Purwa dikeroyok oleh enam orang termasuk pemimpin penyamun. Sementara dua pengawalnya masing-masing bertempur melawan empat orang. Tidak banyak kesulitan yang dihadapi Raden Purwa dengan tombak panjang ditangannya dia mampu membuat para anak buah perampok putus asa karena tak sanggup mendekati tubuhnya. Sekalipun demikian kepala perampok yang sangat mahir memainkan pedang itu telah beberapakali melukai tubuh Raden Purwa. Keadaan dua pengawalnya lebih parah lagi, mereka terdesak hebat oleh para pengeroyoknya.

^_^

Untunglah di saat-saat genting itu muncul dua orang penunggang kuda di belakang mereka. Seorang pemuda tampan berusia sekitar dua belas tahun menunggang kuda warna hitam dan seorang lagi laki-laki berusia tigapuluhan tahun menunggang kuda warna coklat mengiringi di belakangnya. Ketika sudah dekat dengan arena pertempuran, tiba-tiba saja terdengar teriakan si anak muda.

“Berhenti!!. Hentikan perkelahian kalian!!”

Para penyamun tampak kaget dengan teriakan lantang itu dan melompat menjauhi  Raden Purwa beserta para pengawalnya yang sudah nampak keletihan. Si Ketua Penyamun nampak sangat marah pada perbuatan si anak muda:

“Hai kalian siapa? Berani-beraninya mengganggu Ki Codot Geni,  Si Penguasa Alas Roban!”

Si anak muda tampak tersenyum mendengar kata-kata Ki Codot Geni. Justru orang di sampingnya yang memperkenalkan si anak muda.

“Anak muda ini adalah Arya Penangsang!. Hamba Allah, Pemimpin para Ksatria Jipang. Musuh besar orang-orang Portugis dan Spanyol di lautan!. Pengikut setia para ulama dan tidak pernah ragu membela keadilan & kebenaran!”

Tubuh Raden Purwa tergetar hebat karena sangat terkejut. Rupanya anak muda ini adalah Pangeran muda dari Demak Bintoro yang sangat tersohor kepiawaiannya dalam strategi perang di lautan melawan para penjajah dari Eropa. Umurnya yang baru dua belas tahun membuatnya menjadi calon pemimpin masa depan yang dapat diandalkan Kesultanan Demak Bintoro untuk menjaga lautan Nusantara dari para penjelajah Eropa. Meriam-meriam Ksatria Jipang sangat ditakuti oleh para pelaut Portugis.

Nampak senapan tergantung di punggung anak muda itu, dan sebuah pedang berjuntai di pinggangnya. Kuda berwarna hitam itu pastilah Si Gagak Rimang yang tersohor ketrampilannya di medan tempur. Kemudian ingatannya melayang pada pertemuan yang diikutinya.

Raden Purwa baru ingat bahwa Pangeran ini adalah salah seorang barisan intelektual yang memperingatkan bahaya bagi perekonomian kerajaan-kerajaan di  Nusantara bila sampai terjadi monopoli dagang oleh orang-orang Eropa. Murid andalan Sunan Kudus ini menyerukan pada peserta pertemuan untuk lebih banyak membeli kapal-kapal dagang untuk mengimbangi agresivitas para pedagang dari Eropa. Dia juga sedang mengusahakan hubungan militer yang lebih dekat dengan Ottoman Empire untuk mendapatkan bantuan persenjataan berat berupa meriam-meriam dengan teknologi terbaru guna memperkuat benteng-benteng pertahanan dan kapal-kapal perang Demak Bintoro. 

Kebalikan dengan Raden Purwa yang dengan cepat mengenali ksatria muda belia itu, Ki Codot yang biasa hidup terisolir di hutan-hutan itu tidak pernah mendengar kebesaran nama Arya Penangsang sehingga diam tak bereaksi atas kata-kata yang didengarnya.

Namun seorang  anak buahnya yang nampak berpenampilan sedikit lebih rapi membisikkan sesuatu di telinganya. Sesaat kemudian tampak wajah Codot tegang, namun kemudian dia beberapa kali menelan ludah sambil berusaha untuk tampak tenang. Didorongnya anak buah yang baru saja membisikinya agar menjauh. Rupanya dia tak ingin anak buahnya yang lain terpengaruh akan kebesaran nama Arya Penangsang.

“Kanjeng Pangeran Arya Penangsang! Kata temanku ini kapal-kapal Jung Tuan sanggup menenggelamkan kapal-kapal perang Portugis yang dikenal sangat tangguh. Itu artinya Tuan adalah salah seorang panglima perang paling gagah perkasa di Nusantara! Tapi bagiku keperkasaan Kanjeng Pangeran hanya di lautan. Di Alas Roban ini Tuan harus tunduk pada perintah Ki Codot Geni!”

Berbeda dengan Ki Codot yang berusaha keras agar nampak tenang, para anak buahnya ternyata telah menjadi gelisah. Beberapa orang pengikutnya pernah mendengar nama Pangeran Muda yang kapal-kapal perangnya dikenal memiliki kemampuan memuntahkan bola-bola api untuk menenggelamkan kapal musuh. Mereka sangat takut para Ksatria Jipang akan datang membawa bola-bola api untuk memusnahkan gerombolan penyamun Alas Roban. Sementara Ki Codot yang melihat anak buahnya mulai ketakutan, memutuskan untuk secepatnya membereskan anak muda itu dengan pedangnya.

Melihat Codot mendekati dirinya dengan pedang terhunus, Arya Penangsang dengan sigap meraih senapan di punggungnya bersiap menghadapi Ketua Penyamun. Sejenak kemudian dia membidik sambil berteriak menyuruh Ki Codot untuk menghentikan langkahnya.  Namun Ki Codot justru berlari mendekati kuda Arya Penangsang sambil mengayun-ayunkan pedangnya. Gagak Rimang nampak gelisah siap menendang Ki Codot dengan kaki depannya, namun Arya Penangsang menenangkan dengan menekan punggung kuda perang itu.

DOOOOOR!!!

Terdengar letusan senapan Arya Penangsang yang menembak sambil tetap duduk di atas kudanya. Peluru senapan itu dengan jitu menghantam dada si Ketua Penyamun lima langkah sebelum pedangnya mencapai tubuh Arya Penangsang. Tubuhnya terbanting ke kiri, terguling-guling di tanah, kemudian diam tidak bergerak di atas jalanan yang berdebu.

Para pengikut Ki Codot yang tadinya sudah gelisah menjadi semakin ketakutan melihat nasib yang menimpa bosnya. Mereka buru-buru berlutut memohon ampun pada anak muda dan temannya itu. Mereka baru sekali ini melihat senjata api yang jarang dipergunakan para bangsawan di pedalaman. Mereka merasa tidak ada gunanya lagi melakukan perlawanan.

Kancil Mencuri Timun: Sebuah Cerita Sangat Pendek


Sampai ditengah Alas Cilik, Kancil melihat deretan tumbuhan ketimun bergerombol-gerombol di sebuah lapangan rumput yang luas. Buah timun bergelantungan menerbitkan seleranya. Segeralah dia makan dengan lahap sampai habis belasan timun -- ketika tiba-tiba dilihatnya sesosok orang-orangan berdiri tegak di tengah lapangan.

Didekatinya  orang-orangan  itu dan disentuhnya. Breeeet! Tiba-tiba saja tubuhnya melekat ditarik oleh orang-orangan yang belakangan diketahui sebagai robot penjaga sawah yang bisa membuat tubuh binatang menempel di tubuh robot dengan mengaktifkan medan magnet yang sangat kuat.

“Breng! Aku Robot magnet penjaga sawah. Kamu pasti pencuri timun yang selama ini dicari-cari oleh majikanku!” kata Si Robot

Kancil tertegun sejenak mendengar kata-kata robot itu, tapi kemudian dia cepat-cepat membantah.

“Namaku Kancil. Aku baru pertamakali datang ke sini dan aku bukan pencuri!”

“Breng! Dasar Kancil tukang bohong, sudah tertangkap basah kok masih ngeles!”  

“Dasar Robot gak pernah belajar! Ini timun bukan majikanmu yang tanam! Tumbuhnya juga di tengah hutan, bukan di sawah majikanmu!” kata Si Kancil membela diri

“Breng! Apa buktinya?” duniashinichi.blogspot.com

“Lihat tanaman ini tumbuh tidak teratur. Bergerombol-gerombol pada tempat-tempat terpisah! Itu pertanda bukan ditanam oleh manusia, tapi karena tumbuh dari biji-biji timun yang dimakan oleh binatang hutan!”

“Breng! Coba saya cek di Ensiklopedi Wagenugraha!”

Kemudian Robot sibuk mengecek tentang tanaman timun di Ensiklopedi Wagenugraha yang tersimpan pada hardisk yang tertanam di tubuhnya. Wagenugraha adalah nama seorang profesor ilmu biologi yang berhasil menyusun ensiklopedi yang sangat lengkap tentang tanaman dan hewan. Beberapa saat kemudian Robot telah menemukan hasilnya.

“Breng! Kancil benar! Menurut Ensiklopedi Wagenugraha ini tanaman bukan punya majikanku! Kamu bebas pergi dari sini!”

Robot penjaga melepaskan sang Kancil dari sedotannya. Kancil pun dengan gembira pergi meninggalkan tempat itu (Undil-2012).    

tags: kancil mencuri timun, cerita anak,wagenugraha

Puisi Ulang Tahun: Met Ultah Aja

Aku nggak ngerti harus bilang apa
yang kutahu dirimu nggak suka
ulang tahunmu digembar gemborin
Bagimu bertambahnya usia
terlalu sedih untuk dirayakan
sampai keinginanmu itu tercapai
Met ultah aja yah
tenang aja aku gak bilang sapa-sapa
smoga Allah makin sayang sama kamu
undil-2012

Puisi Cinta Basa Jawa tentang Asmara yang Membara: Geguritan Asmaradana

Kabeh dongeng
lelakon awake dhewe
embuh iku apa jenenge
sakjane saukur rasa sing ndadra
amarga saka kulina
Tan perlu diagul-agulke
uga ora sah ngangsa
pasrah lan sumeleh
ben kabeh mlaku kaya sakmesthine
undil-2012

Romo Gatu dan Penduduk Desa yang Mendadak Berkecukupan


Saat Romo Gatu datang di desa Kebon Agung, kebanyakan masyarakat di sana masih merasa dirinya miskin dan terbelakang dibanding orang-orang kota. Mereka juga minder kepada orang-orang desa yang merantau ke kota. Banyak juga pemuda Kebon Agung yang merantau ke kota menjadi  tukang bangunan, buruh pabrik hingga membuka warung kakilima.

Saat pulang ke kampung rata-rata para perantau membawa motor keluaran terbaru dan tak lupa menggenggam smartphone sehingga mengundang decak kagum tetangga-tetangganya. Kaum muda banyak yang kemudian tertarik merantau ke kota sehingga beberapa kebun dan sawah milik warga desa mulai terlantar karena tidak ada yang menggarap.

Namun kini semua sudah berubah drastis. Warga desa tidak lagi merasa dirinya lebih miskin dibanding orang-orang kota. Mereka tidak lagi merasa terbelakang dibanding rekan-rekan mereka yang merantau ke kota.  Mereka merasa hidup mereka berkecukupan dan bahkan layak disebut kaya. Itu semua karena Romo Gatu berhasil merubah cara pandang mereka tentang kekayaan. Tentang hal-hal yang dibutuhkan dan cara membedakan dengan hal-hal yang diinginkan.

Lewat pengajian mingguan tafsir Al Quran yang diasuhnya, Romo Gatu selalu berusaha menumbuhkan kesadaran bahwa penduduk desa ini adalah orang-orang yang berkecukupan, cukup maju dan tidak perlu minder dengan warga kota. Mereka tidak perlu mengikuti gaya hidup teman-teman mereka yang pindah ke kota yang memiliki begitu banyak barang-barang untuk melengkapi hidup mereka. Cukuplah dengan apa yang ada.  Mereka tidak miskin jika tidak mengukur diri dengan kepemilikan barang-barang seperti orang kota.

Semua penduduk desa Kebon Agung memiliki rumah, memiliki kebun, memiliki sawah, memiliki kendaraan walaupun mungkin hanya berupa sepeda onthel. Mereka juga cukup makan karena lumbung-lumbung padi mereka bahkan bisa untuk makan selama dua tahun. Sayur mayur, telur, daging ayam, dan ikan bisa diambil dari kebun mereka.

Pakaian murah bisa mereka dapatkan di pasar desa, demikian juga sepatu, dan alat-alat rumah tangga. Meja kursi juga bisa dibeli dengan harga murah di pasar. Jika uangnya mepet para tukang kayu juga dengan senang hati membuat meja dan kursi dengan bahan kayu dari pepohonan yang ada di kebun penduduk. Jadi tak ada yang perlu  diresahkan tentang pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Romo Gatu sering membanding-bandingkan penduduk desa dengan teman-teman mereka yang merantau ke kota. Walaupun pada saat pulang mereka membawa motor, ternyata di kota mereka belum memiliki rumah alias masih mengontrak. Ada satu dua yang memiliki rumah itu-pun mereka harus mencicil pembayarannya selama sepuluh tahun.   Mungkin mereka memiliki tv flat dan AC, tapi penduduk desa cukup puas dengan tv tabung dan angin semilir yang tak kalah sejuk dari AC.  Jika dilihat dari sisi kecukupan kebutuhan perumahan, maka para perantau itu lebih miskin dibanding para penduduk desa.