Shinichi yang Menawan (3)

Do I Faking ?

Ketika Adik Datang

Apa yang sangat Shinichi Kudo senangi kalo adiknya datang ke Bandung adalah kamarnya jadi bersih dan rapi, masih ditambah wangi. Udah gitu barang-barang tua yang menumpuk seperti koran-koran bekas, botol-botol minuman dan kardus-kardus bekas barang elektronik langsung hengkang karena dibuang. Lahirlah sebuah kamar baru yang terlihat luas dan nyaman.

Jangan kira adiknya yang membersihkan kamar. Shinichi-lah yang langsung turun gunung untuk menyulap kamarnya menjadi bersih & rapi. Karena dia nggak mau kamarnya terlihat berantakan. Malu dong! Bisa-bisa beritanya menyebar sampai ke rumah dan jadi bahan olok-olok. Sorry ya!. Shinichi nggak mau hal itu terjadi. Anehnya terbersit sesuatu yang mengganjal di hati Shinichi. Dirinya merasa sedang berpura-pura menjadi seorang perapi!

Dengan Konsultan
Setelah tahu konsultan akan datang hari selasa. Pada hari senin pagi Shinichi membereskan meja besar tempat mengerjakan dokumen. “Akan kubuat meja besar ini bersih dan semua lemari arsip tertata rapi” kata Shinichi dalam hati. Hari itu juga semua dokumen yang berada di meja besar telah kembali ke tempatnya masing-masing. Bantex-bantex di lemari arsip yang letaknya miring dirapikan dan yang salah penempatan dikembalikan ke tempat semula. Bantex-bantex yang belum diberi label diberi label sesuai isinya. Kertas-kertas yang tidak terpakai dikirim ke incinerator untuk dibakar. Jadilah lemari dan meja besar rapi jali dan siap menantang konsultan untuk menilai performance filling dokumen.

Di Sebuah Seminar
Ketika seminar internasional tentang perkembangan terbaru teknologi farmasi--- menginjak jam kelima --- rasa bosan benar-benar telah menguasai Shinichi. Sebenarnya dia lebih suka membaca topik-topik tersebut daripada harus mendengarkan para panelis menerangkan satu-persatu topik seminar yang akan memakan waktu lama. Hanya rasa bosanlah yang membuat matanya berat. Kebosanan perlahan namun pasti membuat hawa kantuk menyerang Shinichi dengan dahsyatnya. Posisi duduknya perlahan-lahan menjadi semakin maju dan punggungnya perlahan-lahan turun untuk menyandar penuh di kursi yang empuk. Berbekal perut penuh setelah break makan siang, dan udara dingin di dalam ruangan. Apalagi yang lebih indah selain tidur siang...!.


Malang tak dapat ditolak dan untung tak dapat diraih. Menjelang ekspedisi Shinichi ke alam mimpi--- dari arah depan tampak dua orang kameramen yang bertugas meliput acara seminar--- datang sambil menyorotkan lampu yang terang benderang. Sorot lampu kamera bergerak perlahan-lahan menyapu kursi-kursi mulai dari deretan depan menuju ke belakang ke arah deretan kursi Shinichi.

Insting Shinichi-lah yang membuatnya langsung menegakkan kembali punggungnya, merapikan rambutnya, meneguk akua yang tersedia di meja untuk membuat tubuhnya segar dan berusaha keras pasang wajah cerah. Dia nggak ingin banget dirinya diabadikan kamera dalam kondisi menyedihkan--- terkantuk-kantuk setengah tidur dalam seminar. Video hasil shooting hari itu kemungkinan besar akan di putar di kantor atau bahkan disiarkan di televisi. Nggak mungkinlah bila dirinya rela dijadikan contoh buruk perilaku karyawan pada sebuah seminar internasional..!.

Bersih-bersih Kulkas
“Kok segala macam dimasukin kulkas sih” kata Shinichi pada adiknya saat mudik ke rumahnya di Jogja. Mulai dari bubur kacang hijau sisa kemarin, sepertiga gelas juice alpukat dua hari yang lalu, sambal bekas makan bakso, kardus susu cair yang sudah dibuka, sayuran hijau yang udah mulai berubah coklat, apel yang udah diiris separuh, kotak es krim yang tinggal dua-tiga sendok lagi sampai ke pepaya yang udah mulai mengkerut --- semua berparade di dalam kulkas. Kulkas telah berubah menjadi tempat menyimpan makanan yang tidak akan dimakan lagi. Bila untuk dapur ada istilah dapur bersih, mungkin kulkas itu layak disebut tempat sampah bersih.

Tangan-tangan Shinichi dengan cekatan memindahkan isi kulkas yang kira-kira sudah tidak akan dimakan lagi --- ke dalam kantong plastik. Setelah itu diambilnya lap bersih dan mulailah digosok bagian dalam kulkas untuk menghilangkan noda-noda makanan yang menempel di dindingnya.

Sim salabim! Dalam waktu satu jam kulkas telah berubah menjadi bersih dan isinya tertata rapi. Shinichi tersenyum puas melihat hasil kerjanya tampak begitu nyata. Tiba-tiba dia teringat lemari tempat menyimpan perbekalan di kamarnya di Bandung. Lemari tersebut masih berisi makanan kering sisa tahun kemarin, mie instant yang hampir kadaluarsa dan sachet-sachet minuman bubuk yang nggak bakalan diminumnya karena “salah beli”. Terbersit dalam benaknya, apakah dirinya sedang berpura-pura menjadi seorang pecandu kebersihan ?

^_^

Hiromi : Antara Kuda Perang dan Kuda Beban

Menurut Hiromi apa yang terjadi pada Shinichi adalah pertentangan antara kecenderungan untuk menuju Shinichi yang maksimal melawan kecenderungan untuk jatuh menjadi Shinichi minimalis. Keberadaan Shinichi pada fase maksimalis masih naik turun belum stabil.

Hiromi mengandaikan bila Shinichi adalah seekor peranakan kuda perang. Tidak dengan sendirinya dia akan menjadi kuda perang yang gagah perkasa di medan tempur. Bisa saja dia hanya akan menjadi kuda penarik beban karena kurangnya motivasi untuk bertindak sebagai kuda perang. Seekor kuda perang harus giat berlatih, tahan terpaan panas maupun hujan, tidak cengeng saat terkena senjata lawan dan harus mau berlari kencang! Sebuah kualitas yang menuntut komitmen dan pengorbanan luar biasa yang tidak sembarang peranakan kuda perang mampu melakukannya.

Hiromi menganggap Shinichi masih memerlukan faktor luar untuk menjadi dirinya yang maksimalis. Idealnya dia berusaha untuk perlahan-lahan memindahkan faktor luar itu menjadi faktor dalam yang berbentuk motivasi untuk menjadi maksimalis. Motivasi untuk menuju kesempurnaan sebagai manusia. Bukan menuruti nafsu kekanak-kanakan yang ingin enaknya saja. Memang jauh lebih mudah menjadi Shinichi dengan meja kerja dipenuhi tumpukan dokumen daripada menjadi Shinichi yang harus mendisiplinkan diri untuk menjaga meja kerjanya selalu rapi dan terorganisasi.


Walaupun begitu perubahan menjadi lebih rapi karena faktor kedatangan konsultan masih lebih baik daripada Shinichi cuek bebek tetap membiarkan mejanya bertimbun dokumen. Alih-alih menganggap dirinya sedang berpura-pura, Hiromi menyarankan Shinichi untuk menganggapnya sebagai secercah harapan untuk menjadi lebih baik.

^_^

Maruko : Fase abu-abu

Maruko mengakui kadang-kadang juga melakukan apa yang disebut Shinichi dengan Faking. Misalnya Maruko selalu membawa mobilnya ke tempat pencucian sebelum memasukkan ke bengkel karena malu pada para montir bila kondisi mobil kotor. Menurut Maruko perilaku itu berada pada fase abu-abu. Sebuah fase peralihan menuju perilaku yang lebih baik. Seandainya Shinichi mampu mempertahankan ber-faking ria selama beberapa bulan niscaya dirinya akan sukses melewati fase abu-abu menuju fase putih. Hanya saja perlu kemauan keras untuk berhasil melewati fase abu-abu; kecuali ada faktor eksternal yang sangat kuat.

Maruko menceritakan salah satu keberhasilannya melewati fase abu-abu karena pengaruh faktor eksternal yang sangat kuat. Yaitu saat dirinya berhasil menghilangkan kebiasaan santai dan berlambat-lambat kerja setelah bel pulang berbunyi. Selepas pukul 4 sore biasanya Maruko akan melambatkan tempo kerjanya. Sebentar-sebentar membuka-buka website yang menarik. Mulai dari situs-situs resep masakan sampai situs-situs tentang penjelajahan dasar samudera.

Namun kepindahan sementara General Manager menjadi satu ruangan dengan Maruko--- karena kantor GM sedang diperbaiki --- membuat Maruko tak enak hati untuk main internet. Akibatnya dia bekerja seperti biasa walaupun selepas jam keja.

Ternyata jam-jam itu sangat efektif untuk menyelesaikan pekerjaan. Karena selepas jam kerja segala macam interupsi seperti telepon, permintaan atasan maupun rekan kerja dan urusan warna-warni dengan departemen-departemen lain telah jauh berkurang. Alhasil setelah General Manager kembali ke kantornya semula, perilaku Maruko untuk bekerja seperti biasa selepas jam kerja masih tetap berlangsung. Karena dia memiliki sebuah motivasi kuat, yaitu pekerjaannya selesai dengan kecepatan mengagumkan ( makmur-14 bandung)

Shinichi yang Menawan (2)

Being Reasonable
“Lain kali kamu tak boleh menjawab seperti itu. Itu bukan jawaban. Hanya ekspresi perasaan saja. Beri aku alasan yang jelas dan masuk akal” kata Maruko pada Shinichi Kudo.

Beberapa saat sebelumnya Shinichi menjawab pertanyaan Maruko tentang alasan mengapa dia suka lagu-lagu ADA Band dengan jawaban bahwa : ‘Lagu-lagunya asyik banget untuk didengarkan”. Sebuah jawaban yang menurut Maruko tidak informatif dan tidak menggambarkan apa-pun tentang ADA Band. Seharusnya Shinichi dengan segala pengetahuannya mampu melakukan lebih dari itu.


“Kamu harus belajar mengenali perasaan-perasaanmu, dan mencari sebab musabab perasaan tersebut muncul. Kemudian cobalah mendeskripsikan sebab musabab itu dalam bentuk kalimat-kalimat yang informatif. Dengan cara itu kamu akan belajar memberi alasan-alasan yang rasional atas sebuah pilihan. Jadilah seorang profesional yang mampu mengkomunikasikan alasan-alasan yang menjadi pegangan saat memilih” kata Hiromi panjang lebar menimpali kata-kata Maruko.

Shinichi tahu persis pendapat tentang keharusan seseorang memiliki kemampuan mengkomunikasikan alasan atas sebuah pilihan pastilah berasal dari Shinobu Inokuma. Orang paling rasional yang pernah Shinichi kenal. Sepertinya Maruko dengan cepat mengadaptasi pikiran-pikiran Shinobu dan menerapkannya pada Shinichi.

^_^

Kesempatan itu datang minggu depannya ketika Shinichi bertemu kembali dengan Maruko dan Hiromi di warung Chineese Food Tugik di sebelah selatan masjid Cipaganti. Pertemuan kali ini digunakan untuk menguji kemajuan Shinichi dalam mengkomunikasikan alasan atas pilihan-pilihannya. Ditemani sop buah-buahan, cah kangkung dan cah brokoli yang telah terhidang --- karena sebelumnya dipesan lewat SMS--- dimulailah ujian ketangkasan itu.

“Mengapa kau suka ADA Band?” tanya Maruko mengulang pertanyaan minggu lalu.

“Karena aransemennya indah, harmonis, ekspresif, enak didengar, si vokalis sesuai dengan jenis lagu dan lagu-lagunya gampang dinyanyikan. Dari album ke album mereka berhasil menyuguhkan sesuatu yang baru dan tidak mudah ditebak. Udah gitu lagu-lagunya variatif sehingga tidak cepat bosan saat didengarkan. Sebagian syairnya juga bagus. Dari semua faktor itu yang paling bagus adalah aransemen-nya” jawab Shinichi dengan mantap karena semingguan dia telah berusaha keras mencari-cari penyebab mengapa dirinya menyukai lagu-lagu grup musik itu.

“Mengapa kamu memilih Google sebagai search engine untuk mencari data-data di web ?” tanya Hiromi

“Karena Google simple. Tampilan Google waktu kita masuk ke websitenya sangat sederhana. Tanpa iklan tanpa berita macam-macam. Hanya search engine saja. Mudah digunakan dan sangat powerful dalam mencari topik-topik yang kita butuhkan dari internet. Aku juga dapat mencari jenis-jenis file tertentu saja dengan menggunakan fasilitas-fasilitas khusus pencarian. Bisa juga mencari sebuah topik dari website dari Indonesia saja atau dari website dalam bahasa Indonesia saja” jawab Shinichi.


“Mengapa kau suka naik kereta ? tanya Maruko

“Karena kereta cepat dan tidak perlu berhenti untuk beristirahat. Kereta aman, nyaman dan tidak banyak dipengaruhi naik turunnya medan yang dilalui. Tempat duduk kereta juga cukup lapang untuk meluruskan kaki. Kelebihan yang lain adalah lampu gerbong kereta selalu dinyalakan walaupun sudah tengah malam sehingga aku bisa membaca” jawab Shinichi.

“Juga karena kau sangat menikmati acara nungguin kereta berangkat sambil makan nasi rawon di dekat pintu belakang Stasiun Bandung. Terus saat sampai tujuan kau bisa beristirahat sejenak sambil minum Milo panas dan makan donat di Twins Donat ditemani koran pagi. Dua hal itu adalah alasan lain mengapa kau suka naik kereta kan?” kata Maruko sambil tertawa. Rupanya dia sering mendengar Shinichi bercerita tentang kebiasannya pada saat berkereta.

^_^

“Mengapa kamu suka statistik? tanya Hiromi

Shinichi agak terkejut dengan pertanyaan yang tak pernah diduga akan diajukan oleh Hiromi. Setelah terdiam beberapa saat akhirnya dia berhasil menemukan beberapa point yang membuatnya menyukai statistik.

“Karena statistik adalah salah satu cabang matematika yang paling menghargai emosi. Statistik memberi tempat untuk faktor-faktor yang bersifat behavioral, tingkah laku dan sifat-sifat individu. Statistik adalah matematika yang hangat, hidup dan sangat manusiawi karena dia mengadopsi ilmu jiwa manusia. Misalnya pada saat pengambilan sampling untuk sebuah angket.Pemilihan responden dilakukan secara hati-hati. Tidak diambil dari sekelompok orang yang sedang bergerombol- ngobrol atau pada dua orang bertetangga dekat--- karena jawaban mereka akan saling mempengaruhi” jawab Shinichi.

“Statistik juga menarik karena dia memberi prediksi bagaimana satu hal berkaitan dengan hal yang lain dengan tingkat kesalahan yang dapat diukur. Mencari hubungan dari berbagai hal adalah sifat bawaan yang melekat pada otakku. Aku adalah sangat menyukai kegiatan pelacakan hubungan antar berbagai fenomena yang berbeda. Semua itu bisa kudapat pada statistik” lanjutnya.

“Ada satu lagi alasan penting yang kau lupakan. Dahulu kala kamu mulai suka statistik setelah mengenal software SPSS. Software statistik itu membantumu menghitung dan menyimpulkan data-data statistik tanpa perlu berurusan dengan rumus-rumus yang membuatmu alergi. Jadi dirimu cukup belajar memilih metode statistik yang cocok untuk satu jenis rancangan percobaan, lalu menyerahkan perhitungannya pada SPSS” kata Maruko menambahkan seraya tersenyum simpul melihat Shinichi mengangguk-angguk membenarkan kata-katanya.

^_^

Mengapa kau suka minum yoghurt? tanya Maruko

“Karena yoghurt terasa segar, manis, dan gurih saat melumer di mulut. Aku suka yoghurt yang kental, tidak dingin dan masih fresh karena terasa sangat lembut di lidah, tidak “menggigit”, dan rasa gurih dari susu masih ada. Sensasi setelah minum yoghurt setara dengan sensasi setelah minum jamu, yaitu kita merasa segar dan serasa tubuh kita menjadi lebih sehat” jawab Shinichi

Mengapa kamu suka udang dan cumi-cumi? tanya Maruko lagi.

“Karena udang dan cumi-cumi adalah salah satu seafood yang paling lezat, gurih dan tidak amis. Setelah dimasak baik dibakar-digoreng atau dikuahi dengan santan--- daging keduanya tetap kompak tidak pecah-pecah dan succulent, saat digigit terasa “kremus-kremus” seperti ada kuah gurih yang terjebak diantara daging-daging itu sehingga menambah kenikmatan rasanya”. jawab Shinichi dengan tangkas.

^_^

“Mengapa kamu suka sepakbola hanya pada saat Piala Dunia ?” tanya Maruko

“Ha ha ha ha.....gitu ya! Karena pada saat itu tersedia banyak informasi tentang para pemain yang memperkuat setiap tim nasional. Aku dengan mudah dapat tahu karakter, skill & riwayat karir setiap pemain dan gaya bermain setiap tim. Demikian juga dengan track record dan strategi-strategi yang digunakan para pelatih. Dengan berbekal segala informasi itulah aku bisa menikmati permainan sepakbola sebagai sebuah pertarungan strategi yang sangat menarik. Sebenarnya aku lebih tertarik pada perjalanan sebuah tim menuju tangga juara daripada serunya sebuah pertandingan. Siapa saja lawan yang harus dikalahkan dan menggunakan strategi seperti apa untuk memenangkan pertandingan” jawab Shinichi

“Mengapa sampai sekarang engkau tidak membeli sebuah pesawat TV ? tanya Hiromi.

“Karena aku ingin menghemat waktu. Acara TV dengan mudah akan menjadi pelarian saat aku bosan. TV juga akan menjadi tempat lari dari hal-hal yang harus dikerjakan tetapi aku enggan mengerjakan. Aku nggak mau waktuku habis di depan TV dan melupakan hal-hal lain yang dapat kukerjakan. Aku merasa belum cukup tangguh untuk membatasi diri nonton TV sehari satu-dua jam saja. Hiks! hiks! Padahal aku pengen banget nonton film Ata-Shinchi di minggu pagi dan Detective Conan the movie di minggu sore.... ”jawab Shinichi dengan sedihnya.

^_^

“Mengapa sebelum makan terkadang kau mencium bau makanan di sendokmu” tanya Maruko

“Ha ha ha.... aku bukan seekor kucing loh!. Biasanya aku membaui makanan yang berdasar penampilan fisik terlihat aneh. Aku ingin memastikan makanan tersebut tidak berasa aneh atau makanan basi sebelum masuk ke mulutku. Kadang-kadang aku juga membaui makanan atau buah-buahan untuk mengukur apakah kira-kira aroma dan rasanya dapat ditoleransi oleh lidahku. Jadi jangan marah kalau makanan pemberianmu kucium baunya--- karena bukan semata-mata soal kebasian tetapi juga menyangkut seleraku terhadap makanan” jawab Shinichi.

Mengapa kamu suka berkebun? tanya Hiromi

“Karena aku suka hijaunya dedaunan, warna-warni tanaman dan segarnya udara di sekelilingnya. Juga karena aku suka melihat sesuatu yang tumbuh secara alami tanpa campur tangan diriku. Tanaman yang mulanya berdaun jarang menjadi berdaun rimbun tanpa aku harus menempelkan daun-daun baru. Aku suka melihat tanaman yang tumbuh dari kecil menjadi besar dan rimbun, dari tidak berbunga menjadi berbunga, dari tidak berbuah menjadi berbuah. Tanaman menyuguhkan pemandangan indah yang berbeda setiap hari. Dari setinggi mata kaki menjadi setinggi lutut, terus menjadi setinggi paha; begitulah tanaman selalu berubah.” jawab Shinichi.

^_^

Terdengar Adzan maghrib dari Masjid Cipaganti saatnya bagi mereka bertiga untuk meninggalkan warung menuju masjid. Dalam ujian tersebut Shinichi dinyatakan mulai dapat mengenali perasaan-perasaannya, mencari penyebab perasaan itu muncul dan menjabarkan penyebab itu dalam kalimat-kalimat yang informatif. Hanya saja Shinichi masih harus menambah pengetahuannya tentang hal-hal praktis, misalnya untuk dapat mendeskripsikan sebuah grup musik dengan akurat, Shinichi harus menguasai istilah-istilah dasar dalam musik sepert pitch, notasi, irama, harmoni dan vocal (nl)

Shinichi yang Menawan (1)

Being Surender

Suatu sore ketika Maruko datang ke tempat Shinichi Kudo, dia terkejut melihat ada dua bendera putih yang dipasang bersilangan di depan kamar. Dengan terheran-heran dia bertanya ada apa gerangan dengan bendera itu. Apakah Shinichi sedang berduka cita? Atau ada sekelompok bad sector pada otaknya sehingga memasang bendera yang biasa digunakan untuk pertanda orang menyerah ?.



“Bukan! Bukan aku sedang berduka cita. Bendera putih itu tanda menyerah. Surender!. Apapun yang akan terjadi biarlah terjadi. Aku ingin berhenti mengendalikan segalanya” kata Shinichi pendek.

Maruko mengerutkan keningnya tanda tidak mengerti apa yang dimaksud Shinichi. Kemudian dia mencoba mengorek lebih dalam apa yang dimaksud dengan Surender. Apakah Shinichi akan menjadi seorang fatalis yang berdiam diri menunggu nasib?. Ataukah dia memutuskan berhenti mengeluarkan protes atas hal-hal yang dianggapnya salah ?. Bak mimpi siang bolong- lah bila Shinichi berubah menjadi si patuh yang mengerjakan segala sesuatu tanpa banyak bertanya.

“Hmmm, apakah kamu akan menghentikan kebiasaanmu mengkritik segala hal yang kau anggap perlu diperbaiki. Wah asyik dong! Tiap hari kamu hanya akan mengucapkan terimakasih!” kata Maruko dengan nada tidak percaya Shinichi mampu merubah kebiasaannya.


Shinichi tertawa mendengar pertanyaan Maruko. Dia menepis bahwa dirinya akan berubah menjadi fatalis atau menjadi si patuh. Sifat bawaan yang melekat pada dirinya (mungkin sejak bayi) menghalanginya menjadi seperti itu. Shinichi mengatakan bahwa dia masih ingin segalanya menjadi lebih baik. Cara yang paling mudah adalah dengan melancarkan kritikan untuk perbaikan. Surender yang dimaksud oleh Shinichi adalah mengenai hal-hal lain. Setidaknya meliputi tiga hal yang dianggapnya sangat mengganggunya.

Pertama adalah Shinchi menyerah pada ketidaksempurnaan: dia ingin berhenti berusaha mengerjakan segala sesuatu dengan sempurna. Mengerjakan sesuatu dengan sangat baik adalah sebuah impian. Kesempurnaan adalah sebuah kepuasan tiada tara bagi orang seperti dirinya. Namun pada kenyataannya, mengerjakan sesuatu dengan sempurna terkadang sama artinya dengan mengerjakan sesuatu dalam waktu yang lama. Bahkan sangat lama hingga melewati batas waktu yang dapat ditoleransi.Akibatnya kesempurnaan tersebut tidak ada artinya karena pekerjaan selesai tepat pada saat sudah tidak dibutuhkan lagi. Hampir sama artinya dengan tidak mengerjakan sama sekali.

Disamping itu mengejar kesempurnaan juga bisa berarti membuat pekerjaan lain tertunda. Waktu yang terbatas dan pekerjaan yang menumpuk menuntut Shinichi mengerjakan segala sesuatu “seadanya”. Kesempurnaan mau tak mau harus digantinya dengan standar minimal yang dapat diterima. Syukur- syukur bila ada cukup waktu untuk membuatnya sedikit diatas rata-rata.

Kedua adalah Shinichi menyerah, berhenti mencoba menyenangkan semua orang. Waktu yang terbatas memaksanya membuat prioritas. Mau tak mau Shinicihi harus memilih pekerjaan yang akan didahulukan dan yang akan dikerjakan kemudian. Pastilah Shinichi akan mengecewakan orang-orang yang pekerjaannya dinomorduakan. Konsekuensinya dia harus rela belajar bertebal telinga menerima keluhan dari orang-orang yang tidak mendapat prioritas. Seandainya Shinichi mencoba menyenangkan semua orang-pun pada akhirnya juga akan mengecewakan sebagian besar orang. Bahkan dia akan terjebak pada kegiatan menangani setiap permintaan berdasar urutan waktunya. Itu artinya semua pekerjaan dianggap sama. Tidak ada prioritas. Akibatnya pada saat dibutuhkan ---pekerjaan-pekerjaan yang kritis justru belum siap---sementara pekerjaan-pekerjaan remeh temeh sudah selesai.

Yang paling penting diperhatikan pada langkah berhenti menyenangkan semua orang adalah adalah kompromi. Shinichi harus belajar mengkompromikan prioritasnya dengan prioritas orang lain. Pekerjaan yang dianggapnya berprioritas rendah bisa jadi merupakan prioritas tertinggi bagi orang lain. Karenanya Shinichi harus berusaha menyeimbangkan kepentingan dirinya dengan kepentingan pihak lain dengan berpedoman pada prioritas umum yang telah digariskan oleh perusahaan. Akan lebih mudah bila Shinichi menyerahkan pembuatan prioritas pada atasannya.

Ketiga adalah Shinichi menyerah berhenti mencoba menjadi Superhero yang mampu menyelesaikan segalanya. Memang bagus bila Shinichi mengetahui segala sesuatu mulai dari aspek teknik pekerjaan seperti listrik & mesin-mesin; sampai ke aspek biologis seperti nutrisi-nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Namun lagi-lagi waktu yang menuntutnya untuk memilih. Atau dia justru tidak akan menguasai apa-pun. Segalanya akan dikuasainya dengan dangkal. Akibatnya dia tidak dapat diandalkan untuk menyelesaikan masalah-masalah utama dalam pekerjaannya yang berkaitan dengan kultivasi mikroba dan produksi toksin.

Berhenti jadi superhero juga berimplikasi pada pelimpahan beberapa pekerjaan penting pada orang-orang isekitarnya. Shinichi harus mau bolak-balik mengajari orang untuk mengerjakan sesuatu. Misalnya membuat laporan. Shinichi harus menahan diri untuk tidak mengetik sendiri perbaikan-perbaikan kecil pada draft laporan--- dia harus menyerahkan hasil koreksian kepada si pembuat laporan untuk diketik ulang--- yang mungkin akan berakhir dengan kesalahan lagi. Sabar menghadapi laporan yang bolak-balik adalah pertanda kemampuan dirinya menahan diri untuk tidak menjadi Superhero yang mengerjakan segalanya. Karena bila hal itu dilakukan, pekerjaan detail yang menyita waktu akan menjepitnya tanpa ampun. Membuatnya merasa tidak berdaya menyelesaikan- pekerjaan-pekerjaan lain yang lebih penting.


^_^

“Wow menarik sekali. Terutama point ketiga, berhenti menjadi Superhero. Hebat bila dirimu mampu membiarkan pekerjaan- pekerjaan penting dikerjakan orang lain!” teriak Maruko.


Shinichi tersenyum dan mengakui bahwa ketiga “Surender” tersebut bukanlah hal yang mudah dilakukan. Merubah kebiasaan-kebiasaan yang telah mendarah daging adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Kata-kata yang lebih tepat adalah perubahan perlahan-lahan menuju kebiasaan baru. Barangkali dua bendera putih tersebut akan membantunya untuk mengingat- ingat bahwa dirinya sedang berusaha keras untuk menjadi seorang surender (jl. makmur-14 bandung 2006).