Senin pagi ketika Shinichi Kudo mengisi liburan dengan ikut Amori berkunjung ke sebuah rumah sakit desa, segalanya telah berubah. Tiga tahun yang lalu Shinichi pernah menemani Amori ke sana. Waktu itu jumlah pasiennya sedikit namun herannya semua serba tidak teratur. Rumput dan alang-alang di halaman melebihi tinggi orang dewasa. Sampah berceceran dimana-mana. Plafon nampak dihiasi lingkaran-lingkaran coklat berjamur bekas tetesan air hujan, pertanda genting dibiarkan bocor. Dinding kusam, bekas telapak sepatu di sana sini. Korden jendela berubah abu-abu dari putih warna aslinya. Lantai dihiasi ceceran makanan dan debu.
Para petugas nampak mengobrol sambil asyik nonton TV, sebagian lagi membaca koran dan sisanya main pingpong di halaman. Mereka sama sekali tak tergerak untuk membereskan semua itu. Bahkan saat ransum makan siang disajikan, menunya adalah mi instan yang diantar tukang mi yang mangkal di depan rumah sakit. Alias si tukang masak pun memilih jalan mudah daripada harus susah payah memasak. Dan pastilah WC-nya kotor bukan kepalang. Lengkap dengan ceceran tisue, kecoa, dan lumut di bak airnya.
^_^
Kini semuanya telah berubah. Gedung masih tetap seperti semula namun halamannya bersih dan tertata rapi. Dinding putih bersih dan korden-korden juga nampak habis dicuci. Lantai dan plafon bersih. Segalanya nampak terawat dengan baik. Tak nampak lagi petugas yang berleha-leha sambil nonton TV. Mereka bergelut dengan berbagai pekerjaan. Ada yang sedang entry data, mengantar selimut yang baru dicuci ke kamar-kamar pasien, menuntun pasien ke kamar mandi dan sebagian lagi merapikan kamar.
Mengapa berubah? Apa rahasianya? Pertanyaan itu berkecamuk di benak Shinichi sampai Amorita Houdini Zatoichi --- yang sering mengunjungi rumah sakit tersebut karena tuntutan pekerjaan --- menceritakan penyebabnya. “Kau lihat ibu-ibu berkerudung itu. Merekalah yang telah merubah rumah sakit ini!” kata Amori pendek sambil menunjuk sekelompok Ibu-ibu yang sedang bercakap-cakap dengan pasien.
Alkisah pendiri rumah sakit desa tersebut adalah para anggota pengajian mingguan yang diasuh seorang kyai. Pada mulanya hanyalah sebuah klinik kecil yang melayani penduduk desa. Kemudian dengan bantuan dana dari beberapa alumni pengajian yang merantau ke Jakarta, klinik itu berubah menjadi rumah sakit kecil. Belakangan berkembang lagi menjadi rumah sakit umum yang secara ukuran termasuk yang terbesar di kabupaten. Sayangnya pelayanan buruk membuat rumah sakit tersebut menjadi pilihan terakhir masyarakat. Bahkan para anggota pengajian pun enggan merawat keluarganya yang sakit di sana.
Sampai suatu hari putra bungsu Pak Kyai yang sekolah kedokteran di Jakarta pulang. Berbekal pengalaman magang di beberapa rumah sakit swasta besar di Bandung dan Jakarta dirombaknya sistem pengawasan rumah sakit. Menurut dia masalah utama di rumah sakit tersebut adalah pengawasan yang lemah. Perlu dibangun sistem pengawasan yang lebih ketat dengan melibatkan orang-orang di luar rumah sakit. Langkah yang dipilihnya adalah melibatkan para anggota pengajian dalami tim pengawas. Sebulan sekali pimpinan rumah sakit dan tim pengawas bertemu untuk menindaklanjuti hasil pengawasan.
Anggota pengajian yang berwatak keras dan suka mengatur dimasukkan dalam tim pertama yang bertugas mengawasi perilaku kerja seluruh petugas rumah sakit. Mereka harus memastikan pasien dilayani dengan ramah dan fasilitas rumah sakit dipelihara dengan baik. Bila terjadi pelanggaran, mereka diberi keleluasaan memberi peringatan. Termasuk dengan gaya mereka yang keras. Pada awalnya hal itu menimbulkan gejolak dikalangan pertugas rumah sakit yang merasa diperlakukan sewenang-wenang. Beberapa petugas memilih keluar dan pindah kerja ke tempat lain. Namun sebagian besar petugas berhasil menyesuaikan diri. Lama-kelamaan mereka menjadi terbiasa dengan disiplin yang ketat dan jarang diperlukan perlakuan keras lagi.
Anggota pengajian yang berwatak supel dan ringan tangan dimasukkan dalam tim kedua yang bertugas menjenguk pasien. Tiga kali seminggu semua pasien didatangi, dihibur dan didoakan. Bahkan pasien yang sudah pulang pun terkadang masih ditengok. Mereka adalah orang-orang altruis yang gemar memperhatikan orang lain. Sehingga tugas itu bukanlah beban malahan menjadi kesenangan baru buat mereka. Tim ini juga bertugas mengumpulkan informasi keluhan pasien terhadap pelayanan rumah sakit.
Tentu saja nasib petugas rumah sakit juga diperhatikan. Disamping memberi gaji yang layak, dan jaminan kesehatan bagi keluarganya; secara rutin ibu-ibu pengajian mengadakan pertemuan dengan para petugas rumah sakit. Pada pertemuan itu disampaikan segala keluh kesah, usulan dan hal-hal yang menjadi harapan mereka. Walaupun tidak semua permintaan mereka dapat dipenuhi, namun setidaknya dapat menjadi saluran bagi opini mereka. Sehingga para petugas tersebut merasa tidak sekedar menjadi obyek penegakan disiplin, tetapi juga subyek yang ikut menentukan arah perkembangan rumah sakit.
^_^
“Menurut si dokter baru, pengawasan berfungsi untuk memaksa manusia mentaati peraturan sebelum kelak peraturan itu tertanam dalam benaknya dan menjadi kebiasaan hidup sehari-hari” kata Amori pada saat perjalanan pulang. Agaknya pendapat si dokter muda ada benarnya juga. Peraturan yang sejak lama ada di rumah sakit itu tidak banyak artinya sebelum pengawasan ditegakkan. 30-01-2006
0 komentar:
Post a Comment