Gerak-gerik di atas Panggung

Seorang presenter naik ke atas panggung yang sekaligus menandai tibanya acara inti. Dengan gayanya yang akrab dia memanggil tujuh orang karyawan berprestasi ke atas panggung. Bincang-bincang yang pertama kali serasa kaku lama kelamaan semakin lancar berkat kepiawaiannya membuat para best perfomer tersebut merasa nyaman. Pelan-pelan mereka berani membuka diri menceritakan aktifitas sehari-hari di perusahaan.

Muncullah sebuah talk-show yang hangat dan hidup di atas panggung. Menguak kiat-kiat mereka sehingga berhasil meraih prestasi yang menonjol diantara karyawan lain. Sebuah acara malam pemberian penghargaan yang sangat mengesankan bagi para hadirin yang memenuhi gedung pertemuan. Namun ada satu hal yang mengganggu Maruko. Hal yang membuat dirinya terpaksa mengakui kebenaran kata-kata Hiromi.

Bagi Maruko gerak-gerik tubuh beberapa karyawan berprestasi tersebut terasa mengganggu jalannya wawancara. Ada yang setiap kali garuk-garuk kepala. Ada yang berulang-ulang memasukkan lalu mengeluarkan kedua tangannya ke saku celana. Ada juga yang menepuk (untungnya) dahi sendiri kala merasa jawaban yang dia berikan kurang pas dengan pertanyaan si pembawa acara.

Bukan salah sih, tapi terasa tidak pas dengan performa mereka yang hebat di pekerjaan. Apalagi di atas panggung mereka berperan sebagai “guru” yang mengajarkan kiat-kiat meraih prestasi pada karyawan lain. Sebuah tugas yang menuntut sikap tubuh yang baik agar kata-kata mereka mampu meyakinkan hadirin.



Hal sederhana yang tiba-tiba serasa menjadi “besar” dimata Maruko. Selama ini dia sependapat dengan Shinichi Kudo yang menganggap: biarlah orang bersikap apa adanya asal sopan. Nggak perlu diatur-atur bahasa tubuhnya karena akan terasa artificial. Dibuat-buat agar mengesankan orang lain. Nggak asli. Sebuah sikap tanpa karakter. Namun kejadian diatas panggung itu membuatnya berpikir ulang.

Sebuah sikap tubuh yang baik disamping enak dilihat juga akan membuat pesan-pesan yang disampaikan seseorang terasa lebih bernyawa dan memberi kesan yang mendalam. Kesan mungkin tidak begitu penting bagi mereka yang sering bertemu, namun menjadi sangat penting bila interaksi tersebut adalah yang pertama dan akan mempengaruhi ada tidaknya interaksi berikutnya. Apalagi bila keberadaan mereka diatas panggung untuk membawakan presentasi yang bertujuan meyakinkan hadirin.

Cerita seorang temannya tentang sebuah bank yang terletak di samping kantornya yang melatih satpam untuk berdiri tegak di samping pintu, sigap membukakan pintu dan menawarkan bantuan kepada para pengunjung bank juga membuatnya semakin yakin bahwa pelatihan sikap tubuh bukanlah hal yang salah. Jika seorang operator telemarketing dilatih untuk menggunakan bahasa lisan yang sopan & persuasif dalam melayani pelanggan, mengapa seseorang yang akan tampil di atas panggung tidak dilatih untuk menggunakan bahasa tubuh yang sopan dan simpatik di mata hadirin.

Toh walau bagaimanapun juga bahasa tubuh yang baik akan membuat hadirin merasa nyaman dan dapat menikmati topik percakapan di atas panggung tanpa terpecah konsentrasinya oleh hal-hal yang tidak penting. Namun Maruko juga sadar bahwa dalam soal pelatihan "bahasa tubuh" ini tidak semua orang harus berpandangan sama dengan dirinya. (kawasan jl. babaran umbulharjo jogja).

0 komentar:

Post a Comment