“Kasihan adik saya, sekarang harus menyelesaikan semua urusan itu sendirian. Saya gak punya waktu untuk menemaninya”
“Ohh, adiknya belum pernah kerja di tempat lain ya Pak?
“Belum. Dia belum banyak pengalaman. Adik saya itu masih kecil kok. Baru berapa umurnya. Lahir tahun ......!”
“Itu mah sama dengan saya Pak. Saya lahir tahun itu juga”
“Oh begitu. Yah berarti umurnya sama dengan Teteh ya. Tapi dia masih lugu banget. Kelihatan kayak anak-anak”
^_^
Bukankah sangat menarik. Seseorang yang sanggup mengobrol dengan kita sebagai dua orang dewasa, menganggap adiknya yang seumuran dengan kita “belum cukup umur”. Perlukah kita mengoreksi saat seseorang mengatakan adiknya masih terlalu kecil dan belum cukup “tangguh” untuk menghadapi permasalahan dunia kerja tanpa bantuannya?. Mungkin jawabannya tidak perlu! Mengapa? Karena buat seorang kakak, si adik bisa saja kelihatan kecil terus. Apalagi bila jarak umur antara kakak dan adik cukup jauh. Dimata si kakak, si adik tetaplah anak kecil yang masih butuh bantuannya.
Terkadang dalam percakapan sehari-hari kita tidak mencari “kebenaran’, dalam arti harus mengoreksi setiap ucapan orang yang salah. Pada beberapa kasus lebih baik kita membiarkan dia dengan pikirannya sendiri – karena pikiran tersebut tidak terbentuk dalam waktu singkat -- tetapi melalui pengalaman yang panjang selama hidupnya. Kecuali untuk hal-hal yang sangat penting, misalnya tentang hal-hal yang benar dan yang salah. Sedangkan untuk hal-hal sederhana seperti rasa, harapan atau anggapan yang bersifat selera pribadi sepertinya lebih baik kita menahan diri. Toh kita tidak sedang di arena perdebatan pengadilan dimana kita dituntut untuk mengungkapkan kebenaran demi menegakkan keadilan(nae)
“Ohh, adiknya belum pernah kerja di tempat lain ya Pak?
“Belum. Dia belum banyak pengalaman. Adik saya itu masih kecil kok. Baru berapa umurnya. Lahir tahun ......!”
“Itu mah sama dengan saya Pak. Saya lahir tahun itu juga”
“Oh begitu. Yah berarti umurnya sama dengan Teteh ya. Tapi dia masih lugu banget. Kelihatan kayak anak-anak”
^_^
Bukankah sangat menarik. Seseorang yang sanggup mengobrol dengan kita sebagai dua orang dewasa, menganggap adiknya yang seumuran dengan kita “belum cukup umur”. Perlukah kita mengoreksi saat seseorang mengatakan adiknya masih terlalu kecil dan belum cukup “tangguh” untuk menghadapi permasalahan dunia kerja tanpa bantuannya?. Mungkin jawabannya tidak perlu! Mengapa? Karena buat seorang kakak, si adik bisa saja kelihatan kecil terus. Apalagi bila jarak umur antara kakak dan adik cukup jauh. Dimata si kakak, si adik tetaplah anak kecil yang masih butuh bantuannya.
Terkadang dalam percakapan sehari-hari kita tidak mencari “kebenaran’, dalam arti harus mengoreksi setiap ucapan orang yang salah. Pada beberapa kasus lebih baik kita membiarkan dia dengan pikirannya sendiri – karena pikiran tersebut tidak terbentuk dalam waktu singkat -- tetapi melalui pengalaman yang panjang selama hidupnya. Kecuali untuk hal-hal yang sangat penting, misalnya tentang hal-hal yang benar dan yang salah. Sedangkan untuk hal-hal sederhana seperti rasa, harapan atau anggapan yang bersifat selera pribadi sepertinya lebih baik kita menahan diri. Toh kita tidak sedang di arena perdebatan pengadilan dimana kita dituntut untuk mengungkapkan kebenaran demi menegakkan keadilan(nae)
0 komentar:
Post a Comment