Long
weekend kali ini dimanfaatkan Wagenugraha untuk berkunjung ke rumah sepupunya di sebuah kampung di kaki gunung
pedalaman Cianjur. Selama di perjalanan, Wagenugraha mendapati jalan
raya dari kota kabupaten ke kampung telah teraspal mulus. Jembatan yang
kokoh membentang di atas sungai-sungai yang mengalir di sepanjang jalan.
Jalan
raya dan jembatan ini juga akan memudahkan transportasi dari Bogor,
Sukabumi, Purwakarta dan kota-kota lainnya menuju kampung sepupunya.
Angkutan umum pun telah mulai tumbuh dan menjangkau ke kampung-kampung,
termasuk kampung tempat saudaranya tinggal. http://duniashinichi.blogspot.com
htt
p://duniashinichi.blogspot.com
htt
p://duniashinichi.blogspot.com
Namun ada satu hal yang mengherankan bagi Wagenugraha. Meskipun jalanan telah mulus dan angkutan umum mulai tersedia, tenyata tidak berdampak besar terhadap perekonomian warga. Sepupunya dan tetangga-tetangganya masih berbisnis tanaman hias kecil-kecilan di kebun belakang rumah mereka yang luas. Setiap bulan ada pedagang dari kota yang datang untuk mengambil tanaman untuk dipasarkan ke kota Cianjur dan sekitarnya. Omzetnya tidak seberapa besar, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Pada
kunjungan ini Wagenugraha mengajak temannya yang seorang arsitek
desain eksterior. Teman tersebut telah banyak menangani proyek pembuatan
taman di Bandung. Setelah berbincang-bincang dengan sepupunya, temannya
sependapat dengan Wagenugraha, bahwa perlu sentuhan kreatif untuk
membangkitkan ekonomi kampung ini dan kampung-kampung sekitarnya. Perlu
dibangun sebuah galery tanaman hias yang representatif untuk dikunjungi
orang dari kota yang berminat untuk mengoleksi tanaman hias. Tujuannya
agar daerah ini dikenal sebagai penghasil tanaman hias dan untuk
menjaring pembeli kakap dari kota-kota sekitar, seperti Bandung, Bogor
dan Sukabumi. Maka disampaikanlah hal itu pada sepupu Wagenugraha yang
juga menjabat sebagai Kepala Kampung.
Ternyata
ketiadaan arena display tanaman hias yang representatif juga dirasakan
oleh sepupu Wagenugraha. Kebanyakan warga hanya mengandalkan kebun
belakang rumah untuk menerima calon pembeli. Penataan yang kurang
menarik dan penampilan lokasi yang seadanya tentu saja kurang memuaskan
bagi pengunjung. Makanya dia dengan antusias menyambut ide itu dan
langsung menyediakan tanah dua hektar yang merupakan tanah milik kampung
untuk dijadikan galery tanaman hias. Teman Wagenugraha yang arsitek itu
dengan sukarela membuat desain bagi galery tanaman hias beserta
menghitung biayanya. Rencananya biaya pembangunan galery akan dipikul
bersama oleh pengusaha tanaman hias yang ada di kampung itu.
Biaya
pembangunan galery tanaman hias ternyata sangat besar untuk ukuran para
pebisnis kecil di kampung. Hasil patungan para pemilik usaha tanaman
hias tak akan mencapai seperempat dari biaya yang dibutuhkan. Untunglah
teman arsitek Wagenugraha ini berjanji untuk mencarikan investor dari
Bandung. Dia memiliki banyak rekan bisnis yang memasok tanaman hias bagi
proyek-proyeknya. Dia yakin mereka akan dengan senang hati berinvestasi
membangun galery di jantungnya produsen tanaman hias seperti kampung di
pedalaman Cianjur ini.
Tawaran
temannya itu membuat Wagenugraha lega. Setidaknya liburan kali ini
dirinya tidak membuang waktu sia-sia. Entah berapa lama galery itu akan
terwujud, setidaknya semangat untuk meraih kemajuan telah berkobar di
hati sepupunya yang kepala kampung itu. Wagenugraha yakin sepupunya itu
juga akan mengobarkan semangat di dada para pengusaha hias yang ada di
kampungnya untuk memaksimalkan infrastruktur jalan dan jembatan yang
telah dibangun dengan biaya mahal hingga kampung-kampung di pedalaman
mudah diakses dari kota-kota sekitarnya (Undil - 2013).
gambar "taman beroda pada masa kesultanan turki usmani" diambil dari: treehugger
gambar "taman beroda pada masa kesultanan turki usmani" diambil dari: treehugger
0 komentar:
Post a Comment