Seni Penolakan Haibara kala Mempersiapkan Family Gathering

Haibara kesal dengan sesuatu menyebalkan yang harus dilakukan untuk kesekian kalinya. Ini gara-gara dirinya diseret  Shinichi Kudo untuk ikut serta menjadi panitia family gathering di kantornya. Jabatannya gak tanggung-tanggung lagi.  Koordinator acara family gahthering!

Haibara yakin seyakin-yakinnya bahwa sembilan puluh persen pekerjaan panitia family gathering ini ada di seksi acara.  Jadi Shinichi memberi “gunung gajah” untuk dipikul Haibara. Kerjanya pasti berat banget, berjibun-jibun serta akan memakan habis waktunya. Gimana nggak berat kalo harus membuat acara yang menarik buat 4000 orang!.



Udah gitu Shinichi dan teman-teman lainnya pengen acara beda sama sekali dari tahun lalu. Gak boleh sama!  Harus ada novelty-nya kata mereka.  Sebagai salah satu dampaknya pengisi acara dari mulai pembukaan hingga penutup  adalah kaum profesional dari luar perusahaan. 

Definisi profesional menurut Shinichi adalah layak masuk TV. Artinya jika si pengisi acara belum pernah ditayangkan di TV berarti dia belum bisa dipentaskan di family gathering.  Sebuah persyaratan yang ditentukan oleh Shinichi, tapi dampaknya langsung terasa oleh Haibara, yaitu dirinya harus jungkir-balik & pontang-panting mencari pengisi acara.

Sebenarnya semua itu menyenangkan Haibara yang emang demen bikin acara seperti ini. Yang menyebalkan hanya satu, yaitu wanti-wanti Shinichi kepada Haibara untuk pandai-pandai menolak semua permintaan dari kalangan internal untuk tampil — termasuk bila ada request dari para petinggi di kantor.

Bahkan bos-nya sendiri pun harus ditolak jika minta anaknya bisa tampil di family gathering.  Itu semua karena cita-cita Shinichi untuk membuat integrated family gathering. Entah dari mana dia mendapat istilah itu. Yang pasti Haibara yakin itu bukan ide asli Shinichi, secara anak itu bukanlah ahli tentang acara-acara seperti ini. 

Integrated Family Gathering menurut Shinchi berarti  acara dari awal sampai akhir adalah satu kesatuan yang sudah dipersiapkan dari sejak membuat konsep acara.  Jadi pengisi acara ditentukan berdasarkan konsep acara dan bukan sebaliknya.  Nyatanya emang demikian. Setelah ditentukan konsep acara, maka panitia kecil yaitu Shinichi, Haibara, Kogoro dan dua teman lainnya membutuhkan waktu tiga minggu hanya untuk memperdebatkan susunan detail acara dan siapa saja yang akan mengisi acara.

Debat selepas jam kerja yang berlangsung hingga larut malam bahkan terkadang sampai dini hari itu untungnya berhasil melahirkan blueprint family gathering yang menjadi panduan bersama semua panitia. Disitu sudah tercantum semua pengisi acara, tidak boleh ada tambahan lagi. 

Blueprint itu juga menjadi panduan dalam hal tolak menolak para peminat jadi pengisi acara. Jadi masalahnya bukanlah kualitas para peminat tersebut,  tapi karena konsep acara menghendaki pengisi acara yang sesuai dengan konsep itu dan mereka telah selesai dipilih oleh panitia.  

Alhasil sampai tujuh hari menjelang acara, Haibara udah menolak belasan calon pengisi acara. Dari mulai band lokal karyawan, anak karyawan, keluarga rekanan kantor, hingga pihak-pihak luar yang ingin berpartisipasi. Semuanya ditolak dengan sukses oleh Haibara.   

Namun kali ini yang minta beda. Dia adalah seorang petinggi, bekas koordinator Haibara saat dirinya mengikuti satu project yang dipimpin orang itu beberapa tahun yang lalu. Si Bapak ingin anaknya tampil di panggung family gathering.

Paduan suara anak-anak SMP.  Sebenarnya seru juga siy karena Haibara tahu persis suara mereka bagus-bagus. Dia pernah melihat mereka pentas di Sabuga.  Namun blueprint  udah terbit.  Slot acara sudah tersusun rapi.  Bisa dibom Shinichi bila dirinya merubahnya hanya karena dirinya  gagal menolak satu permintaan saja.

Wuhhh kali ini Haibara harus berusaha keras untuk menolaknya dengan halus.  Secara dirinya banyak berhutang budi pada si Bapak yang telah mengajarinya banyak hal tentang perprojekan.  Sungguh sial dirinya harus melakukan penolakan ini.  Satu hal yang tidak pernah diduganya menjadi bagian dari tugas sebagai koodinator acara family gathering -– menjadi Sang Penolak.  Dus Haibara tiba-tiba merasa menggenggam bola panas yang harus secepatnya dia padamkan.

Haibara ingat seminggu yang lalu dirinya dengan susah payah berhasil menolak permintaan teman dekatnya untuk menampilkan adiknya yang telah lima tahun ikut sanggar tari dengan cita-cita ingin bisa pentas di kantor kakaknya.  Dirinya harus tegar saat melihat si adik kecewa dari sebelumnya hatinya berbunga-bunga karena mengira dapat tampil di panggung dengan ditonton ribuan orang itu.  Secara Haibara sering banget berenang bareng si adik itu di hari-hari libur – dapatlah dibayangkan kekeluan lidahnya.  Pahitnya mengecewakan teman dekat benar-benar dia rasakan saat itu

Penolakan yang lebih ringan -- dilakukan Haibara terhadap salah satu instansi keamanan yang ingin menampilkan band yang baru saja mereka bentuk.  Juga dari  klub lawak yang salah satu anggotanya adalah karyawan kantor. Juga dari beberapa orang luar yang berminat mengisi acara. Untunglah  mereka semua  bisa mengerti alasan yang dikemukakan Haibara.

Haibara berusaha keras menjelaskan adanya blueprint family gathering yang harus dipatuhi. Juga tentang  DP semua pengisi acara yang sudah dibayar dan acara sudah tersusun rapi hingga hitungan menit.  Semua itu membuat pengisi acara tak memungkinkan untuk dirubah lagi. Dan memang demikianlah adanya.  Kadangkala dia menghibur para peminat tersebut dengan menyarankan mereka untuk mengajukan diri pada acara yang lain seperti ulang tahun himpunan kayawan atau acara DKM.  Sebuah penolakan yang dikritik Shinichi sebagai melemparkan bola panas pada orang lain.

^_^

Setelah hampir satu jam dalam keraguan, akhirnya Haibara memberanikan diri menjawab SMS itu. Dia sudah terlalu lelah mencari-cari  kalimat yang enak untuk diungkapkan.

“Mohon maaf Pak,  slot waktu pengisi acara sudah penuh, gak bisa diselip-selipin lagi. Jadi panitia tidak bisa menampilkan paduan suara si adik”

“Saya hanya butuh waktu paling lama 20 menit untuk menampilkan 4 lagu. Please tolonglah mereka sudah sangat antusias untuk tampil di family gathering”. Demikianlah bunyi  jawaban atas SMS Haibara

Duh! Haibara pusing gimana cara dia bisa menolak permintaan kedua  ini. Secara dia sudah divonis mati oleh Shinichi gak boleh merubah-rubah acara lagi karena semuanya sudah dihitung hingga satuan menit oleh Show Director. Tak satu menit-pun yang dibiarkan lowong tanpa detail kegiatan yang harus dilakukan pada menit tersebut.  Memasukkan pengisi acara baru berarti mulai kerja besar lagi menyusun acara.

Akhirnya Haibara memutuskan untuk melenggang ke ruangan Shinichi untuk minta “pertanggung jawaban” dengan cara memilihkan jawaban yang paling pas buat Si Bapak. Saat dirinya duduk di depan meja Shinichi dan ngomong tentang hal itu, anak itu hanya nyengir kuda seraya menyuruh Haibara mengatakan hal-hal yang lain bersamaan dengan SMS penolakan yang akan dikriimkannya.

“Kalo gak salah si Bapak baru saja pindah ke rumah baru yang ada kolam di halaman depannya. Omongin saja tentang itu, mudah-mudahan membantu mencairkan suasana” kata Shinichi

“Busyet lu!. Dasar tukang kasiy beban moral berat ke orang, udah tahu aku dekat dengan dia malahan aku yang disuruh menolak dia!” kata Haibara sambil tiba-tiba saja kepalanya serasa muncul tanduk saking kesalnya melihat kecuekan Shinichi. Rasa-rasanya dirinya ingin menyeruduk Shinichi dengan tanduk itu.  Tapi sudahlah. Percuma saja berantem dengan si tukang nyengir. Malahan dia seneng kalo diseruduk Haibara. Akhirnya dengan hati masygul Haibara memakai juga saran Shinichi pada SMS-nya.

“Punten pisan Pak, kita sudah susun acara hingga hitungan menit. Jadi benar-benar kami tidak bisa lagi menyelipkan pengisi acara lain. Semua jadwal sudah confirm ke pengisi acara, dan kami kesulitan bila harus buat konfirmasi baru lagi dengan mereka.  Btw saya sudah lihat rumah bapak yang baru, asyik banget ada kolam besar di halaman depan, saya pernah lihat Bapak baca koran sambil duduk di gazebo di tengah kolam. Kayaknya seru banget!”

Satu jam belum ada jawaban dari Si Bapak. Hingga Haibara mulai gelisah sambil sesekali melirik Shinichi yang masih sibuk dengan kertas-kertas pekerjaannya.  Akhirnya Haibara membuka laptopnya dan mulai sibuk dengan SOP-SOP baru yang harus dibuatnya.  Dia memutuskan untuk menenggelamkan diri dalam pekerjaanya. Namun untunglah, dua jam kemudian ada jawaban dari si Bapak, dan isinya pendek namun sangat melegakan.

 “OK, saya pernah mengalami jadi panitia, jadi saya dapat memahami kesulitan Haibara”.

Demang Nuru dan Para Ksatria Jepara


Demang Nara, Demang Neri dan Demang Nuru duduk bertiga di depan sebuah meja kotak dari kayu cendana di tengah pendopo kadipaten. Para demang yang lain juga duduk di beberapa meja lain yang ditata apik di pendopo. Wangi-wangian berupa dupa yang dibakar pojok-pojok ruangan menghiasi udara pendopo. Hari ini di ruangan itu akan dilakukan pertemuan para pejabat  kadipaten dengan perwakilan Ksatria Jepara untuk merundingkan berbagai hal. Sang Adipati akan memimpin sendiri delegasi kadipaten pada pertemuan kali ini.


Hal-hal yang penting untuk dibicarakan adalah soal perdagangan, disamping soal-soal keamanan. Kadipaten memiliki hasil bumi seperti beras, jagung dan kelapa untuk dipasok ke Jepara. Sementara Jepara selaku salah satu kota pelabuhan terbesar di pantai utara Jawa memiliki kain sutera, minyak ikan, ter, kertas, kapur barus, minyak wangi, barang-barang pecah belah dari porselin & kristal, peralatan rumah tangga dari logam dan obat-obatan yang dibutuhkan rakyat kadipaten.

Demang Nara yang tiba duluan di tempat itu memesan minuman buat dirinya dan dua temannya. Awalnya dia memesan teh tawar untuk dirinya, tapi kemudian dia tertarik dengan tawaran pelayan untuk mencoba minuman air kelapa muda ditambah sirup strawberry yang didatangkan khusus dari Venesia. Sirup yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari Gujarat itu telah tersohor kenikmatannya. Namun karena dia sudah memesan satu gelas teh tawar, maka Demang Nara hanya memesan dua gelas kelapa muda strawberry.

Yang menyusul datang adalah Demang Neri, si juragan beras muda belia dari wilayah timur kadipaten. Demang Neri mengendalikan lumbung-lumbung padi yang berada di wilayah kekuasaannya. Makanya dia adalah aktor penting dalam perundingan ini mengingat Jepara bukanlah daerah yang memiliki petani. Hampir seluruh penduduk Jepara adalah kaum pedagang, para tukang, tabib, ahli kimia, pembuat senapan & meriam,  pemintal kain dan profesi lain yang tak terkait dengan produksi beras.

Melihat di depannya telah tersuguh minuman kelapa muda strawberry, Demang Neri tertarik untuk mencicipinya seperti yang dilakukan Demang Nara. Dan dia tidak kecewa dengan kelezatan paduan rasa kelapa muda strawberry.

Demang Nuru baru muncul satu jam kemudian. Agaknya dia masih sibuk membuat sapu lidi di halaman belakang rumahnya sehingga terlambat tiba di kadipaten. Demang Nuru memimpin wilayah selatan kadipaten yang merupakan pusat perkebunan kelapa. Setiap tahun ratusan ribu kelapa dihasilkan oleh wilayah itu, namun tidak semuanya dapat terjual. Belakangan muncul permintaan baru yaitu kelapa yang telah dikeringkan untuk dipasok ke Jepara. Kelapa kering itu selanjutnya akan diangkut ke Makasar yang merupakan pusat perdagangan kopra dunia di masa itu. Sebuah peluang perdagangan yang sangat menguntungkan bagi Demang Nuru.

Hasil sampingan dari perkebunan kelapa adalah sapu lidi yang dibuat dari daun-daun kelapa. Adalah hobby Demang Nuru untuk membuat sendiri sapu lidi menemani para pegawainya, yang tak lain adalah anak istrinya. Sayang sapu lidi bukanlah barang yang gampang dijual karena relatif awet. Orang bisa beli satu untuk dipakai satu dua-tahun, sehingga penjualannya juga kurang bagus.

Melihat dua temannya minum kelapa muda berwarna merah muda -- warna sirup strawberry Venesia, terbitlah air liur Demang Nuru karena kepengin merasakan juga. Namun alangkah kecewanya dia saat pelayan datang malahan membawakan teh tawar bagi dirinya. Dilihatnya Demang Nara senyum-senyum sambil pasang muka tidak bersalah, sementara Demang Neri pura-pura sibuk menulis-nulis dengan pensil arang di atas kertas yang dibawanya. Setelah diamat-amati ternyata Demang Neri cuman menggambar dua gunung dan matahari terbit diantaranya. “Sungguh Demang yang kekanak-kanakan” pikir Demang Nuru.

Karena untuk pesan minuman lagi dia malu pada Sang Adipati, maka terpaksalah Demang Nuru meminum teh tawar yang disuguhkan. Rasanya beda banget sih dibanding teh yang dirumahnya. Teh ini teh kelas satu yang telah dibumbui dengan bunga melati dan diracik oleh empu teh nomor satu di kadipaten. Sementara teh di rumahnya adalah daun teh kering tanpa bumbu yang rasanya biasa-biasa saja. Jadi agak sedikit terhiburlah hatinya. Dicoba dinikmatinya setiap tetesnya. “Hmmm benar-benar nikmat tidak seperti teh yang di rumah.  Lagipula kalau aku minum manis-manis malahan bisa serak” pikir Demang Nuru.

^_^

Sayup-sayup Demang Nara mendengar suara derap puluhan ekor kuda mendekati halaman pendopo kadipaten. Sejurus kemudian dilihatnya ada kurang lebih dua puluh ksatria berkuda dengan pakaian warna putih, sorban warna putih dan bersepatu hitam memasuki halaman kadipaten. Merekalah para Ksatria Jepara yang ditunggu-tunggu.

Ksatria di barisan terdepan membawa panji-panji gula kelapa – merah putih lambang Kesultanan Demak Bintoro. Jepara adalah salah satu wilayah Kesultanan Demak Bintoro – salah satu kerajaan maritim terbesar di nusantara sepanjang masa. Demak Bintoro mengandalkan pendapatannya bukan dari pertanian, tetapi dari perdagangan internasional di kota-kota pelabuhan di sepanjang pantai utara Pulau Jawa, termasuk pelabuhan Jepara.

Berkat perdagangan itulah Demak Bintoro muncul sebagai kerajaan maritim yang kaya raya dan mampu membangun armada kapal-kapal perang yang disegani di nusantara. Disamping pasukan dan senjata, faktor ketersediaan uang memegang peranan penting dalam perang di masa itu. Bila tidak memiliki uang yang cukup maka pasukan yang sedang bertempur akan kesulitan perbekalan dan persediaan senjata, apalagi bila mereka terlibat perang dalam jangka waktu lama.

Demang Nara berdecak kagum melihat kuda-kuda arab yang ditunggangi Ksatria Jepara. Kuda-kuda itu berukuran dua kali lebih besar dari kuda-kuda lokal yang dibawa para Demang. Kekaguman Demang Nara semakin bertambah tatkala melihat di setiap bahu para ksatria itu tersandang senapan, sama seperti senapan yang dipamerkan oleh orang-orang Portugis di Pasuruan. Sementara para Demang seperti dirinya masih mengandalkan pedang dan tombak sebagai senjata.