Marco Polo menemukan unicorn di Sumatera

Adalah seorang petualang termahsyur yang sering kita dengar namanya. Marco Polo si pelaut Italia yang terkenal karena perjalanannya ke wilayah dinasti Mongol itu ternyata pernah mampir ke pulau di ujung barat nusantara, yakni sumatera.

Uniknya dalam buku catatan perjalanannya Marco Polo mengaku bertemu hewan yang dianggap hanya hewan mitos oleh orang-orang Eropa, yaitu unicorn.

Unicorn adalah hewan berbentuk kuda tetapi memiliki satu tanduk di kepalanya. Anehnya unicorn yang dilihat Marco Polo ini suka berlama-lama berendam di lumpur, bertanduk besar, dan jika menyerang menggunakan lutut dan lidahnya yang berduri tajam. 

Marco Polo dengan antusias menceritakan pengalamannya bertemu hewan dalam dongeng ini di catatan perjalanannya. Walaupun gambaran unicorn ala Sumatera ini sama sekali berbeda dengan unicorn versi dongeng yang cantik &  jinak, bahkan saking manisnya sampai membiarkan dirinya ditangkap oleh para perawan.

Ketika kesempatan ada batas waktunya

Adalah Aoki yang merasakan perbedaan yang begitu besar dalam hidupnya tatkala dirinya kembali bertemu dengan Kimi setelah tiga tahun berpisah. Dulu mereka berdua kemana-mana selalu bersama. Pulang kantor Aoki menyambangi Kimi yang memilih bekerja di rumah dengan berjualan aksesories wanita secara online. Kemudian mereka akan mengunjungi tempat-tempat yang telah direncanakan.

Mereka shopping bersama, main bersama, kursus bareng, travelling bareng, dan kulineran bareng. Ada satu yang masih berupa rencana tetapi belum terwujud yaitu mengaji bareng. Mereka telah berencana belajar tahsin dan hapalan Al Quran bareng kepada seorang guru, serta belajar tafsir setiap minggu pagi di sebuah masjid.

Namun sebelum terlaksana Aoki keburu sekolah S3 Formulasi ke Texas University. Buyar sudah rencana mereka. Namun mereka telah berjanji untuk melakukannya setelah Aoki pulang.

Semua di luar dugaan Aoki. Bayangan untuk mengaji bareng tiba-tiba lenyap. Pasalnya Kimi terserang penyakit di sebagian organ dalamnya. Kini dia hanya bisa berjalan dengan bantuan kursi roda elektrik. Tubuhnya cepat lelah. Syaraf-syaraf motoriknya terganggu. Gerakannya tidak tangkas lagi. Kimi gak kuat diajak pergi-pergi lagi. 

Bahkan saking khawatirnya suami Kimi, lelaki itu memutuskan keluar dari pekerjaannya untuk merawat Kimi.  Dia bekerja di rumah dengan  menjalankan bisnis online yang telah dirintis oleh Kimi.

Aoki diam-diam menyesal dulu mereka tidak menyengajakan diri untuk belajar mengaji dan menghapalkan Quran. Dia lebih memilih berburu barang diskon dan berburu tayangan perdana premiere film-film bagus dibanding mengaji. Kini semua kesempatan itu lenyap bersama sakitnya Kimi.

Kesempatan tidak selalu terus menerus tersedia. Kesempatan yang tadinya tersedia waktunya tiba-tiba menjadi tidak ada seiring berjalannya waktu. Kini dia tak bisa mengaji bareng Kimi keluar rumah. Dia hanya bisa melakukannya  dengan mengundang guru ke rumah Kimi. Sebuah perubahan yang tidak pernah terlintas dalam benaknya tiga tahun lalu. Kesempatannya beraktifitas di luar rumah bareng Kimi ternyata sangat berharga dan ada batas waktunya. Jadi bukan bisa diulangi kapan saja karena segalanya berubah seiring berjalannya waktu (Undil-2016).


Ketika Hachiko Dipaksa Berpikir Out of The Box

Hachiko terpaksa keluar dari tempat kerja yang sudah sepuluh tahun mengisi hari-harinya. Teman baik Shinichi tersebut terdepak dari perusahaan karena persoalan sepele. Pasalnya Bos baru menganggap produk-produk ekstrak herbal yang sedang dikembangkan Divisi Fitofarmaka yang dipimpin Hachiko kurang menjanjikan. Lebih mudah mengadopsi resep-resep jamu tradisional daripada mengembangkan ramuan baru dan susah payah mengekstrak komponen fitokimia dari tanaman. 

Jauh lebih murah membuat serbuk jamu kasar dan membuat ramuan sesuai resep kuno daripada mengekstrak lalu menguji khasiat masing-masing komponen. Terlalu ribet dan peluang untuk gagal cukup besar. Belum lagi perusahaan perlu membayar puluhan expert fitokimia dan expert teknologi ekstraksi fitocompound ditambah biaya konsultasi dengan beberapa konsultan dari intitusi riset di dalam negeri maupun mancanegara. Semua pengeluaran itu dianggap pemborosan.

Jadilah Hachiko bersama tigapuluh anak buahnya yang jago ekstraksi dan uji fitocompound menganggur setelah divisinya ditutup diikuti langkah menjual murah mesin-mesin ekstraksi dan alat uji QC yang canggih ke produsen herbal di negeri tetangga. Hachiko  berhari-hari berdiam diri di rumah tak percaya dengan peristiwa yang menimpa dirinya.

Hari-hari dengan kegiatan terencana rapi dan jadwal launching produk berbaris rapi tiba-tiba lenyap. Memang baru tiga tahun lagi produk perdana diluncurkan, tetapi peluncuran itu akan berlangsung terus menerus setiap triwulan setidaknya selama 5 tahun karena Hachiko memiliki lebih dari 20 kandidat produk baru. Padahal Hachiko sudah mengerahkan segenap tenaga dan pikirannya untuk mewujudkan semua itu. Hatinya guncang tak mempercayai keputusan Bos baru melemparkan kesempatan emas menjadi perusahaan raksasa fitopharma.

Kini dia harus melihat kenyataan. Hachiko harus deal dengan realita di depan mata. Tidak ada lagi masa depannya di industri herbal. Tidak ada lagi impian membangun perusahaan raksasa fitofarmaka di asia. Semuanya lenyap ditiup angin perubahan. Barangkali memang bos baru tidak diberi cukup dana oleh pemilik perusahaan agar dapat bertahan selama tiga tahun sampai keluarnya produk perdana.

Maka pada minggu ketiga Hachiko mulai jenuh dengan berdiam diri di rumahnya yang terletak di kampung yang masih hijau di pinggiran kota. Dia berangkat ke Bandung. Dilangkahkan kakinya menyusuri track lari Sabuga yang sepi di senin sore ini. Tiba-tiba kepalanya bergejolak. Mendadak Hachiko teringat dengan hobby-hobbynya. Teringat dengan kegiatan-kegiatan favoritnya. Kini dia punya kesempatan mewujudkannya. Tak ada lagi pekerjaan yang mengikatnya.

Hachiko suka berkebun tanaman hias, dia juga suka memelihara ikan, hobby memberi makan burung di alam bebas, ingin punya toko buku kecil yang punya kajian rutin dan bedah buku sebulan sekali. Hachiko juga ingin mengajar skill ekstraksi komponen tanaman kepada ibu rumah tangga dan juga anak-anak muda supaya mereka bisa mendapat bahan murah untuk membuat minyak wangi maupun ramuan herbal kesehatan. Tiba-tiba Hachiko melihat peluang yang terbuka lebar.

Hachiko mulai menyibukkan diri dengan membuat greenhouse di dak atas rumahnya. Dibuatnya sebuah lab kecil untuk kultur jaringan tumbuhan di lantai 2 rumahnya. Kemudian Hachiko mulai menyibukkan diri dengan membibitkan aneka anggrek dengan metode kutur jaringan. Beberapa bulan kemudian greenhousenya telah dipenuhi aneka anggrek yang mulai berbunga.

Tak puas dengan itu Hachiko membuat greenhouse kedua di halaman belakang rumahnya yang luas. Kali ini dia menanam aneka tanaman yang bunganya harum untuk diambil ekstraknya. Dibuatnya sebuah bangunan kecil untuk menempatkan alat ekstraksi fitocompund sederhana. Hachiko dengan mudah mendapatkan alat tersebut dari vendor langganannya tatkala masih bekerja. Setahun kemudian mesin tersebut mulai sibuk bekerja mengekstrak hasil kebun Hachiko.

Kebun dan mesin ekstraksi Hachiko dengan cepat menarik perhatian tetangga-tetangganya. Minyak essensial yang diproduksi sendiri oleh Hachiko membuat ibu-ibu di sekitar rumah tertarik. Mereka dengan cepat memensiunkan bunga bakung, akasia, kersen, dan aneka tanaman yang sedikit bermanfaat bagi mereka - dan menggantinya dengan aneka tanaman yang bisa diambil essensial oil-nya. Tanaman kenanga, nilam, serai, adas, dan mawar dengan cepat menjadi populer di kampungnya. 

Halaman rumah warga kini tidak lagi semrawut oleh aneka tanaman, namun indah dan berderet rapi barisan tanaman yang seragam yang akan diambil essensial oilnya. Keseragaman tanaman perlu agar dapat menghasilkan essensial oil dalam jumlah memadai.

Untuk pemasaran produk essensial oil tidak terlalu sulit bagi Hachiko. Selama bekerja dia sering berinteraksi dengan para pemasok essensial oil yang siap menampung berapapun produk yang dihasilkan.

Kini hari-hari Hachiko adalah sibuk mengajari tetangga-tetangganya tentang cara menyuling essensial oil. Sebuah ketrampilan yang sangat dikuasainya ketika masih aktif bekerja di perusahaan. Jadilah kampungnya terkenal sebagai penghasil essensial oil rumahan. 

Tepat dua tahun dari berhenti bekerja, Hachiko membuka sebuah toko buku kecil di dekat rumahnya. Walaupun berada di pinggiran kota, toko bukunya lumayan ramai karena koleksinya lengkap dan Hachiko bikin acara kajian buku sebulan sekali di tokonya. Hachiko juga melayani pemesanan online dan pengantaran buku untuk pembelian di sekitar kota Bandung.

Diantara semua itu yang paling membuat Hachiko senang dengan toko bukunya adalah kajian rutin setiap bulan yang ramai dipenuhi anak-anak muda. Sebuah kegiatan yang dulunya tinggal impian tatkala dirinya masih aktif bekerja.

Hachiko merasa tertutupnya peluang bekerja mengembangkan produk herbal baru -- ternyata menandai terbukanya oeluang bagi dirinya untuk melakukan hal-hal yang selama hanya menjadi impian terpendam (Undil 2016).

Tidak sesederhana kata lautan akan kau sebrangi

Jika kau katakan 
lautan pun akan kau sebrangi,
gunung tinggi akan kau daki,
itu terlalu sederhana,
tidak cukup kuat untuk memelihara,

Lapangkanlah hatimu,
melihat segala sesuatu dari mataku,
bisa saja beda,
pendar-pendar pelangi yang menarik hatimu
barangkali menakutkanku,

Dengarkan dan rasakan
untaian kata tidak sesederhana yang kau kira,
janganlah dengar demi menyusun jawab,
bukalah jendela hatimu lebar-lebar,
karena menjalin kisah yang pelik 
tidak sesederhana kata lautan kau sebrangi
(Undil-2016)

Dulu kau bilang ingin bahagia selamanya...

Dulu kau bilang ingin bahagia selamanya,
sampai jadi kakek dan nenek,
lalu kau sadari takdir siang dan malam,
adalah selalu berganti-ganti,
dan kita dibekali rasa sabar dan syukur,
untuk meniti dua kutub
 
Kini kau bilang yang penting kebaikan,
berada di jalan terang,
meniti jalan lurus kebaikan,
dalam silih bergantinya dua kutub,
rasa sedih dan bahagia
(Undil-2016)

Bagaimana agar istiqamah dalam kesabaran atau kesyukuran

Materi khutbah Jumat kemarin di Masjid Annur sangat menarik. Temanya tentang sabar dan syukur. Beberapa point penting yang berhasil saya tangkap adalah sebagai berikut:

(1) Pada dasarnya kehidupan manusia berjalan sesuai kehendak Allah bukan keinginan manusia, hanya terkadang kehendak Allah sama dengan keinginan kita. Namun pada dasarnya manusia tidak berkuasa mengatur peristiwa yg menimpa dirinya. Jadi supaya hidupnya tentram, manusia perlu menyadari realita tersebut.

(2) Bentuk ujian pada manusia bisa berupa musibah atau berwujud nikmat. Saat menerima ujian berupa musibah, maka manusia menghadapinya dengan kesabaran. Saat ujian berbentuk nikmat, maka perlu dihadapi dengan kesyukuran.

(3) Tantangan terberat manusia adalah untuk tetap istiqomah dalam kesabaran atau kesyukuran, ketika sebuah ujian nikmat atau musibah berlangsung dalam jangka waktu lama. Faktor waktu lamanya ujian adalah tantangan berat bagi manusia.

Contohnya saat menghadapi ujian berupa musibah berupa jatuh sakit yang berlangsung  beberapa hari, manusia relatif gampang dalam mengendalikan diri agar tetap bersabar. Lain halnya jika sakit tersebut berlangsung selama berbulan-bulan, tentu akan tidak mudah dan membutuhkan upaya ekstra untuk tetap mempertahankan kesabaran. 

Untungnya ujian berupa nikmat maupun musibah hakekatnya tidak ada yg lama karena kehidupan di dunia sebentar saja dibanding kehidupan di akhirat. Jadi jangka waktu bersabar maupun bersyukur pada dasarnya relatif pendek. Kenyataan ini bisa menjadi penghibur manusia yang menyadarinya.

Berdoa memohon pertolongan Allah adalah langkah lain yang perlu dilakukan manusia. Hal itu dikarenakan manusia itu lemah dan bisa berbolak-balik hatinya, sehingga perlu pertolongan Allah agar tetap kokoh istiqamah dalam kesabaran ataupun kesyukuran.

Demikian isi khutbah sang khatib yang sayangnya tidak saya ketahui namanya (Undil - 2016).

Kesempatan itu Berharga

Ketika perubahan terjadi,
menghilangkan peluang melakukan tindakan,
melenyapkan rencana yang masih mengawang-awang,
tahulah kita kesempatan telah berlalu,
waktu kita untuk perbuatan itu sudah habis,
tinggallah jadi bahan renungan,
bahwa kesempatan itu berharga,
dia bisa pergi kapan saja 
(Undil-2016)

Entahlah...

Entahlah
hal-hal yang sederhana,
seperti rutin mengaji selepas Maghrib,
melantunkan doa di pagi dan sore hari,
tidak membeda-bedakan orang, 
kata-kata ramah berbalut kecerdasan,
enggan menonjolkan diri,
semenjana dalam berbusana,
sederhana dalam berpikir dan bertindak, 
keceriaan peninggalan masa kanak-kanak,
sejernih wajah kecoklatan berbayang mata jeli bidadari...

Selalu mempesona

Beruntungnya bekerja dalam tim yang memiliki visi yang sama

Sejenak setelah mendengarkan kalimat terakhir kajian Ustadz Megure, pikiran Shinichi Kudo melayang ke tim kerjanya di kantor. Seperti kata Ustadz Megure, alangkah besar dampaknya jika semua anggota tim memiliki visi yang sama. Amatlah besar manfaat yang bisa diambil jika semua orang memandang arah yang sama. Semua anggota tim menuju tujuan yang sama.

Kesamaan visi bukan membuat ketiadaan perbedaan atau menihilkan konflik, tetapi  akan mempermudah solusi penyelesaian konflik. Karena tujuannya sama, cita-citanya sama, maka penyelesaian konflik akan lebih banyak berkisar pada soal-soal teknis dan komunikasi.

Visi yang sama yang dimaksud Ustadz Megure adalah visi semua anggota tim untuk bersama-sama menuju surga. Yoi, visi untuk mendapatkan kebahagiaan sejati saat kita dibangkitkan nanti. Itu artinya yang kita kejar selama bekerja bukan sekedar kesenangan sesaat di dunia, tapi juga mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menghadapi hari pembalasan nanti. 

Dengan kata lain semua anggota tim pada saat bekerja mengejar kebaikan, mengejar amal soleh, dan mengejar kontribusi. Jadi bukan mencari kesenangan, memilih yang gampang-gampang saja, enggan berpikir, ataupun bermalas-malasan sembari mengharap bonus. Tidak. Mereka tidak ragu bersusah payah demi memperbesar kontribusi yang diberikan kepada sesama. Sembari berharap pahala yang menjadi bekal saat kematian tiba.

Tim bervisi surga adalah impian Shinichi Kudo. Seperti halnya rumah tangga yang bervisi surga, akan memudahkan masing-masing anggotanya untuk terharmonisasi. Konflik wajar saja terjadi karena semakin dekat interaksi potensi konflik juga muncul. Namun bisa diharapkan karena tujuannya sama-sama menuju surga, maka penyelesaiannya akan lebih gampang. Tim bervisi surga adalah tim impian, beyond impian membentuk tim bervisi sama (Undil-2016).

Begini Caranya Memulai Memberi Feedback

Feedback atau umpan balik alias masukan spesifik kepada anak buah adalah salah satu faktor penting peningkatan kinerja. Tanpa feedback seseorang hanya bisa meraba-raba apakah atasannya telah puas atau kurang puas dengan hasil kerjanya. Itulah  pendapat Shinichi Kudo tentang feedback yang membuatnya galau -- karena selama ini dia belum bisa memberi feedback.

Pasalnya Shinichi takut feedback yang diberikan justru membuat orang tersinggung dan kinerjanya alih-alih naik tapi malahan turun. Dia merasa belum mengenal pengetahuan tentang feedback, apalagi art atau ketrampilan memberikan feedback -- sama sekali jauh dari bayangannya.

Bermacam jurnal yang telah dia baca belum cukup memberikan kepercayaan diri untuk melakukan aktifitas feedback. Sampai suatu ketika di kantor hadir konsultan yang disewa HRD yang bisa menjadi tempat berkonsultasi terkait work life balance dan apa saja terkait pekerjaan. Shinichi langsung saja menyambar kesempatan itu dengan mengusung pertanyaan bagaimanakah caranya memberikan feedback secara personal -- jadi bukan feedback umum di forum briefing meeting harian.

Ternyata solusi yang ditawarkan konsultan yang tampaknya seorang psikolog yang sudah berpengalaman itu sederhana saja. Shinichi diminta untuk terlebih dahulu meminta feedback sebelum dirinya memberikan feedback.

Shinichi membayangkan dirinya akan memanggil setiap team secara bergiliran memberikan feedback untuknya selama beberapa minggu. Setelah itu barulah dirinya akan mulai memberikan feedback kepada mereka. 

Setelah membuktikan bahwa dirinya biasa saja menerima masukan dari anak buah -- tentu dirinya bisa berharap mereka juga biasa saja mendapat madukan dan kritik dari Shinichi. Sebuah solusi sederhana tetapi sangat canggih dari konsultan.

Satu lagi yang menarik dari pernyataan konsultan adalah bahwa feedback ini bukan hal yang biasa eksis di kultur kita. Jadi memang akan menjadi sesuatu yang baru bagi semua orang -- dan boleh jadi menakutkan. Dengan demikian Shinichi perlu "berkeringat" untuk menyosialisasikan feedback kepada teman-temannya. Namun itu bukan hal yang besar bagi Shinichi -- bahkan dis berencana akan meminta antar team memberikan feedback secara bergilir pada acara briefing meeting di pagi hari. Supaya jika ada masalah layanan antar team bisa segera diangkat dan diselesaikan (Undil - 2016).

Hatori dan Harta Karun Ayahnya

Tidak seperti yang diduga Hatori. Semakin lama semakin banyak hal yang bisa didiskusikan Hatori dengan ayahnya. Dulu Hatori mengira setelah bekerja, dirinya akan terpisah dunia dengan ayahnya yang sudah pensiun, dan kini aktif dalam kegiatan sosial sambil mengurusi surau kecil peninggalan kakeknya. 

Hatori mengira setelah dirinya dewasa, interaksi dengan Ayahnya memang sewajarnya jauh berkurang  -- tak lebih dari perbincangan soal kesehatan dan aktivitas remeh temeh sehari-hari-- tapi ternyata Hatori keliru.

Semua berawal saat Hatori bilang akan balik ke Bandung lebih awal saat liburan Idul Fitri dengan alasan mengurusi dokumen lelang -- tiba-tiba ayahnya mengajaknya berbincang-bincang tentang aturan lelang yang berlaku sekarang. 

Dari peristiwa itu Hatori baru menyadari bahwa Ayahnya adalah orang yang telah puluhan tahun berpengalaman menangani lelang -- dengan segala macam masalah dan problem solvingnya -- sehingga ada banyak persoalan lelang yang bisa diperbincangkan dengan Ayahnya. Pengalaman ayahnya jauh lebih luas daripada senior yang selama ini jadi tempatnya berkonsultasi.

Bukan hanya itu, ternyata Ayahnya juga belasan kali pindah bagian saat masih aktif bekerja -- yang membuat beliau sangat kaya pengalaman. Satu fenomena yang bagaikan harta karun khasanah pengetahuan yang sangat berguna bagi Hatori. 

Situasi dan kondisi kerja ayahnya di era tahun delapan puluhan hingga dekade pertama tahun duaribuan memang banyak berbeda dari sekarang. Tetapi sifat-sifat manusia yang merupakan faktor penentu dalam kinerja -- masih sama. Hatori bagaikan menemukan harta karun dari ayahnya berupa pengalaman praktek berinteraksi dengan beraneka ragam  manusia di tempat kerja.

Hatori tiba-tiba merasa kembali ke masa awal-awal kuliah dimana dirinya banyak berdiskusi dengan Ayahnya tentang semua hal yang membuatnya penasaran. Pengalaman baru, buku-buku baru, teman-teman baru dari seluruh pelosok nusantara, tentang pemikiran profesor-profesor di kampusnya, tentang organisasi yang sebaiknya diikutinya, tentang ekonomi Islam, pemikiran-pemikiran liberal yang menarik hatinya, hingga permainan base ball yang disukai dirinya dan ayahnya. 

Semua diskusi yang berlangsung meletup-letup penuh emosi jiwa muda yang serasa diserahi tugas menggenggam dunia dengan kedua tangannya.

Setelah beberapa tahun senyap dari diskusi dengan Ayahnya sejak dirinya mulai bekerja -- tiba-tiba Hatori menemukan kembali sesuatu yang merekatkan dirinya dengan ayahnya. Sesuatu yang membuat pertemuan dengan ayahnya bukan lagi bicara rutinitas sehari-hari tetapi juga tentang ide-ide baru dan problem solving terkait pekerjaan. 

Ayahnya pernah menghadapi masalah serupa dengan dirinya, misalnya vendor yang salah tafsir spesifikasi barang, rekan kerja yang suka lempar bola panas ke pihak lain, bos yang terlalu baik sehingga dirinya kekurangan dukungan untuk meningkatkan kinerja team, partner kerja yang terlalu pasif, anak buah yang pelupa, toilet baru kantor yang kurang syar'i, sampai seluk beluk urusan perijinan yang melibatkan birokrasi pemerintahan. 

Semua pengalaman ayahnya membuat Hatori seperti dibawa dengan helikopter untuk melihat masalah-masalahnya secara lebih menyeluruh -- sehingga banyak jalan keluar baru yang ditemukan. Sementara Ayahnya mendapat manfaat berupa kesempatan menjadi penasehat yang berinteraksi positif dengan anaknya sekaligus mengasah ketajaman pikiran sembari mengenal hal-hal baru yang membuat dirinya tersambung dengan kondisi kekinian.

Pendapat bahwa seorang anak semakin dewasa akan semakin menjauh dari ayah-ibu ternyata mengalami reverse di era modern. Saat orangtua adalah mantan profesional dan anaknya juga seorang pekerja profesional maka akan terdapat banyak topik dan pengalaman sejenis yang sangat menarik untuk didiskusikan. Diskusi-diskusi hangat yang akan membuat mereka semakin dekat. 

Hatori menduga jarak yang terbentuk antara orangtua-anak itu terjadi pada jaman dulu saat peralihan era pertanian ke era industri. Misalnya seorang anak memiliki ayah seorang petani atau guru desa, sementara si anak kuliah lalu bekerja sebagai seorang akuntan publik. Terdapat banyak perbedaan kultur kerja dan kebiasaan hidup sehari-hari yang membuat mereka kesulitan menemukan topik diskusi yang berkelanjutan. 

Di era modern ini antara anak dan orangtua memiliki banyak topik pembicaraan karena banyak kesamaan jenis aktivitas dan pengalaman kerja. Fenomena tersebut menyebabkan pendapat bahwa dengan semakin dewasa seorang anak akan semakin jarang berinteraksi dengan orangtuanya -- tidak berlaku untuk banyak keluarga modern seperti keluarga Hatori (Undil-2016)

Don't Just Do What I Tell You

Suatu ketika saat Sonoko dan Haibara baru saja menyelesaikan uji titer, mendadak Pak Kadiv masuk ke dalam Bilik Uji Titer di Area Laboratorium Mikrobiologi. Pada awalnya beliau hanya mengajak berbincang-bincang tentang satu jenis uji immunoassay yang perlu diharmonisasi dengan laboratorium serupa di Eropa dan Amerika. Sesaat kemudian beliau melongok ke dalam Biosafety Cabinet dan meminta Sonoko mengeluarkan barang-barang yang tidak dibutuhkan untuk pengujian -- karena akan mengganggu aliran udara di dalam Biosafety Cabinet.

Jari telunjuk Pak Kadiv kemudian menunjuk label validasi Biosafety Cabinet yang masih berupa label validasi sementara -- dan mengatakan kepada Sonoko untuk meminta label validasi resmi dari QA. Lelaki berkacamata silinder itu kemudian melangkah mendekati waterbath, mengamati airnya yang dikatakannya terdapat material melayang-layang yang bisa menjadi sumber kontaminasi, kemudian beliau mulai menangguk air waterbath dan memindahkan ke dalam can stainless steel. Buru-buru Sonoko dan Haibara membantu membuang air dari waterbath, lalu menggantinya dengan yang baru.

Selesai mengganti air waterbath, Pak Kadiv memberi isyarat kepada Sonoko dan Haibara mengikutinya keluar dari Bilik Uji Titer. Dibukanya refrigerator tempat penyimpanan media yang berada tepat di samping pintu, lalu diambilnya TSA plate dan medium yang sudah kadaluarsa. Dimintanya Sonoko dan Haibara melanjutkan pemilahan medium yang sudah melampaui masa Expired Date, dan mengeluarkannya dari dalam refrigerator

Pak Kadiv berjalan lagi beberapa langkah diikuti dua anak itu. Ditunjuknya passbox keluar barang dari ruang kultur mikrobia -- yang penuh dengan peralatan laboratorium yang telah selesai didisinfeksi. Dimintanya Haibara  untuk mengosongkan passbox itu dan membawa semua peralatan bekas pakai ke Ruang Cuci. Diingatkannya bahwa passbox hanyalah tempat persinggahan sementara dan harus selalu ditinggalkan dalam kondisi kosong.

Sementara Sonoko diajaknya masuk ke Bilik Uji Kimia, dan mereka berdua membereskan lemari tempat penyimpanan pipet yang posisi peletakan pipetnya berantakan akibat ada personil yang mengambil pipet dari bagian bawah dan membiarkan pipet yang berada di tumpukan atasnya menggelinding kesana kemari di dalam lemari.

^_^

Lantai koridor di depan bilik uji potensi yang bercak-bercak coklat akibat tetesan media yang mengering telah kembali kinclong setelah dipel oleh mereka bertiga -- ketika Pak Kadiv berbicara pendek -- namun kalimatnya tidak pernah dilupakan oleh Sonoko.

"Walaupun tugas kalian adalah melakukan pengujian, janganlah kalian membiarkan ketidakberesan di lingkungan sekitar kalian bekerja, hanya karena merasa itu bukan pekerjaan kalian. Please don't just do what I tell you, do what needs to be done". 

Sonoko terdiam mendengar kata-kata itu. Tiba-tiba diingatnya rangkaian kata-kata yang dikirimkan Shinichi Kudo beberapa bulan yang silam.

Telah tiba kesadaran yang mencerahkan,
akulah Sang Kapten semua perbuatan, 
bereskan semua yang perlu dibereskan,
kerjakan tanpa menunggu perintah komandan

Hari ini Sonoko baru memahami maknanya, bahwa dirinya adalah kapten yang berkuasa penuh atas semua inisiatif tindakan dan perbuatan. Sonoko baru "ngeh" bahwa dirinya selama ini terjebak dalam sangkar kecil tugas personalnya. Sementara banyak hal-hal di luar sangkar yang perlu dibereskan, luput dari matanya. Dirinya bagaikan Memedi Sawah yang perlu ditarik-tarik agar tubuhnya bergerak mengusir burung-burung pemakan padi. 

Peluang untuk berinisiatif membereskan semua yang perlu dibereskan tanpa diperintah -- adalah pencerahan baru yang tiba-tiba saja membuat jiwa Sonoko bergolak hebat. Sonoko merasa ada banyak sekali hal yang terlewatkan -- padahal mampu disumbangkannya untuk mempermulus pekerjaan semua orang di laboratorium tempatnya bekerja (Undil - 2016).   

Selalu ada Kali Pertama Melakukan Sesuatu

Malam itu sehabis sholat Isya di Masjid Cipaganti, saat Shinichi Kudo menyusuri pinggir jalan tak bertrotoar untuk pulang, mendadak dia melihat sepeda motor terjatuh tepat di percabangan jalan. Di belakangnya sebuah mobil sedan berhenti. Seorang pria duapuluhan tahun yang mengemudi sepeda motor buru-buru bangkit dari motornya dan membantu seorang perempuan paruh baya untuk berdiri. Perempuan tersebut yang mungkin adalah ibunya -- dengan susah payah berdiri sambil meringis memegang pergelangan kaki kirinya.

Setelah perempuan paruh baya duduk pada trotoar yang mengelilingi taman kecil yang tepat berada di persilangan jalan -- si pria mendirikan sepeda motornya yang tergeletak di aspal. Seorang bapak-bapak usia limapuluhan keluar dari sedan dan menghampiri si pria yang baru saja selesai memeriksa motornya. Shinichi telah sampai di dekat mereka dan mengambil helm yang tergeletak di tengah jalan, sambil meminta si bapak pengemudi mobil untuk menepikan mobilnya yang masih berada di tengah percabangan jalan.

"Bagaimana Ibu, ada bagian tubuh yang sakit tidak?" tanya si Bapak pengemudi mobil saat selesai memarkir mobilnya.

Si Ibu hanya meringis kesakitan sambil mengurut pergelangan kakinya. Shinichi menebak kaki Si Ibu hanya sedikit terkilir, tidak ada luka berdarah atau tanda-tanda kaki patah.
"Tadi anda terlihat ragu, tidak jelas mau belok kanan atau lurus sehingga saya tidak bisa antisipasi gerakan Anda" kata si Bapak pengemudi mobil sambil melihat kepada laki-laki pengendara motor.

"Saya kan sudah menyalakan lampu reting" jawab di laki-laki sambil mengamati kaki si Ibu dengan pandangan khawatir. 

Shinichi menyimpulkan bahwa si pengemudi mobil mengira si pengendara motor hendak lurus karena posisi motornya, ternyata orang itu hendak belok kanan. Jadilah motornya tersenggol oleh mobil yang hendak jalan lurus. Dua orang tersebut tidak berkata-kata, hanya mengamati Si Ibu yang masih sibuk mengurut-urut pergelangan kakinya.

Sementara dua orang itu saling berdiam diri -- Shinichi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah dia harus menyarankan si pria membawa Ibunya ke rumah sakit yang berjarak hanya beberapa ratus meter atau menyarankan untuk beristirahat di rumah. Ataukah dia perlu menyarankan si Bapak untuk membayar sejumlah uang untuk pengobatan dan perbaikan motor atau berdamai saja tanpa memberi ganti rugi.

Shinichi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apalagi kedua orang yang terlibat kecelakaan tersebut saling membisu. Mungkin mereka enggan terlibat pertengkaran atau entah mungkin juga dari sononya tidak banyak cakap. Yang jelas Shinichi merasa canggung berada di tengah orang yang terlibat kecelakaan yang diam seribu bahasa. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.

^_^
Selalu ada saat pertama seseorang melakukan segala sesuatu. Saat pertama yang canggung, saat pertama yang takut salah. Saat pertama yang tidak percaya diri.  Tingkat kesulitan saat pertama tersebut ditentukan ioleh pengalaman-pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya. Seseorang yang terbiasa mendamaikan permasalahan orang lain tentu tidak akan merasa canggung menyelesaikan masalah dua orang yang terlibat kecelakaan. Seseorang yang sudah pernah mengamati bagaimana seseorang mendamaikan dua orang yang terlibat kecelakaan tentu sudah tahu apa yang harus dilakukan. 

Selalu ada saat pertama melakukan segala sesuatu. Persiapan dan pengalaman tentu membuat kita akan lebih mudah melaluinya. Dan Shinichi sadar masih ada begitu banyak soft skiil praktis sehari-hari yang masih perlu dipelajarinya (Undil 2016). 

Bukan Karena Merasa Lebih Baik

Suatu ketika di dalam Laboratorium Mikrobiologi, Sonoko melihat seorang seniornya memakai sarung tangan karet dengan posisi pangkal sarung tangan berada di dalam ujung lengan baju lab yang berlengan panjang. Padahal seharusnya pangkal sarung tangan menutupi ujung lengan baju lab. Buru-buru Sonoko menegur orang itu dan mengatakan untuk merubah posisi sarung tangannya.

Sejenak orang itu kaget dan terpana memandang wajah Sonoko, tetapi kemudian dia buru-buru memperbaiki posisi sarung tangannya dan berlalu masuk ke dalam laboratorium.

Tiba-tiba Sonoko merasa tidak enak dengan apa yang telah dilakukannya. Dirinya merasa telah melakukan kesalahan dengan menegur teman kerjanya itu -- padahal dirinya belum tentu lebih baik daripada dia. Mungkin Sonoko bekerja lebih lambat dari dia, mungkin Sonoko lambat dalam mendisinfeksi peralatan setelah pakai, bahkan mungkin Sonoko dalam memakai perlengkapan laboratorium tidak secermat seniornya itu.

Sonoko merasa malu telah menegur teman kerjanya. Saya tidak lebih baik dari dia. Saya khilaf. Begitu Sonoko menceritakan hal itu pada supervisornya pada saat makan siang bareng. Jawaban Supervisornya sungguh seperti petir yang menggelegar di siang bolong -- bikin Sonoko kaget setengah mati.

"Menasehati bukan berarti kita merasa lebih baik. Memberi nasehat bukan parameter bahwa kita lebih baik dari yang dinasehati. Apa yang kamu lakukan sudah benar. Seseorang yang salah dalam prosedur kerja memang harus dikoraksi. Justru dengan saling menasehati dalam kebaikan maka perusahaan kita akan terus memperbaiki diri. Sebaliknya kita bisa mengalami pembusukan dari dalam seandainya semua orang tidak peduli dengan penyimpangan orang lain sepanjang tidak merugikan dirinya"

Sonoko bernafas lega. Dirinya merasa sedikit terhibur dengan kata-kata supervisornya. Walaupun dirinya masih merasa khawatir telah membuat rekan kerjanya tersinggung.

Pada saat mereka berjalan untuk kembali ke laboratorium seusai makan siang, supervisornya menambahkan sebuah pesan yang menurut Sonoko sangat penting bagi dirinya.

"Nasehailah dengan cara yang baik, dengan cara yang ramah dan tidak membuat orang tersinggung. Gunakan keluwesanmu dan keceriaanmu untuk mengemas nasehatmu  menjadi sesuatu yang indah, karena memang tujuanmu indah"

Sonoko tersenyum mendengar kata-kata itu. Dia tahu persis maksud dari Supervisor kesayangannya itu. Cara penyampaian nasehat harus diperhatikan. Sungguh jika sebuah koreksi ditolak karena cara penyampaiannya yang buruk maka dia dan temannya dalam kerugian yang nyata. Sonoko juga senang dengan hakekat menasehati yang adalah menjalankan kewajiban dan bukan cerminan bahwa seseorang merasa lebih baik daripada yang lain (Undil - 2016)