Wagenugraha dan Pembantu Kakeknya

Awalnya Si Pembantu nampak ogah-ogahan berjualan. Wajar karena selama ini dia biasa berbaring di tempat tidur sambil nonton TV, sedangkan sekarang dia harus berjaga di pinggir jalan. Namun seiring dikenalnya lapak korannya, jumlah pembeli juga semakin banyak dan nampaknya membuat laki-laki itu menjadi bersemangat. Resep berjualan Wagenugraha terbukti ampuh. Wagenugraha menekankan pada Si Pembantu untuk selalu menyediakan uang kembalian sehingga pembeli dapat dilayani dengan cepat tanpa perlu menukarkan uang. Pelayanan cepat oleh Si Pembantu itu sangat terkenal di wilayah itu. Banyak pengendara mobil yang berlangganan kepada Si Pembantu berkat kecepatan pelayanannya. Hanya kurang dari lima detik seorang pengendara mobil sudah mendapat koran atau majalah beserta uang kembaliannya. Tak satupun penjual koran di sekitar situ yang memiliki kecepatan pelayanan sebaik pembantu kakeknya Wagenugraha. 

Berawal dari kekesalan terhadap gaya bermalas-malasan Si Pembantu, Wagenugraha menyisihkan uang hingga terkumpul cukup banyak untuk membeli koran dan majalah beserta lemari tempat memajangnya. Perangkat berjualan koran dan majalah itu akan diberikan kepada pembantu laki-laki kakeknya. Kebetulan rumah Kakeknya berada di pinggir jalan raya sehingga Si Pembantu bisa berjualan di pinggir jalan tanpa meninggalkan rumah kakek yang harus dijaga. Dikatakannya pada Si Pembantu bahwa dia tidak akan repot bila berjualan koran dan majalah. Para pembeli akan datang sendiri. Yang perlu dia lakukan adalah setiap pagi pergi ke agen untuk mengambil barang, dan mengembalikan sisa barang yang tidak terjual. Kebetulan Wagenugraha memiliki teman yang menjadi agen besar sehingga dia tinggal memperkenalkan Si Pembantu kepada temannya itu.  

Sebenarnya sudah lama Wagenugraha kesal dengan pembantu laki-laki kakeknya ini. Pasalnya dia selalu terlihat duduk berpangku tangan melihat istrinya bekerja. Kakeknya mempekerjakan suami istri sebagai pembantu di rumahnya yang memiliki halaman luas. Namun sehari-hari yang banyak bekerja adalah Si Istri. Dari mulai memasak, mencuci pakaian, menyetrika hingga membersihkan rumah. Si suami praktis hanya bekerja bila ada dahan pohon yang perlu dipotong atau ada barang berat yang harus dipindahkan. Lain dari itu dia memilih duduk ongkang-ongkang sambil menonton TV. Pastilah dia hapal hampir semua cerita sinetron (Undil-2013).

Wagenugraha dan harga diri Kakek Harlem

Kakek Harlem Somad tidak lagi menghabiskan waktunya dengan duduk-duduk di rumah sambil menonton TV. Dia sibuk melayani belasan hingga puluhan baju dan celana yang harus diperbaiki. Semangat hidupnya yang tadinya ala kadarnya kini kembali berpendar-pendar lagi. Sorot matanya penuh percaya diri. Dia bisa dengan berdiri tegak penuh harga diri berhadapan dengan istrinya. Pekerjaan baru telah membangunkan harga dirinya dan membuatnya merasa menjadi makhluk yang berguna.   HTTP://DUNIASHINICHI.BLOGSPOT.COM

Seperti dugaan Wagenugraha, banyak teman-temannya yang berminat untuk memakai jasa Kakek Harlem. Mereka yang selama ini membuang pakaian atau celana yang rusak karena malas harus pergi ke tukang jahit, kini memilih menggunakan jasa Kakek Harlem untuk memperbaikinya. Setiap hari ada saja pakaian yang dititipkan di satpam untuk diambil Nenek Somad. Setiap sore Nenek Somad kembali menyerahkan pakaian yang telah diperbaiki suaminya ke Pos Satpam.

Ketrampilan menjahit Kakek Harlem mengilhami Wagenugraha untuk memberi bisnis baru bagi Nenek Somad. Dia memperkenalkan Nenek Somad kepada teman-temannya sebagai keluarga penjahit yang siap melayani perbaikan pakaian-pakaian yang sobek, kancing yang lepas atau ritsleting yang rusak dengan cepat. Pagi ditaruh di satpam, sore sudah bisa diambil kembali dalam kondisi sudah selesai diperbaiki.

Wagenugraha tahu Kakek Harlem memiliki ketrampilan menjahit saat bagian bawah celananya yang sobek, tiba-tiba kembali normal setelah dicuci Nenek Somad. Saat ditanya ke Nenek Somad, dijawab bahwa Kakek Harlem yang telah menjahitnya. Dari situlah Wagenugraha tahu bahwa Kakek Harlem diam-diam punya ketrampilan jahit menjahit. Hasil kerjanya rapi dan dikerjakan dengan cepat. Rupanya keluarganya turun menurun adalah penjahit pakaian di Garut.

Sebulan yang lalu Kakek Harlem Somad -- suami dari Nenek Somad masih lebih sering berdiam diri di rumah dibanding bekerja. Sehari-hari pekerjaan dia adalah duduk-duduk di rumah sambil menunggu orderan dari orang untuk bekerja serabutan. Biasanya dia diminta membantu memotong rumput atau membersihkan kamar mandi. Namun karena orderan dari orang jarang datang, waktunya lebih banyak dihabiskan di rumah sambil menonton TV. Boleh dibilang dia hapal semua cerita sinetron TV saking seringnya menghabiskan waktu di depan kotak bergambar itu. Sorot matanya lemah dan kepercayaan dirinya terbang terbawa angin karena dia merasa tidak banyak berguna bagi orang lain (Undil-2013)

  

Cerpen genre flashback: Wagenugraha dan Jualan Nenek Somad


Untungnya jualan di gerbang kantor ini sangat laku. Setiap jam enam pagi, Nenek Somad membawa lima puluh bungkus nasi dan biasanya habis sebelum jam tujuh pagi. Kadang-kadang ada karyawan yang kecewa karena tidak kebagian nasi bungkus. Mereka minta Nenek Somad menambah jumlah nasi bungkus agar para karyawan yang datang agak siang tidak kehabisan. Namun Wagenugraha telah berpesan pada Nenek Somad untuk menolak permintaan itu. Di sekitar Pos Satpam depan itu ada penjual kupat tahu, nasi kuning, roti kukus dan Indomi telur. Wagenugraha tidak ingin dagangan Nenek Somad mematikan bisnis mereka. Jadi cukup 50 bungkus saja. Biarlah pembeli yang tidak kebagian nasi bungkus, membeli dagangan orang lain. http://duniashinichi.blogspot.com

Wagenugraha tidak putus asa dengan kegagalan pertama di kantin koperasi. Kali ini dia punya ide baru yang lebih sederhana. Wagenugraha akan memfasilitasi Nenek Somad untuk berjualan nasi bungkus buat sarapan para karyawan di luar pintu depan kantor. Dikenalkannya Nenek Somad pada satpam-satpam kantor, dan dikatakannya Nenek Somad setiap pagi akan berjualan di luar Pos Satpam. Barang dagangan berupa nasi bungkus yang sudah diisi dengan paket aneka lauk pauk. Dimulai dari harga 5000 perak hingga lima belas ribu perak tergantung isi lauknya. Yang paling sederhana adalah nasi, tempe plus telur dadar. Yang paling mahal dengan lauk daging dan ikan.

Tidak seperti yang diharapkan Wagenugraha, barang dagangan Nenek Somad di kantin koperasi tidak laku. Kata orang-orang dagangannya terlalu biasa untuk ditaruh di kantin yang cukup mewah ini. Orang datang ke sini untuk mencari makanan yang “bukan makanan rumahan”.  Sop iga bakar, tongseng, sate dan seafood lebih laku di tempat ini dibanding makanan rumahan. Makanya Nenek Somad juga pelan-pelan kehilangan semangat untuk meneruskan jualan. Biaya membeli bahan makanan dan membayar pembantu masih lebih mahal dibanding dengan hasil yang didapatkan. Akhirnya Wagenugraha mengiyakan ketika Nenek Somad mengutarakan niatnya untuk berhenti jualan.

Berawal dari rasa kasihan terhadap Nenek Somad, wanita yang sehari-hari membantu Wagenugraha mencuci pakaian di rumah, Wagenugraha menawarkan pada Nenek Somad untuk berjualan di kantin koperasi kantornya. Kebetulan waktu itu sedang ada pembukaan lapak-lapak baru di kantin yang terletak di samping sebuah rumah sakit besar itu. Konsumennya sudah jelas, dari mulai pengunjung rumah sakit, mahasiswa kedokteran, dokter residen hingga para karyawan kantor tempat Wagenugraha bekerja. Untuk biaya membuat meja hingga modal awal berjualan, Wagenugraha merogoh kantongnya sendiri berhubung Nenek Somad tidak punya modal sama sekali. Anak muda itu yakin nasi dan lauk pauk buatan Nenek Somad akan laku karena rasanya cukup enak menurut ukutan Wagenugraha (Undil-2013)

Cerita Kancil dan Buaya

Alkisah pada suatu pagi di tepi sebuah parit yang membatasi hutan dengan tanah pertanian telah ramai oleh binatang hutan maupun hewan-hewan piaraan Pak Tani yang sengaja datang ke tempat itu. Menjangan, trewelu, trenggiling, tapir, luwak, bracan, garangan, hamster, landak bercampur dengan puluhan wedhus gembel piaraan Pak Tani, berkerumun di sisi kiri dan kanan parit yang ditumbuhi rerumputan yang hijau subur. Tak terkecuali Sang Kancil yang sengaja datang ke tempat itu setelah mendengar kabar hilangnya beberapa ekor menjangan tiga bulan terakhir ini.

Ada sebuah batang kayu besar yang melintang di tengah parit. Batang kayu itu yang dipergunakan oleh hewan-hewan untuk menyeberang dari satu sisi ke sisi lain dari parit. Berkat keberadaan batang kayu tersebut hewan-hewan itu tak perlu mengambil jalan memutar untuk pergi ke hutan ataupun ke tanah pertanian di seberangnya. Puluhan wedhus gembel milik Pak Tani nampak berbaris menyeberang ke hutan melalui batang kayu itu. Daun-daun gelombang cinta yang tumbuh di tepi hutan adalah makanan favorit para wedhus gembel, yang membuat mereka sering menyeberangi parit.  duniashinichi.blogspot.com

Setelah puluhan wedhus gembel selesai menyeberang, Sang Kancil mendekati batang kayu besar lalu melompat ke atasnya, seraya berkata:

"Tuan! Anda bukan saja batang kayu paling cerdik yang pernah saya temui. Anda juga paling sabar menahan diri dari menuruti nafsu memakan hewan-hewan yang berada di punggung Tuan!"

Wagenugraha, Pengemis Tua dan Nenek Pedagang Keliling

Dipandanginya wajah Si Nenek dan Si Pengemis Tua berganti-ganti. Dia taksir umur Si Nenek sedikitnya sepuluh tahun lebih tua daripada Si Kakek pengemis. Tiba-tiba keinginan memberi uang kepada Si Kakek sirna. Wagenugraha semakin mantap membelanjakan uangnya untuk membeli barang Si Nenek. Hari itu Wagenugraha pulang membawa sebuah sulak bulu ayam yang akan dia taruh di mushola dekat rumahnya sebagai pengganti sulak lama yang bulu-bulunya sudah banyak yang lepas

Lima belas menit sebelumnya Wagenugraha melihat seorang nenek menyatukan kardus yang selesai dilipat dengan barang bawaan lainnya berupa belasan sapu ijuk dan sulak dari bulu ayam yang bisa dipergunakan untuk membersihkan rumah. Kemudian memanggulnya di punggungnya yang sudah sedikit bungkuk. Melihat itu, Wagenugraha langsung membatalkan keinginannya untuk memberi uang kepada si pengemis. Dia memanggil Si Nenek karena  tergerak untuk membeli sulak sekedar untuk memberi tambahan penghasilan kepadanya.

Setengah jam sebelumnya, dalam perjalanan pulang sekolah Wagenugraha melihat seorang lelaki tua duduk bersila di bawah pohon besar di tepi trotoar, kepalanya menunduk menatap kaleng bekas yang dia pergunakan untuk menampung uang receh dari para pejalan kaki. Pakaiannya lusuh, dan sebuah topi lebar menutupi kepalanya hingga ke dahi. Melihat raut wajahnya walaupun hanya sebatas hidung hingga mulut, murid kelas dua SD itu tergerak untuk merogoh sakunya. Tenyata uang di sakunya tinggal selembar dua puluh ribu rupiah. Namun sebelum memberikan uangnya kepada pengemis tua, Wagenugraha melihat seorang nenek yang sibuk melipat kardus hanya beberapa meter di dekat si pengemis (Undil - Februari 2013). 

tags: cerita pendek flashback, cerpen flashback, contoh cerita flashback

Cerita Si Kancil dan Tokek bersuara cetar membahana tapi Galau

Adalah seekor tokek gede yang tinggal di pintu gudang beras Pak Tani. Ukurannya besar hampir sebesar tikus rumah, tubuhnya kuat, gerakannya cepat dan  suaranya keras membahana hingga orang-orang sering menyangka sebagai suara anak-anak yang berteriak. Di saentero gudang, tuan tokek ini adalah binatang yang terkuat dan disegani oleh hewan-hewan lain. Cicak,tikus clurut, laba-laba hingga ular tanah takut kepadanya. Namun dibalik kekuatannya itu ternyata Si Tokek mengidap hati yang lunglai. Hari-harinya selalu dijalani penuh kegalauan. http://duniashinichi.blogspot.com

Awalnya adalah pertemanannya dengan tokek putih yang tinggal di gudang yang sama. Mereka berteman akrab sekali hingga tidak bisa dipisahkan. Namun pada suatu malam tokek putih memutuskan pergi bareng tokek putih lain dengan menumpang sebuah truk beras. Rupanya dia memilih berteman dengan sesama tokek putih dibanding dengan tokek coklat. Sejak saat itu Tokek berubah menjadi tokek galau. 

Jika dulunya Tokek berteriak "Toooookek" dengan anggunnya pada jam-jam tertentu, yaitu jam tujuh pagi, jam tiga sore dan jam sembilan malam. Sekarang dia tak tentu jadwal teriaknya. Udah gitu suaranya bergetar sebagai dampak dari kesedihan hati yang sangat dalam. Kapanpun kala teringat tokek putih, dia akan langsung berteriak "Tooooookek, Tooooookek!" sehingga membingungkan penghuni gudang lainnya. Kadang-kadang di tengah percakapan dengan hewan lainnya Si Tokek tiba-tiba menangis dan berteriak keras "Tooooookek!" karena rindu pada sosok tokek putih. Pokoknya irama hidup Si Tokek jadi kacau balau. Tokek tenggelam dalam lautan luka dalam  setelah ditinggal tokek putih.

Suatu ketika Sang Kancil yang sedang tetirah keluar hutan berkunjung ke gudang beras itu. Hewan-hewan penghuni gudang senang sekali atas kunjungan Sang Kancil, mereka sangat berharap Si Tokek bisa dinormalkan oleh Sang Kancil. Kemudian hewan-hewan itu bercerita tentang diri Si Tokek yang galau. Tentang hidupnya yang jadi nggak karuan gara-gara ditinggal tokek putih.

Kado buat Valentine


Puisi? Yah aku pasti memberi hadiah puisi pada Valentine. Tapi kan bukan puisi doang. Ada sesuatunya. Itulah gunanya puisi. Untuk memperelok sesuatu yang dihadiahkan. Yah, kalo skripsi semacam kata pengantarnya-lah. Pikir-pikir aku pasti tidak ingin memberinya hadiah Barbie karena dia udah punya. Tak mungkin juga Tab atau iPad, karena sejak lama tiap habis maghrib dia pakai untuk mengaji. Minggu lalu sudah terpikir untuk menghadiahkan seperangkat alat berkebun. Dari mulai cetok, sekop kecil, alat penggali tanah, penyiram tanaman sampai biji-biji bunga matahari. Tapi kemarin tukang kebun langganan datang dan menanam bunga matahari di kebun belakang. Jadinya batal deh. 

Jika kuberi sepeda listrik, aku nggak yakin bermanfaat bagi dia yang nggak pernah bersepeda jauh dari rumah. Bagaimana kalo binatang piaraan seperti ikan? Ah, tapi di rumah sudah ada akuarium air laut lengkap dengan ubur-ubur dan kuda laut. Nggak menarik kalo aku kasih yang lebih sederhana. Ngomong-ngomong tentang binatang, sudah dua bulan ini  kebun belakang didatangi burung-burung besar dan kecil. Entah darimana datangnya. Mungkin sejak ada danau buatan di pinggir kompleks, burung-burung itu jadi gampang cari makan, terus pada nongkrong di pohon-pohon besar di kebun belakang. Ada belasan, mungkin puluhan jenis burung warna-warni berkumpul tiap sore hari.  

Gotcha! Aku tahu! Aku akan memberi Valentine hadiah teropong binokuler beserta buku Bird of Indonesia yang isinya gambar-gambar full colour beraneka jenis burung yang ada di Indonesia. Valentine bisa mengamati burung dari jauh dengan binokuler, lalu membandingkan bentuknya dengan gambar-gambar pada buku. Dia akan tahu nama-nama burung. Yah, aku ingat Valentine selalu bertanya-tanya tentang nama burung-burung di kebun belakang. Tapi tak seorang pun di rumah yang tahu. Inilah hadiah yang paling tepat untuk Valentine saat ini. Dan pastinya tak lupa aku sisipkan sebuah puisi buat Valentine:

Kado Puisi buat Valentine
 
Jangan panggil aku burung
karena aku punya nama
panggil namaku
dengan mulut mungilmu
yang selalu ceria
Kenali aku
biar aku bahagia

~Kisah seorang paman yang mencari kado buat keponakan bernama Valentine yang akan mulai sekolah tahun ini~

Rasanya berdebar-debar sebelum bertemu dia


Rasanya berdebar-debar sebelum bertemu dia. Padahal aku sudah mempersiapkan segalanya. Mandi sudah kulakukan dari pagi-pagi sekali. Nina bahkan rela dengan mata setengah mengantuk menyediakan air hangat, handuk bersih dan menyemprotku dengan minyak wangi. Ups! Aku juga memakai semacam pelembab dari Nina yang menyebabkan tubuhku terlihat segar dan kulitku bersinar-sinar. 

Tentu aku nggak jual tampang doang. Aku sudah mempersiapkan topik pembicaraan yang menarik. Bukan! Bukan tentang Nina. Topik itu akan membuat dia mengantuk. Walaupun ada baiknya aku menyelipkan satu dua kekonyolan yang sering dilakukan Nina untuk membuat dia tertawa. Ahhh... aku selalu suka suara tawa yang tulus.

Aku tidak main-main dengan topik pembicaraan. Aku hanya akan bicara tentang topik yang pasti dia sukai. Aku akan bicara tentang  jenis-jenis ikan asin. Mana saja ikan asin yang rasanya paling lezat. Mana saja ikan asin tergurih yang membuatku nggak rela membuang nafas sehabis makan -- karena khawatir sisa baunya cepat hilang.   

Oh hampir lupa!.  Aku sangat berharap Nina akan bicara tentang perawatan rambut pada Olga.  Andai rambut Kity dirawat seperti Nina merawatku....  tentu dia akan semakin menawan. Hmmm..Kity!  Aku tak sabar lagi untuk bertemu denganmu. Tunggu bentar ya sayang.  Nina sudah selesai berpakaian, sekarang dia lagi dandan di depanku. Sebentar lagi kami bertandang ke rumahmu.

~Curhat seekor kucing bernama Tobi sebelum bertemu Kity, kucing cantik milik Olga, teman Nina. Mereka baru dikenalkan minggu lalu~