Dongeng Basa Jawa: Reza Arrayan lan Cecak sing Kerep Tiba

Mas Reza Arrayan iku bayi umur telung sasi. Suwijining ndino ketiban cecak banjur cah loro malah ngobrol


Reza: 

Cecak kowe kok ndadak nibani bathukku barang ki ngopo yo? Ngantuk popiye?


Cecak:

Ora yi, bayi. Aku saiki tiba-tibo terus saka tembok amarga kamarmu mbleduk, akeh bleduk nemplek ning tembok, dadine sikilku sok-sok ora iso nemplek tembok.


Reza:

Bleduk ki barang cilik-cilik yen lagi mabur iso marahi watuk iku po?


 Cecak: 

Laiya kuwi jenenge bleduk. Gara-gara wingi bapakmu ngeduk-ngeduk lemah gawe kolam ikan ning pinggir omah, banjur bleduke padha mlebu kamarmu liwat  cendelo


Reza: 

Wooo ngono tho. Youwis mengko nek ibuku teka ndene, aku tak ngambus-ngambus tembok, njuk watuk-watuk ben kamarku diresiki


Mbak Majda Yulianingrum --ibune Reza -- ujuk-ujuk mlebu kamar amarga krungu suarane Reza. Dikiro anake lagi nangis padahal sakjane  Reza lagi ngobrol karo cecak. 


Wasan weruh Reza watuk-watuk, banjur tangane Mbak Majda Yulianingrum ndemek tembok terus mbatin


 "Wooo mulo  Reza watuk-watuk terus, lha temboke mbleduk banget kaya ngene. Wis tak resiki ndisik kamare, ben Reza ora watuk-watuk meneh".


Cecak seneng banget weruh ibune Reza resik-resik tembok. Nek temboke resik deweke ora bakal kerep tiba meneh kaya saiki.

Marco Polo menemukan unicorn di Sumatera

Adalah seorang petualang termahsyur yang sering kita dengar namanya. Marco Polo si pelaut Italia yang terkenal karena perjalanannya ke wilayah dinasti Mongol itu ternyata pernah mampir ke pulau di ujung barat nusantara, yakni sumatera.

Uniknya dalam buku catatan perjalanannya Marco Polo mengaku bertemu hewan yang dianggap hanya hewan mitos oleh orang-orang Eropa, yaitu unicorn.

Unicorn adalah hewan berbentuk kuda tetapi memiliki satu tanduk di kepalanya. Anehnya unicorn yang dilihat Marco Polo ini suka berlama-lama berendam di lumpur, bertanduk besar, dan jika menyerang menggunakan lutut dan lidahnya yang berduri tajam. 

Marco Polo dengan antusias menceritakan pengalamannya bertemu hewan dalam dongeng ini di catatan perjalanannya. Walaupun gambaran unicorn ala Sumatera ini sama sekali berbeda dengan unicorn versi dongeng yang cantik &  jinak, bahkan saking manisnya sampai membiarkan dirinya ditangkap oleh para perawan.

Ketika kesempatan ada batas waktunya

Adalah Aoki yang merasakan perbedaan yang begitu besar dalam hidupnya tatkala dirinya kembali bertemu dengan Kimi setelah tiga tahun berpisah. Dulu mereka berdua kemana-mana selalu bersama. Pulang kantor Aoki menyambangi Kimi yang memilih bekerja di rumah dengan berjualan aksesories wanita secara online. Kemudian mereka akan mengunjungi tempat-tempat yang telah direncanakan.

Mereka shopping bersama, main bersama, kursus bareng, travelling bareng, dan kulineran bareng. Ada satu yang masih berupa rencana tetapi belum terwujud yaitu mengaji bareng. Mereka telah berencana belajar tahsin dan hapalan Al Quran bareng kepada seorang guru, serta belajar tafsir setiap minggu pagi di sebuah masjid.

Namun sebelum terlaksana Aoki keburu sekolah S3 Formulasi ke Texas University. Buyar sudah rencana mereka. Namun mereka telah berjanji untuk melakukannya setelah Aoki pulang.

Semua di luar dugaan Aoki. Bayangan untuk mengaji bareng tiba-tiba lenyap. Pasalnya Kimi terserang penyakit di sebagian organ dalamnya. Kini dia hanya bisa berjalan dengan bantuan kursi roda elektrik. Tubuhnya cepat lelah. Syaraf-syaraf motoriknya terganggu. Gerakannya tidak tangkas lagi. Kimi gak kuat diajak pergi-pergi lagi. 

Bahkan saking khawatirnya suami Kimi, lelaki itu memutuskan keluar dari pekerjaannya untuk merawat Kimi.  Dia bekerja di rumah dengan  menjalankan bisnis online yang telah dirintis oleh Kimi.

Aoki diam-diam menyesal dulu mereka tidak menyengajakan diri untuk belajar mengaji dan menghapalkan Quran. Dia lebih memilih berburu barang diskon dan berburu tayangan perdana premiere film-film bagus dibanding mengaji. Kini semua kesempatan itu lenyap bersama sakitnya Kimi.

Kesempatan tidak selalu terus menerus tersedia. Kesempatan yang tadinya tersedia waktunya tiba-tiba menjadi tidak ada seiring berjalannya waktu. Kini dia tak bisa mengaji bareng Kimi keluar rumah. Dia hanya bisa melakukannya  dengan mengundang guru ke rumah Kimi. Sebuah perubahan yang tidak pernah terlintas dalam benaknya tiga tahun lalu. Kesempatannya beraktifitas di luar rumah bareng Kimi ternyata sangat berharga dan ada batas waktunya. Jadi bukan bisa diulangi kapan saja karena segalanya berubah seiring berjalannya waktu (Undil-2016).


Ketika Hachiko Dipaksa Berpikir Out of The Box

Hachiko terpaksa keluar dari tempat kerja yang sudah sepuluh tahun mengisi hari-harinya. Teman baik Shinichi tersebut terdepak dari perusahaan karena persoalan sepele. Pasalnya Bos baru menganggap produk-produk ekstrak herbal yang sedang dikembangkan Divisi Fitofarmaka yang dipimpin Hachiko kurang menjanjikan. Lebih mudah mengadopsi resep-resep jamu tradisional daripada mengembangkan ramuan baru dan susah payah mengekstrak komponen fitokimia dari tanaman. 

Jauh lebih murah membuat serbuk jamu kasar dan membuat ramuan sesuai resep kuno daripada mengekstrak lalu menguji khasiat masing-masing komponen. Terlalu ribet dan peluang untuk gagal cukup besar. Belum lagi perusahaan perlu membayar puluhan expert fitokimia dan expert teknologi ekstraksi fitocompound ditambah biaya konsultasi dengan beberapa konsultan dari intitusi riset di dalam negeri maupun mancanegara. Semua pengeluaran itu dianggap pemborosan.

Jadilah Hachiko bersama tigapuluh anak buahnya yang jago ekstraksi dan uji fitocompound menganggur setelah divisinya ditutup diikuti langkah menjual murah mesin-mesin ekstraksi dan alat uji QC yang canggih ke produsen herbal di negeri tetangga. Hachiko  berhari-hari berdiam diri di rumah tak percaya dengan peristiwa yang menimpa dirinya.

Hari-hari dengan kegiatan terencana rapi dan jadwal launching produk berbaris rapi tiba-tiba lenyap. Memang baru tiga tahun lagi produk perdana diluncurkan, tetapi peluncuran itu akan berlangsung terus menerus setiap triwulan setidaknya selama 5 tahun karena Hachiko memiliki lebih dari 20 kandidat produk baru. Padahal Hachiko sudah mengerahkan segenap tenaga dan pikirannya untuk mewujudkan semua itu. Hatinya guncang tak mempercayai keputusan Bos baru melemparkan kesempatan emas menjadi perusahaan raksasa fitopharma.

Kini dia harus melihat kenyataan. Hachiko harus deal dengan realita di depan mata. Tidak ada lagi masa depannya di industri herbal. Tidak ada lagi impian membangun perusahaan raksasa fitofarmaka di asia. Semuanya lenyap ditiup angin perubahan. Barangkali memang bos baru tidak diberi cukup dana oleh pemilik perusahaan agar dapat bertahan selama tiga tahun sampai keluarnya produk perdana.

Maka pada minggu ketiga Hachiko mulai jenuh dengan berdiam diri di rumahnya yang terletak di kampung yang masih hijau di pinggiran kota. Dia berangkat ke Bandung. Dilangkahkan kakinya menyusuri track lari Sabuga yang sepi di senin sore ini. Tiba-tiba kepalanya bergejolak. Mendadak Hachiko teringat dengan hobby-hobbynya. Teringat dengan kegiatan-kegiatan favoritnya. Kini dia punya kesempatan mewujudkannya. Tak ada lagi pekerjaan yang mengikatnya.

Hachiko suka berkebun tanaman hias, dia juga suka memelihara ikan, hobby memberi makan burung di alam bebas, ingin punya toko buku kecil yang punya kajian rutin dan bedah buku sebulan sekali. Hachiko juga ingin mengajar skill ekstraksi komponen tanaman kepada ibu rumah tangga dan juga anak-anak muda supaya mereka bisa mendapat bahan murah untuk membuat minyak wangi maupun ramuan herbal kesehatan. Tiba-tiba Hachiko melihat peluang yang terbuka lebar.

Hachiko mulai menyibukkan diri dengan membuat greenhouse di dak atas rumahnya. Dibuatnya sebuah lab kecil untuk kultur jaringan tumbuhan di lantai 2 rumahnya. Kemudian Hachiko mulai menyibukkan diri dengan membibitkan aneka anggrek dengan metode kutur jaringan. Beberapa bulan kemudian greenhousenya telah dipenuhi aneka anggrek yang mulai berbunga.

Tak puas dengan itu Hachiko membuat greenhouse kedua di halaman belakang rumahnya yang luas. Kali ini dia menanam aneka tanaman yang bunganya harum untuk diambil ekstraknya. Dibuatnya sebuah bangunan kecil untuk menempatkan alat ekstraksi fitocompund sederhana. Hachiko dengan mudah mendapatkan alat tersebut dari vendor langganannya tatkala masih bekerja. Setahun kemudian mesin tersebut mulai sibuk bekerja mengekstrak hasil kebun Hachiko.

Kebun dan mesin ekstraksi Hachiko dengan cepat menarik perhatian tetangga-tetangganya. Minyak essensial yang diproduksi sendiri oleh Hachiko membuat ibu-ibu di sekitar rumah tertarik. Mereka dengan cepat memensiunkan bunga bakung, akasia, kersen, dan aneka tanaman yang sedikit bermanfaat bagi mereka - dan menggantinya dengan aneka tanaman yang bisa diambil essensial oil-nya. Tanaman kenanga, nilam, serai, adas, dan mawar dengan cepat menjadi populer di kampungnya. 

Halaman rumah warga kini tidak lagi semrawut oleh aneka tanaman, namun indah dan berderet rapi barisan tanaman yang seragam yang akan diambil essensial oilnya. Keseragaman tanaman perlu agar dapat menghasilkan essensial oil dalam jumlah memadai.

Untuk pemasaran produk essensial oil tidak terlalu sulit bagi Hachiko. Selama bekerja dia sering berinteraksi dengan para pemasok essensial oil yang siap menampung berapapun produk yang dihasilkan.

Kini hari-hari Hachiko adalah sibuk mengajari tetangga-tetangganya tentang cara menyuling essensial oil. Sebuah ketrampilan yang sangat dikuasainya ketika masih aktif bekerja di perusahaan. Jadilah kampungnya terkenal sebagai penghasil essensial oil rumahan. 

Tepat dua tahun dari berhenti bekerja, Hachiko membuka sebuah toko buku kecil di dekat rumahnya. Walaupun berada di pinggiran kota, toko bukunya lumayan ramai karena koleksinya lengkap dan Hachiko bikin acara kajian buku sebulan sekali di tokonya. Hachiko juga melayani pemesanan online dan pengantaran buku untuk pembelian di sekitar kota Bandung.

Diantara semua itu yang paling membuat Hachiko senang dengan toko bukunya adalah kajian rutin setiap bulan yang ramai dipenuhi anak-anak muda. Sebuah kegiatan yang dulunya tinggal impian tatkala dirinya masih aktif bekerja.

Hachiko merasa tertutupnya peluang bekerja mengembangkan produk herbal baru -- ternyata menandai terbukanya oeluang bagi dirinya untuk melakukan hal-hal yang selama hanya menjadi impian terpendam (Undil 2016).

Tidak sesederhana kata lautan akan kau sebrangi

Jika kau katakan 
lautan pun akan kau sebrangi,
gunung tinggi akan kau daki,
itu terlalu sederhana,
tidak cukup kuat untuk memelihara,

Lapangkanlah hatimu,
melihat segala sesuatu dari mataku,
bisa saja beda,
pendar-pendar pelangi yang menarik hatimu
barangkali menakutkanku,

Dengarkan dan rasakan
untaian kata tidak sesederhana yang kau kira,
janganlah dengar demi menyusun jawab,
bukalah jendela hatimu lebar-lebar,
karena menjalin kisah yang pelik 
tidak sesederhana kata lautan kau sebrangi
(Undil-2016)

Dulu kau bilang ingin bahagia selamanya...

Dulu kau bilang ingin bahagia selamanya,
sampai jadi kakek dan nenek,
lalu kau sadari takdir siang dan malam,
adalah selalu berganti-ganti,
dan kita dibekali rasa sabar dan syukur,
untuk meniti dua kutub
 
Kini kau bilang yang penting kebaikan,
berada di jalan terang,
meniti jalan lurus kebaikan,
dalam silih bergantinya dua kutub,
rasa sedih dan bahagia
(Undil-2016)

Bagaimana agar istiqamah dalam kesabaran atau kesyukuran

Materi khutbah Jumat kemarin di Masjid Annur sangat menarik. Temanya tentang sabar dan syukur. Beberapa point penting yang berhasil saya tangkap adalah sebagai berikut:

(1) Pada dasarnya kehidupan manusia berjalan sesuai kehendak Allah bukan keinginan manusia, hanya terkadang kehendak Allah sama dengan keinginan kita. Namun pada dasarnya manusia tidak berkuasa mengatur peristiwa yg menimpa dirinya. Jadi supaya hidupnya tentram, manusia perlu menyadari realita tersebut.

(2) Bentuk ujian pada manusia bisa berupa musibah atau berwujud nikmat. Saat menerima ujian berupa musibah, maka manusia menghadapinya dengan kesabaran. Saat ujian berbentuk nikmat, maka perlu dihadapi dengan kesyukuran.

(3) Tantangan terberat manusia adalah untuk tetap istiqomah dalam kesabaran atau kesyukuran, ketika sebuah ujian nikmat atau musibah berlangsung dalam jangka waktu lama. Faktor waktu lamanya ujian adalah tantangan berat bagi manusia.

Contohnya saat menghadapi ujian berupa musibah berupa jatuh sakit yang berlangsung  beberapa hari, manusia relatif gampang dalam mengendalikan diri agar tetap bersabar. Lain halnya jika sakit tersebut berlangsung selama berbulan-bulan, tentu akan tidak mudah dan membutuhkan upaya ekstra untuk tetap mempertahankan kesabaran. 

Untungnya ujian berupa nikmat maupun musibah hakekatnya tidak ada yg lama karena kehidupan di dunia sebentar saja dibanding kehidupan di akhirat. Jadi jangka waktu bersabar maupun bersyukur pada dasarnya relatif pendek. Kenyataan ini bisa menjadi penghibur manusia yang menyadarinya.

Berdoa memohon pertolongan Allah adalah langkah lain yang perlu dilakukan manusia. Hal itu dikarenakan manusia itu lemah dan bisa berbolak-balik hatinya, sehingga perlu pertolongan Allah agar tetap kokoh istiqamah dalam kesabaran ataupun kesyukuran.

Demikian isi khutbah sang khatib yang sayangnya tidak saya ketahui namanya (Undil - 2016).

Kesempatan itu Berharga

Ketika perubahan terjadi,
menghilangkan peluang melakukan tindakan,
melenyapkan rencana yang masih mengawang-awang,
tahulah kita kesempatan telah berlalu,
waktu kita untuk perbuatan itu sudah habis,
tinggallah jadi bahan renungan,
bahwa kesempatan itu berharga,
dia bisa pergi kapan saja 
(Undil-2016)

Entahlah...

Entahlah
hal-hal yang sederhana,
seperti rutin mengaji selepas Maghrib,
melantunkan doa di pagi dan sore hari,
tidak membeda-bedakan orang, 
kata-kata ramah berbalut kecerdasan,
enggan menonjolkan diri,
semenjana dalam berbusana,
sederhana dalam berpikir dan bertindak, 
keceriaan peninggalan masa kanak-kanak,
sejernih wajah kecoklatan berbayang mata jeli bidadari...

Selalu mempesona

Beruntungnya bekerja dalam tim yang memiliki visi yang sama

Sejenak setelah mendengarkan kalimat terakhir kajian Ustadz Megure, pikiran Shinichi Kudo melayang ke tim kerjanya di kantor. Seperti kata Ustadz Megure, alangkah besar dampaknya jika semua anggota tim memiliki visi yang sama. Amatlah besar manfaat yang bisa diambil jika semua orang memandang arah yang sama. Semua anggota tim menuju tujuan yang sama.

Kesamaan visi bukan membuat ketiadaan perbedaan atau menihilkan konflik, tetapi  akan mempermudah solusi penyelesaian konflik. Karena tujuannya sama, cita-citanya sama, maka penyelesaian konflik akan lebih banyak berkisar pada soal-soal teknis dan komunikasi.

Visi yang sama yang dimaksud Ustadz Megure adalah visi semua anggota tim untuk bersama-sama menuju surga. Yoi, visi untuk mendapatkan kebahagiaan sejati saat kita dibangkitkan nanti. Itu artinya yang kita kejar selama bekerja bukan sekedar kesenangan sesaat di dunia, tapi juga mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menghadapi hari pembalasan nanti. 

Dengan kata lain semua anggota tim pada saat bekerja mengejar kebaikan, mengejar amal soleh, dan mengejar kontribusi. Jadi bukan mencari kesenangan, memilih yang gampang-gampang saja, enggan berpikir, ataupun bermalas-malasan sembari mengharap bonus. Tidak. Mereka tidak ragu bersusah payah demi memperbesar kontribusi yang diberikan kepada sesama. Sembari berharap pahala yang menjadi bekal saat kematian tiba.

Tim bervisi surga adalah impian Shinichi Kudo. Seperti halnya rumah tangga yang bervisi surga, akan memudahkan masing-masing anggotanya untuk terharmonisasi. Konflik wajar saja terjadi karena semakin dekat interaksi potensi konflik juga muncul. Namun bisa diharapkan karena tujuannya sama-sama menuju surga, maka penyelesaiannya akan lebih gampang. Tim bervisi surga adalah tim impian, beyond impian membentuk tim bervisi sama (Undil-2016).

Begini Caranya Memulai Memberi Feedback

Feedback atau umpan balik alias masukan spesifik kepada anak buah adalah salah satu faktor penting peningkatan kinerja. Tanpa feedback seseorang hanya bisa meraba-raba apakah atasannya telah puas atau kurang puas dengan hasil kerjanya. Itulah  pendapat Shinichi Kudo tentang feedback yang membuatnya galau -- karena selama ini dia belum bisa memberi feedback.

Pasalnya Shinichi takut feedback yang diberikan justru membuat orang tersinggung dan kinerjanya alih-alih naik tapi malahan turun. Dia merasa belum mengenal pengetahuan tentang feedback, apalagi art atau ketrampilan memberikan feedback -- sama sekali jauh dari bayangannya.

Bermacam jurnal yang telah dia baca belum cukup memberikan kepercayaan diri untuk melakukan aktifitas feedback. Sampai suatu ketika di kantor hadir konsultan yang disewa HRD yang bisa menjadi tempat berkonsultasi terkait work life balance dan apa saja terkait pekerjaan. Shinichi langsung saja menyambar kesempatan itu dengan mengusung pertanyaan bagaimanakah caranya memberikan feedback secara personal -- jadi bukan feedback umum di forum briefing meeting harian.

Ternyata solusi yang ditawarkan konsultan yang tampaknya seorang psikolog yang sudah berpengalaman itu sederhana saja. Shinichi diminta untuk terlebih dahulu meminta feedback sebelum dirinya memberikan feedback.

Shinichi membayangkan dirinya akan memanggil setiap team secara bergiliran memberikan feedback untuknya selama beberapa minggu. Setelah itu barulah dirinya akan mulai memberikan feedback kepada mereka. 

Setelah membuktikan bahwa dirinya biasa saja menerima masukan dari anak buah -- tentu dirinya bisa berharap mereka juga biasa saja mendapat madukan dan kritik dari Shinichi. Sebuah solusi sederhana tetapi sangat canggih dari konsultan.

Satu lagi yang menarik dari pernyataan konsultan adalah bahwa feedback ini bukan hal yang biasa eksis di kultur kita. Jadi memang akan menjadi sesuatu yang baru bagi semua orang -- dan boleh jadi menakutkan. Dengan demikian Shinichi perlu "berkeringat" untuk menyosialisasikan feedback kepada teman-temannya. Namun itu bukan hal yang besar bagi Shinichi -- bahkan dis berencana akan meminta antar team memberikan feedback secara bergilir pada acara briefing meeting di pagi hari. Supaya jika ada masalah layanan antar team bisa segera diangkat dan diselesaikan (Undil - 2016).

Hatori dan Harta Karun Ayahnya

Tidak seperti yang diduga Hatori. Semakin lama semakin banyak hal yang bisa didiskusikan Hatori dengan ayahnya. Dulu Hatori mengira setelah bekerja, dirinya akan terpisah dunia dengan ayahnya yang sudah pensiun, dan kini aktif dalam kegiatan sosial sambil mengurusi surau kecil peninggalan kakeknya. 

Hatori mengira setelah dirinya dewasa, interaksi dengan Ayahnya memang sewajarnya jauh berkurang  -- tak lebih dari perbincangan soal kesehatan dan aktivitas remeh temeh sehari-hari-- tapi ternyata Hatori keliru.

Semua berawal saat Hatori bilang akan balik ke Bandung lebih awal saat liburan Idul Fitri dengan alasan mengurusi dokumen lelang -- tiba-tiba ayahnya mengajaknya berbincang-bincang tentang aturan lelang yang berlaku sekarang. 

Dari peristiwa itu Hatori baru menyadari bahwa Ayahnya adalah orang yang telah puluhan tahun berpengalaman menangani lelang -- dengan segala macam masalah dan problem solvingnya -- sehingga ada banyak persoalan lelang yang bisa diperbincangkan dengan Ayahnya. Pengalaman ayahnya jauh lebih luas daripada senior yang selama ini jadi tempatnya berkonsultasi.

Bukan hanya itu, ternyata Ayahnya juga belasan kali pindah bagian saat masih aktif bekerja -- yang membuat beliau sangat kaya pengalaman. Satu fenomena yang bagaikan harta karun khasanah pengetahuan yang sangat berguna bagi Hatori. 

Situasi dan kondisi kerja ayahnya di era tahun delapan puluhan hingga dekade pertama tahun duaribuan memang banyak berbeda dari sekarang. Tetapi sifat-sifat manusia yang merupakan faktor penentu dalam kinerja -- masih sama. Hatori bagaikan menemukan harta karun dari ayahnya berupa pengalaman praktek berinteraksi dengan beraneka ragam  manusia di tempat kerja.

Hatori tiba-tiba merasa kembali ke masa awal-awal kuliah dimana dirinya banyak berdiskusi dengan Ayahnya tentang semua hal yang membuatnya penasaran. Pengalaman baru, buku-buku baru, teman-teman baru dari seluruh pelosok nusantara, tentang pemikiran profesor-profesor di kampusnya, tentang organisasi yang sebaiknya diikutinya, tentang ekonomi Islam, pemikiran-pemikiran liberal yang menarik hatinya, hingga permainan base ball yang disukai dirinya dan ayahnya. 

Semua diskusi yang berlangsung meletup-letup penuh emosi jiwa muda yang serasa diserahi tugas menggenggam dunia dengan kedua tangannya.

Setelah beberapa tahun senyap dari diskusi dengan Ayahnya sejak dirinya mulai bekerja -- tiba-tiba Hatori menemukan kembali sesuatu yang merekatkan dirinya dengan ayahnya. Sesuatu yang membuat pertemuan dengan ayahnya bukan lagi bicara rutinitas sehari-hari tetapi juga tentang ide-ide baru dan problem solving terkait pekerjaan. 

Ayahnya pernah menghadapi masalah serupa dengan dirinya, misalnya vendor yang salah tafsir spesifikasi barang, rekan kerja yang suka lempar bola panas ke pihak lain, bos yang terlalu baik sehingga dirinya kekurangan dukungan untuk meningkatkan kinerja team, partner kerja yang terlalu pasif, anak buah yang pelupa, toilet baru kantor yang kurang syar'i, sampai seluk beluk urusan perijinan yang melibatkan birokrasi pemerintahan. 

Semua pengalaman ayahnya membuat Hatori seperti dibawa dengan helikopter untuk melihat masalah-masalahnya secara lebih menyeluruh -- sehingga banyak jalan keluar baru yang ditemukan. Sementara Ayahnya mendapat manfaat berupa kesempatan menjadi penasehat yang berinteraksi positif dengan anaknya sekaligus mengasah ketajaman pikiran sembari mengenal hal-hal baru yang membuat dirinya tersambung dengan kondisi kekinian.

Pendapat bahwa seorang anak semakin dewasa akan semakin menjauh dari ayah-ibu ternyata mengalami reverse di era modern. Saat orangtua adalah mantan profesional dan anaknya juga seorang pekerja profesional maka akan terdapat banyak topik dan pengalaman sejenis yang sangat menarik untuk didiskusikan. Diskusi-diskusi hangat yang akan membuat mereka semakin dekat. 

Hatori menduga jarak yang terbentuk antara orangtua-anak itu terjadi pada jaman dulu saat peralihan era pertanian ke era industri. Misalnya seorang anak memiliki ayah seorang petani atau guru desa, sementara si anak kuliah lalu bekerja sebagai seorang akuntan publik. Terdapat banyak perbedaan kultur kerja dan kebiasaan hidup sehari-hari yang membuat mereka kesulitan menemukan topik diskusi yang berkelanjutan. 

Di era modern ini antara anak dan orangtua memiliki banyak topik pembicaraan karena banyak kesamaan jenis aktivitas dan pengalaman kerja. Fenomena tersebut menyebabkan pendapat bahwa dengan semakin dewasa seorang anak akan semakin jarang berinteraksi dengan orangtuanya -- tidak berlaku untuk banyak keluarga modern seperti keluarga Hatori (Undil-2016)