Obrolan buku ini telah aku buat beberapa tahun yang lalu. Namun karena isinya bagus banget jadi ingin menampilkannya disini. Mungkin banyak diantara kita yang telah baca bukunya. Isinya tentang sebuah sekolah yang sangat mengasyikkan di Jepang. Siapa tahu dengan membaca review ini — teman-teman jadi tergerak untuk membongkar-bongkar tumpukan buku lama dan membaca Totto-chan lagi.
Bila Anda menganggap Kepala Sekolah bukanlah sosok yang dekat dengan murid-murid sekolah dasar. Bila Anda menganggap seorang anak --yang melakukan perbuatan yang dianggap aneh oleh orang dewasa-- harus diberi hukuman, maka Anda adalah salah seorang yang perlu menyimak kisah berikut ini.
Peristiwa ini terjadi tatkala dompet kesayangan Totto-chan jatuh di lubang pembuangan kakus di sekolah. Gadis cilik yang baru saja dikeluarkan dari sekolah lamanya karena dianggap badung itu, menciduk kotoran yang ada di lubang penampungan kakus sembari berharap menemukan dompetnya. Namun sampai bel pelajaran sekolah berbunyi dan tumpukan kotoran telah meninggi, dompet belum juga ketemu. Pada saat itu muncullah Kepala Sekolah. Hebatnya dia sama sekali tidak memarahi Totto-chan. Bahkan menganggapnya sedang melakukan pekerjaan penting.
Tumpukan kotoran di tanah sudah cukup tinggi ketika Kepala Sekolah kebetulan lewat.
“Kau sedang apa?” tanyanya kepada Totto-chan
“Dompetku jatuh,” jawab Totto-chan, sambil terus mencedok. Ia tidak ingin membuang waktu.
“Oh, begitu,” kata Kepala Sekolah, lalu berjalan pergi, kedua tangannya bertaut di belakang punggung, seperti kebiasaannya ketika berjalan-jalan.
Waktu berlalu, Totto-chan belum juga menemukan dompetnya. Gundukan berbau busuk itu semakin tinggi.
Kepala Sekolah datang lagi. “Kau sudah menemukan dompetmu?” tanyanya.
“Belum,” jawab Totto-chan dari tengah-tengah gundukan. Keringatnya berleleran dan pipinya memerah.
Kepala sekolah mendekat dan berkata ramah, “Kau akan mengembalikan semuanya kalau sudah selesai kan?”. Kemudian pria itu pergi lagi seperti sebelumnya.
“Ya,” jawab Totto-chan riang, sambil terus bekerja (hal. 57 – 58).
Alih-alih memarahi Totto-chan, Kepala Sekolah memilih menanyakan kesediaan Totto-chan mengembalikan kotoran ke dalam kakus. Tidak melarang Totto-chan melanjutkan “proyeknya”, namun mengajarkan tanggung jawab kepada murid kecilnya. Tidak ada kemarahan, tidak juga hardikan, yang ada adalah pengertian mendalam terhadap alasan tindakan seorang anak. Buat siswa kelas satu SD, menciduk kotoran dari lubang penampungan kakus bukanlah hal yang aneh, apalagi bila hal itu dilakukan untuk mencari dompet yang jatuh ke kakus.
Kepala Sekolah berusaha menjaga agar bibit-bibit keberanian mengambil tindakan yang mulai tumbuh di dalam jiwa muridnya tidak mati. Biar kelak saat umurnya bertambah, si anak akan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Sebuah tindakan yang dilandasi empati luar biasa terhadap perkembangan kepribadian seorang anak.
Tomoe Gakuen adalah sebuah sekolah unik yang didirikan di Jepang pada tahun 1937. Sekolah itu menerapkan cara belajar yang menarik. Di awal jam pelajaran Guru membuat daftar soal dan pertanyaan tentang pelajaran hari itu. Murid-murid boleh memilih urutan mata pelajaran sesuai keinginannya. Bila mengalami kesulitan, mereka boleh berkonsultasi dengan guru kapan saja. Dalam satu ruangan kelas setiap murid memiliki aktifitas yang berbeda-beda sesuai keinginannya. Bagi yang suka menggambar akan mulai dengan menggambar, murid yang suka fisika akan memulai harinya dengan menggeluti alat-alat laboratorium. Alhasil sekolah menjadi tempat yang menyenangkan. Disamping menyenangkan, metode mengajar tersebut membuat murid-murid merasa dihargai, dan diberi kebebasan memilih sehingga keberanian mengambil keputusan akan berkembang,
Pemupukan kepercayaan diri juga dilakukan terhadap anak-anak yang memiliki hambatan fisik yang kebetulan bersekolah di Tomoe. Perlombaan pada saat perayaan Hari Olahraga di Tomoe sepertinya dirancang sedemikian rupa sehingga mereka dapat ikut serta. Bahkan dapat menjadi pemenang! Takahashi, seorang murid yang tubuh, tangan dan kakinya berukuran pendek, mampu meraih juara umum. Kaki dan tangan Takahashi yang pendek membantunya memenangkan bermacam-macam lomba, seperti perlombaan menaiki tangga yang anak tangganya tersusun rapat, dan perlombaan merayap ke dalam ikan karper yang terbuat dari kain. Perlombaan yang berhasil membuat seorang anak yang memiliki hambatan fisik merasa dirinya mampu berprestasi seperti anak-anak lainnya.
Bahkan saking ingin menjaga mental anak didiknya, Kepala Sekolah pernah memarahi seorang guru yang pada saat menerangkan pelajaran biologi menanyakan pada seorang anak, apakah anak itu masih punya ekor. Pertanyaan yang wajar ditanyakan seorang guru saat pelajaran. Pertanyaan yang biasa saja bila ditujukan kepada anak normal. Namun pertanyaan tersebut kebetulan ditujukan pada seorang anak yang mengalami kelainan pada pertumbuhan tubuhnya. Kepala Sekolah tak ingin perkembangan jiwa si anak terganggu, karena merasa dirinya dianggap makhluk aneh.
Kelebihan lain Tomoe Gakoen adalah pelajaran praktek yang langsung dibimbing seorang ahli di bidangnya. Seperti yang dialami Totto-chan pada saat Kepala Sekolah memperkenalkan seorang guru baru kepada murid-murid.
Saat memandangi guru itu, Totto-chan merasa pernah melihatnya. “Dimana, ya?” ia berusaha mengingat-ingat. Wajah pria itu ramah, terbakar matahari, dan penuh kerutan. Ia merasa telah sering melihat pipa ramping yang tergantung pada tali hitam yang berfungsi sebagai ikat pinggang itu. Tiba-tiba Totto-chan ingat!
“Bukankah Anda petani yang mengolah ladang dekat anak sungai itu?”tanyanya riang pada si pria.
“Benar,” kata “Guru Baru” itu sambil tersenyum lebar (hal. 177 -178).
Kepala Sekolah menghargai kompetensi Si Petani untuk mengajarkan pada murid-murid tentang cara bertani yang baik. Perhatikan reaksi Kepala sekolah ketika Si Petani tersebut menolak disebut “Guru” oleh anak-anak Tomoe. Reaksi yang menunjukkan penghormatan terhadap kompetensi seseorang :
“Oh, itu tidak benar. Dia guru. Dia Guru Pertanian Kalian,” kata Kepala Sekolah yang berdiri di samping petani itu. “Dengan senang hati Dia setuju untuk mengajari Kalian bagai mana cara bercocok tanam. Ini seperti mendapatkan pembuat roti untuk mengajari Kalian caranya membuat roti. Nah, dengar,” katanya kepada Petani itu, “Katakan kepada Anak-anak apa yang harus Mereka lakukan, lalu Kita akan mulai sekarang juga.” (hal 178).
Buku berjudul Totto-chan, Gadis di Tepi Jendela ditulis oleh salah seorang bekas murid Tomoe Gakoen yang menyatakan buku ini adalah kumpulan pengalaman pribadinya selama bersekolah di sekolah yang ruang kelasnya berupa bekas gerbong kereta ini. Buku ditulis sebagai pengganti janji yang pernah diucapkannya kepada Kepala Sekolah untuk menjadi guru di Tomoe. Sebuah janji yang tidak kesampaian karena Tomoe musnah terbakar sewaktu terjadi serangan bom di Tokyo tahun 1945, pada saat Perang Dunia Kedua berkecamuk. Dia berharap buku ini akan menyebarkan ide-ide Kobayashi, Sang Kepala Sekolah, tentang metode pendidikan yang mendasarkan diri pada menemukan watak baik seorang anak dan mengembangkannya sehingga tumbuh menjadi seorang dewasa dengan kepribadian yang khas.
Susunan buku yang mirip sekumpulan cerita pendek, ditulis secara kronologis, namun dapat dibaca terpisah, sangat memudahkan pembaca yang hanya memiliki sedikit waktu luang. Alur cerita yang menarik yang dibumbui tingkah laku lucu seorang anak, teknik penterjemahan yang bagus dan pembagian buku menjadi bagian-bagian cerita yang panjangnya kebanyakan kurang dari 4 halaman, membuat buku ini enak dibaca dan mudah dimengerti, termasuk bagi anak-anak.
Namun Anda jangan berharap buku yang diterjemahkan dari Totto-chan, Little Girl at The Windows merupakan buku panduan teknis untuk membangun sebuah sekolah yang ideal. Buku ini lebih mirip buku cerita ringan yang dapat menjadi sumber inspirasi siapa saja yang ingin membuat sekolah menjadi tempat pengembangan diri yang menyenangkan. Banyak hal-hal yang menarik yang bisa dilakukan di sekolah, bukan hanya sekedar membaca, menulis dan berhitung. Sekolah adalah sebuah tempat yang mengasyikkan untuk membina potensi diri dan belajar menikmati interaksi dengan orang lain. Buku ini juga akan membuka wawasan Anda tentang potret kehidupan sehari-hari di sekolah dari kacamata seorang gadis kecil. Sebuah buku ringan dan mengasyikkan, namun isinya sangat berbobot dan layak dibaca semua usia. (nl. juli 2003)
Judul Buku : Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela
Penulis : Tetsuko Kuroyanagi
Alih Bahasa : Widya Kirana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2003
Harga : Rp. 30.000 (waktu itu th 2003)