Hanya Tiga Puluh Menit - Kesedianmu luangkan waktu akan selamatkan mental para rookie

Menjelang Shinichi Kudo masuk ke classified room untuk melakukan sterilisasi medium, ada telepon dari seorang temannya dari bagian lain.

“Hai, di sini ada dua orang perempuan dari sebuah perusahaan kimia di Jakarta yang ingin mempresentasikan produk”

“Produk apa yang mereka tawarkan?”

Cleaning indikator dengan teknologi terbaru yang sangat mudah digunakan untuk mengecek tingkat keberhasilan proses pencucian alat-alat. Aku rasa produk itu lebih cocok untuk di pergunakan di bagian produksi daripada disini”

^_^

Awalnya Shinichi menolak untuk menemui mereka karena sebentar lagi dia akan masuk ke ruangan produksi --- disamping tidak ada janji, dan dirinya juga tidak begitu yakin bahwa cleaning indikator keluaran terbaru tersebut bisa dipergunakan di tempatnya. Namun setelah temannya menjelaskan bahwa mereka adalah karyawan baru dari sebuah perusahaan di Jakarta, Shinichi bersedia bertemu.

“OK, masih ada waktu tigapuluh menit sebelum sterilisasi media dimulai. Aku akan menemui mereka”

^_^

Shinichi menolak menemui mereka karena tidak “ngeh” dengan maksud temannya. Namun setelah dijelaskan latarbelakang kedua perempuan yang baru lulus beberapa bulan yang lalu dari universitas itu, tahulah Shinichi alasan sebenarnya mengapa si teman mau repot-repot menelponnya.

Kunjungan saat ini adalah kunjungan kerja pertama mereka keluar Jakarta. Sebagai orang baru mereka belum punya pengalaman menghadapi pelanggan. Shinichi adalah salah satu diantara sedikit orang yang pertamakali mereka temui. Pastilah Shinichi tidak ingin dirinya menjadi pengalaman buruk pertama bagi mereka karena menolak bertemu tanpa alasan yang kuat. Dia tidak ingin mereka merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan adalah pekerjaan sulit dan membuat putus asa. Tigapuluh menit pertemuan itu diharapkannya ikut memelihara api motivasi kerja mereka agar tidak padam tertiup angin pengalaman buruk.

Dalam Genggaman

Dalam Genggaman (2)

Hatiku kuletakkan
diatas telapak tanganmu.
Masih utuh, segar dan tentu saja
tidak tahan dinginnya udara luar.
Maka tatkala engkau
menolak untuk menggenggamnya
perlahan-lahan dia lumer, meleleh seperti lilin.
dan tetesan-tetesannya jatuh dari
sela-sela jarimu membasahi kaki.
Lalu akupun terpuruk tanpa hati,
sedih, hina, tak berdaya dan terluka.
Untunglah aku masih punya jiwa
perindu-cahaya yang selalu tumbuhkan hati baru


Dalam Genggaman (1)

Kala engkau bercerita tentang ksatria
yang bertempur tanpa pernah merasakan
pedihnya tebasan pedang karena
jiwanya terbang melayang-layang di langit
sambil tersenyum bangga
melihat raganya berlaga di bumi
Ternyata engkau hendak berkata :
“Letakkan hatimu di langit agar getir-pahitnya luka
tidak menyeret hatimu ke jurang kesedihan”.

The Rest of Shinichi (2)

Sekarang jangan bayangkan Shinichi Kudo terdampar di pulau terpencil di lautan tak dikenal dengan tubuh utuh seperti sediakala. Kali ini bayangkan Shinichi terdampar setelah terapung-apung diatas lautan selama empat puluh minggu. Panas terik, terpaan badai dan radiasi matahari telah membuat tubuhnya “menjadi tua”, setua umur 70 tahun.

Tua keriput, fisik lemah dan kehilangan sebagian kemampuan berpikirnya telah membuat Shinichi --benar-benar harus bergantung pada hikmah, pada kebijaksanaan yang pernah dipelajarinya dan sejauh mana telah meresap kedalam hatinya menjadi sebuah kebiasaan —agar dapat bertahan di pulau itu.

Di pulau terpencil dengan ratusan penduduk pribumi asli itu, Shinichi tak dapat lagi mengandalkan fisik yang kuat untuk menangkap ikan, memetik kelapa atau memburu binatang. Kini dia harus banyak mengandalkan orang-orang disekitarnya. Bukan itu saja, kemampuan berpikir dan menganalisa telah jauh menurun membuat Shinichi juga harus berdiskusi dengan mereka dalam merencanakan sesuatu.

Tak ada lagi yang istimewa pada dirinya. Tak ada lagi pesona kecerdasan, apalagi wajah muda yang menawan yang terkadang “sedikit membantu” menyelesaikan masalah yang dihadapi. Satu-satunya yang masih utuh dimiliki adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, yang justru memaksanya meningkatkan kemampuan memahami orang lain dan menjauhi perilaku-perilaku manipulatif untuk mengambil keuntungan secara tidak fair dari orang lain, karena sewaktu-waktu akan membahayakan dirinya sendiri.

Shinichi juga belajar bahwa saat dia tersenyum, memang hatinya juga tersenyum dan bukannya senyum di baliknya ribuan omelan. Karena dia pernah diacungi tombak oleh orang yang diberinya “senyum palsu” yang justru merasa dihina oleh Shinichi. Juga tak ada lagi acara menjelek-jelekkan orang lain di belakang, karena tak mungkin melakukan itu dengan menggunakan bahasa isyarat. Salah-salah dirinya malah digantung karena disalahpahami. Lagipula siapa sih yang lebih percaya pada orang asing yang baru dikenal dibanding dengan teman sesuku yang telah puluhan tahun hidup bersama.

Shinichi juga terpaksa membuang jauh-jauh keinginan menarik perhatian orang lain, karena dianggapnya sia-sia dilakukan dengan “tubuh tuanya”. Satu-satunya cara untuk mendapat simpati adalah dengan melakukan sesuatu untuk mereka dan berusaha sedikit demi sedikit mengambil peran dalam kelompok mereka.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang “oposisi” terhadap dirinya. Shinichi mempelajari dengan cermat mengapa mereka membenci dirinya. Bila sebabnya karena iri, maka Shinichi berusaha menunjukkan bahwa apa yang diraihnya, buahnya juga akan dinikmati oleh orang sekitarnya. Kemajuan dirinya bukanlah ancaman, bahkan akan membawa manfaat juga bagi mereka, misalnya bila Shinichi semakin mahir berburu, kelompok mereka akan mendapat binatang buruan semakin banyak juga.

Bila mereka beroposisi karena merasa disaingi dan tersingkirkan, maka Shinichi berusaha melibatkan mereka dalam melakukan berbagai hal. Namun bila mereka tetap memusuhi, Shinichi berusaha memahami betapa sakitnya orang yang tersingkir karena kehadirannya, dan membiarkan mereka dengan perasaannya. Tentu saja Shinichi tetap waspada dan menutup kesempatan mereka untuk melampiaskan dendam. Misalnya pada saat berburu, Shinichi tidak akan membiarkan mereka berjalan di belakangnya pada saat dirinya sedang sendirian, karena sama saja dengan memberi kesempatan melempar lembing ke punggungnya.

Pada waktu bergabung dengan sebuah kelompok berburu, karena fisiknya tak banyak berperan pada saat mengejar hewan buruan, Shinichi berusaha mengkompensasinya dengan mengumpulkan kayu bakar, membantu mengambil air dan menyiapkan tempat untuk mereka bermalam.

Semua pekerjaan “remeh temeh” dilakukannya demi menjaga “nilai dirinya” dihadapan penduduk asli. Shinichi tak mau bergantung kepada kebaikan sebagian mereka, sekaligus Shinichi tak mau memberi alasan bagi sebagian yang lain untuk menyingkirkan dirinya karena dianggap tak berguna dan hanya menjadi beban. Di balik “tubuh tuanya” tersimpan semangat untuk menjadi bagian tak terpisahkan dari satu kelompok para pemburu. Hanya dengan cara itulah dia merasa dirinya aman.
NL



THE REST OF SHINICHI (1)

Pernahkan terbayangkan kehilangan semua yang dimiliki saat ini dan tetap dapat hidup normal tanpa merasa terusik. Bayangkan bila Shinichi Kudo terdampar di sebuah pulau kecil di tengah lautan yang belum tentu 10 tahun sekali ada kapal yang singgah di tempat itu. Shinichi hanya berbekal barang yang melekat ditubuhnya, bahkan bahasa-pun nyaris tak dapat digunakan karena penduduk asli menggunakan bahasa lokal yang masih primitif. Mendadak Shinichi tak dapat menggunakan semua hasil pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya dan harus mengandalkan ketrampilan sosial yang tidak pernah dilatih sesering ketrampilan lainnya.

Hal yang pertama yang harus dilakukan adalah menggunakan bahasa-bahasa isyarat dasar seperti tersenyum sebagai tanda “Aku adalah sahabatmu”, mengangguk sebagai tanda dukungan dan menggeleng sebagai tanda “Kalau boleh aku tidak melakukan itu”. Dan semua itu dilakukan dengan hati-hati karena Shinichi sangat bergantung kepada mereka, mulai dari sumber makanan sampai tempat berlindung saat badai mengamuk.

Tak terbersit lagi keinginan untuk memilih-milih teman atau berteman dengan orang-orang yang menyenangkan saja, karena Shinichi sebagai orang asing tak bisa bergantung pada beberapa orang saja. Dia butuh mereka semua karena pola hidup mereka yang nomaden dan secara bergantian pergi untuk berburu membuatnya harus berganti-ganti rumah yang ditumpangi.

Sebagian orang menyambut Shinichi dengan baik, ada yang dengan senang hati menolong bahkan ada yang terasa berlebihan dalam memberi perhatian pada Shinichi. Sebaliknya ada juga orang-orang yang terlihat acuh tak acuh dengan kehadiran Shinichi, dan tentu saja ada yang merasa gerah dengan keberadaan Shinichi. Bukan saja karena mereka merasa “sumber dayanya” harus dibagi, tetapi juga karena setiap sesuatu yang diperoleh Shinichi ada kemungkinan dulunya sesuatu itu biasa diraih oleh orang lain, akibatnya Shinichi seolah muncul sebagai hama.

Tentunya tak perlu bertanya cara berhadapan dengan orang-orang yang ramah dan baik, karena untuk itu nyaris tak butuh ketrampilan. Tetapi bagaimana cara berhadapan dengan orang-orang yang “mengasah kukunya” di depan Shinichi adalah sebuah pertanyaan besar. Apalagi buat Shinichi yang sebelumnya punya keleluasaan memilih teman di kehidupan normalnya. Biasanya dia cukup berhubungan dengan orang-orang yang “kurang cocok” untuk urusan kerja saja, paling-paling ditambah beberapa hari sebelum dan sesudah urusan itu selesai.

Namun kini Shinichi harus bergaul bahkan bergantung pada mereka setiap hari. Sebuah kondisi yang membuat Shinichi harus mendefinisikan ulang “hubungan dekat” bukan lagi hubungan menyenangkan dengan orang-orang yang cocok dan disukainya. Tetapi adalah hubungan saling memberi dan menerima dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Shinichi tak lagi memperhatikan apakah orang itu menyenangkan atau tidak, tetapi apakah orang itu memiliki tujuan yang sama yaitu kelangsungan hidup mereka di pulau terpencil yang selalu dihantam badai dan kekurangan makanan itu. Dan Shinichi juga harus menerima beberapa “perlakuan buruk yang sangat menyebalkan” sebagai sesuatu kewajaran dalam sebuah hubungan. Tak ada waktu lagi untuk “menuntut perlakuan yang adila”, yang dibutuhkan adalah tercapainya tujuan bersama.

NL


Koleksi Puisi Kartu Ucapan Idul Fitri

Di Bawah Payung Maaf

Terik matahari marahmu,
seolah sirna tanpa bekas,
setelah kau sodorkan.
payung maafmu.


Dada Berkulit Kaca

Andai mulutmu berludah api
Semburlah dadaku agar berkulit kaca
Semua akan terlihat nyata,
hatiku tak bisa lagi simpan rahasia,
lalu kamu sepenuhnya percaya,
akan tulusnya hatiku meratap ibamu
tuk hapuskan segala salahku


Walau kau menghindariku

Walau kau menghindariku
Walau kau tak ingin melihatku
Masih ingin kubisikkan :
“Adakah hatimu masih terbuka
buat tim sapu-sapu untuk
bersihkan debu-debu kesalahanku ?”


Kabut Asap

Seperti api yang membakar rerumputan kering
dan ciptakan kabut asap di rumah tetangga
Begitu juga harapku akan maafmu
akan bakar seluruh dosaku padamu dan
ciptakan kabut asap atas ingatan masa lalu
Hingga kau hanya bisa lihat diriku hari ini
tanpa dihantui sejarah kesalahanku.


Andai Kau Tolak Kartuku

Andai kau tolak mohon maafku lewat kartu
sama artinya kau undang aku ke rumahmu
karena ingin dengar langsung dari mulutku



Kala Musim Maaf Tiba

Kemarau setahun
terhapus hujan sehari
Kesalahan yang berjibun
sudi kiranya kau hapus
setelah kau dengar pintaku :

“Pisahkan aku dari kesalahanku.
Buanglah kesalahanku namun
mohon biarkan aku tetap bersamamu
Pertanda telah kau maafkan
segala laku burukku padamu“



Sister

Apa sih yang lebih indah
daripada maaf yang kau beri
sebelum aku memintanya


Diatas gundukan pasir di depan rumahmu

Kakiku setengah tenggelam
dalam gemerisik pasir
Mataku setengah terpejam
menahan terpaan debu campur pasir
Kepalaku terbakar
terik mentari tanpa naungan

Disini kunihilkan semua jengkelku
Disini kubelajar kekang semua egoku
Disini kutersenyum sebenar-benarnya senyum
Kala menunggu terbukanya pintu rumahmu
pertanda kau ulurkan maafmu


Gubuk Berdinding Kaca

Kupenuhi tantanganmu tuk menemuimu
dan teriakkan permohonan maafku
di sebuah gubuk berdinding kaca.
Agar semua orang tahu sesalku
Agar semua orang jadi saksi janjiku
Agar aku malu ulangi kesalahanku.


Delapan Gelas Air

Delapan gelas air sehari
untuk larutkan kotoran tubuh
Delapan SMS mohon maaf sehari
untuk larutkan karat-karat dosaku
di engsel-engsel pintu hatimu
agar gerbang maaf terbuka untukku


Disini Maafmu Untukku

Segelas softdrink
Sepiring daging panggang
Sekotak coklat
menemaniku di Idul Fitri
di saat dirimu dianiaya.
Maafkan aku yang
tak bisa banyak membantu
hari rayamu yang masih
diwarnai kenangan secangkir darah adikmu
dan serpihan-serpihan daging ibumu
diatas puing-puing rumahmu
yang hancur di bombardir penjajah.


Genocide

Maafkan aku
hanya pilu hatiku bersamamu
kala hari raya idul fitri-mu
dihantui genocida dan pengusiran
brutal oleh penjajah.


Salutku Untukmu

Angkat topi tinggi-tinggi
atas kerelaanmu
korbankan perayaan idul fitri
untuk angkat bedil
jaga harga diri
kawal pertahanan negerimu
dari bengisnya penjajah

Gerak-gerik di atas Panggung

Seorang presenter naik ke atas panggung yang sekaligus menandai tibanya acara inti. Dengan gayanya yang akrab dia memanggil tujuh orang karyawan berprestasi ke atas panggung. Bincang-bincang yang pertama kali serasa kaku lama kelamaan semakin lancar berkat kepiawaiannya membuat para best perfomer tersebut merasa nyaman. Pelan-pelan mereka berani membuka diri menceritakan aktifitas sehari-hari di perusahaan.

Muncullah sebuah talk-show yang hangat dan hidup di atas panggung. Menguak kiat-kiat mereka sehingga berhasil meraih prestasi yang menonjol diantara karyawan lain. Sebuah acara malam pemberian penghargaan yang sangat mengesankan bagi para hadirin yang memenuhi gedung pertemuan. Namun ada satu hal yang mengganggu Maruko. Hal yang membuat dirinya terpaksa mengakui kebenaran kata-kata Hiromi.

Bagi Maruko gerak-gerik tubuh beberapa karyawan berprestasi tersebut terasa mengganggu jalannya wawancara. Ada yang setiap kali garuk-garuk kepala. Ada yang berulang-ulang memasukkan lalu mengeluarkan kedua tangannya ke saku celana. Ada juga yang menepuk (untungnya) dahi sendiri kala merasa jawaban yang dia berikan kurang pas dengan pertanyaan si pembawa acara.

Bukan salah sih, tapi terasa tidak pas dengan performa mereka yang hebat di pekerjaan. Apalagi di atas panggung mereka berperan sebagai “guru” yang mengajarkan kiat-kiat meraih prestasi pada karyawan lain. Sebuah tugas yang menuntut sikap tubuh yang baik agar kata-kata mereka mampu meyakinkan hadirin.



Hal sederhana yang tiba-tiba serasa menjadi “besar” dimata Maruko. Selama ini dia sependapat dengan Shinichi Kudo yang menganggap: biarlah orang bersikap apa adanya asal sopan. Nggak perlu diatur-atur bahasa tubuhnya karena akan terasa artificial. Dibuat-buat agar mengesankan orang lain. Nggak asli. Sebuah sikap tanpa karakter. Namun kejadian diatas panggung itu membuatnya berpikir ulang.

Sebuah sikap tubuh yang baik disamping enak dilihat juga akan membuat pesan-pesan yang disampaikan seseorang terasa lebih bernyawa dan memberi kesan yang mendalam. Kesan mungkin tidak begitu penting bagi mereka yang sering bertemu, namun menjadi sangat penting bila interaksi tersebut adalah yang pertama dan akan mempengaruhi ada tidaknya interaksi berikutnya. Apalagi bila keberadaan mereka diatas panggung untuk membawakan presentasi yang bertujuan meyakinkan hadirin.

Cerita seorang temannya tentang sebuah bank yang terletak di samping kantornya yang melatih satpam untuk berdiri tegak di samping pintu, sigap membukakan pintu dan menawarkan bantuan kepada para pengunjung bank juga membuatnya semakin yakin bahwa pelatihan sikap tubuh bukanlah hal yang salah. Jika seorang operator telemarketing dilatih untuk menggunakan bahasa lisan yang sopan & persuasif dalam melayani pelanggan, mengapa seseorang yang akan tampil di atas panggung tidak dilatih untuk menggunakan bahasa tubuh yang sopan dan simpatik di mata hadirin.

Toh walau bagaimanapun juga bahasa tubuh yang baik akan membuat hadirin merasa nyaman dan dapat menikmati topik percakapan di atas panggung tanpa terpecah konsentrasinya oleh hal-hal yang tidak penting. Namun Maruko juga sadar bahwa dalam soal pelatihan "bahasa tubuh" ini tidak semua orang harus berpandangan sama dengan dirinya. (kawasan jl. babaran umbulharjo jogja).

Puisi Anak Perempuan di atas Mayat Serdadu Penjajah

Sayangku,
Aku sungguh menyayangimu
sebagai sosok manusia ramah,
dermawan dan ringan tangan.
Tak perlu kau ragukan rinduku
pada dunia damai berlimpah kasih sayang
yang sering kau ceritakan.

Namun Sayangku,
aku jauh lebih mencintai kemerdekaan

Andai kau tahu
air mataku bercucuran, hatiku hancur lebur
saat aku harus menembak kepalamu.



puisi seorang anak perempuan sesaat setelah menembak kepala seorang anak muda,
anggota peleton serrdadu penjajah
yang setiap hari berbaik hati membagi-bagikan pemen,
bermain dan bercerita
pada anak-anak yang tinggal di sekitar pangkalan militer, sebagai bagian
dari program pimpinan militer untuk mengambil hati rakyat jajahan
dan melemahkan dukungan penduduk pada aktifitas pejuang kemerdekaan

Pohon-pohon Tua di Kantorku

Berdiri di sisi selatan lapangan rumput saat peringatan 61 tahun Indonesia merdeka, Shinichi Kudo baru menyadari bahwa pokok batang pohon cemara yang berada tepat di depan gedung sekretariat ternyata condong ke timur. Mungkin pohon tersebut memburu sinar matahari pagi yang datang dari arah timur karena sinar matahari saat tergelincir ke barat terhalang oleh gedung sekretariat yang tinggi menjulang di sebelah utara lapangan.


Namun satu hal yang lebih menarik adalah pohon-pohon --- yang telah sedemikian tua hingga batangnya diselimuti lumut tersebut --- tak sepenuhnya berdaun hijau mulus. Sebagian dari cemara yang berderet di sisi utara, sisi barat dan sisi timur lapangan dihiasi sekelompok ranting-ranting gundul tak berdaun.

Dahan dan ranting polos tanpa daun mungkin bukan merupakan masalah besar bila mengingat saat ini adalah musim kemarau. Artinya fenomena itu hanyalah ritual meranggas di musim kemarau. Akan lain ceritanya bila sebuah pohon tua mengalami kerontokan daun karena serangan penyakit atau hama. Ujung-ujungnya pohon tua menjadi gundul, bahkan mengering lalu mati atau tumbang. Akibatnya “prasasti” yang telah menjadi saksi perkembangan sebuah perusahaan selama puluhan tahun akan lenyap dari muka bumi.

^_^

Dibalik setiap masalah ada peluang. Barangkali pepatah itulah yang sangat tepat untuk menggambarkan nasib pohon-pohon tua yang telah menjadi bagian dari tradisi sebuah perusahaan. Sebenarnya banyak perusahaan yang membutuhkan seorang ahli tanaman atau lebih spesifik lagi seseorang yang memiliki keahlian merawat pohon-pohon tua sehingga tetap sehat dan berdaun rimbun.


Seorang profesional yang yang memiliki pengetahuan yang cukup untuk mencegah dan menanggulangi penyakit pohon-pohon tua yang berasal dari jamur, bakteri atau virus. Dia juga harus memiliki ketrampilan menangkal serangan hama, baik serangga seperti rayap atau serangan mamalia pengerat batang sejenis tikus dan teman-temannya.

Seiring perkembangannya --- kebutuhan sebuah perusahaan juga akan bertambah. Bukan lagi sekedar aspek primer seperti gedung, tempat parkir, aula, sarana olahraga, poliklinik dan kantin, namun juga hal-hal penunjang seperti museum dan lingkungan yang asri. Perawatan pohon-pohon di lingkungan perusahaan lambat laun akan menjadi salah satu kebutuhan untuk kepentingan keindahan, kesegaran udara dan juga nostalgia sejarah. Satu kebutuhan yang suatu saat akan disadari oleh sebuah perusahaan yang telah maju.

Bisakah diharapkan perusahaan-perusahaan akan membuka iklan di koran untuk mencari ahli yang sanggup merawat pohon-pohon bersejarah yang mereka miliki? Mungkin saja hal itu terjadi. Namun rasanya lebih tepat bila sebuah biro konsultan yang melakukannya. Perusahaan cenderung berkonsentrasi pada bisnis intinya. Urusan pohon-pohon tua adalah core bisnis bagi biro konsultan perawatan tanaman atau biro konsultan arsitektur tumbuhan. Jadi merekalah yang seharusnya melihatnya sebagai peluang bisnis.

Menawarkan diri pada perusahaan untuk melengkapi museum perusahaan dengan memelihara “museum hidup”, yaitu pohon-pohon tua yang telah menjadi landmark perusahaan. Menawarkan diri untuk memelihara pohon-pohon muda di lingkungan perusahaan agar kelak dapat menjadi museum hidup dan saksi sejarah perkembangan perusahaan. Dua peluang itu sangat layak diperhitungkan. Karena perusahaan cenderung menyerahkan urusan pohon-pohonan kepada profesional daripada harus mengangkat karyawan baru untuk menanganinya.

Jika melihat program studi-program studi yang ada di perguruan tinggi di Indonesia rasanya tak kurang jumlah orang yang memiliki dasar-dasar pengetahuan yang cukup tentang tanaman. Mereka hanya perlu mendalami teknik perawatan pohon-pohon tua dan sedikit ilmu tentang arsitektur tumbuhan. Tentu saja ditambah dengan kemampuan persuasif untuk meyakinkan perusahaan-perusahaan akan perlunya perawatan pohon-pohon tua sebagai bagian dari sejarah perusahaan (umbulharjo jogja)

Aksi Polisionil ke Jogja 1948

Kau sebut serbuanmu
atas Ibukota negara
sebagai aksi polisionil
untuk membasmi kaum ekstrimis

Limapuluh delapan tahun kemudian
kata-kata itu dipakai lagi oleh
penjajah yang lain.


Mmm... Maaf Pak, Boleh Numpang ke Kamar Kecil ?

Waktu serasa berjalan begitu lambat dengan vesica urinaria yang penuh.
Sementara obrolan dengan tuan rumah masih berlangsung dengan hangat.

Perjalanan panjang jauh ke luar kota di jalan bergelombang-- tidak rata-- untuk melayat ke rumah seorang teman membuat kandung kemih Shinichi Kudo benar-benar full tank. Tak ada jalan lain untuk menghindari kebocoran yang tidak diinginkan --- selain mencari kamar kecil untuk mengosongkannya. Acara pemakaman telah dilakukan hari sebelumnya. Kedatangan Shinichi beserta teman-temannya dalam rangka menyatakan belasungkawa.

Mereka ditemui di ruang tamu oleh si teman, beberapa orang perempuan muda yang diperkenalkan sebagai para sepupunya dan seorang paruh baya berkemeja putih dan bercelana putih -- Bapaknya. Mata gadis itu masih kelihatan sembab habis menangis. Dia duduk bersandar dikelilingi oleh sepupu-sepupu perempuannya. Si Bapak yang lebih banyak bicara. Mulai tentang kronologi dari sakit hingga meninggalnya istrinya, kebiasaan sehari-hari si istri, sampai cerita tentang masa kecil si teman.

Waktu serasa berjalan begitu lambat dengan vesica urinaria yang penuh. Sementara obrolan dengan tuan rumah masih berlangsung dengan hangat. Tak ada tanda-tanda akan segera berakhir. Tak ada jalan lain bagi Shinichi. Diberanikan dirinya meminta ijin untuk memakai kamar kecil si empunya rumah. Toh dia dalam perjalanan jauh ke luar kota sehingga permintaan itu bukanlah hal yang memalukan.

“Mmm Maaf Pak. Boleh numpang ke kamar kecil?” tanya Shinichi malu-malu.

Si Bapak tersenyum simpul, diikuti tawa teman-teman Shinichi. Kemudian ditunjukkannya kamar kecil yang ada di rumah itu. Diluar dugaan Shinichi, beberapa teman membuntuti dirinya ke kamar kecil. Rupanya mereka menghadapi “kasus” yang sama dengannya, namun malu untuk mengungkapkan. Shinichi yang menganggap dirinya agak pemalu surprise banget. Ternyata tidak selamanya dia lebih pemalu dibanding teman-temannya. Barangkali juga saat itu dia sedang berubah menjadi seseorang yang malu-maluin. Namun lepas dari semua itu, Shinichi heran atas mudahnya sebuah “masalah rumit” diselesaikan, hanya dengan menekan rasa malu untuk minta bantuan orang lain. (jl. makmur no. 14 bandung)