Dongeng Sang Kancil, Bayi Altap, dan Kucing Persia yang tersesat

Suatu sore tatkala bayi Altap sedang berada di depan akuarium di teras belakang rumah Kakeknya, sembari berbaring di atas stroller menikmati pemandangan akuarium air laut sambil mendengarkan cerita Sang Kancil yang sengaja bertandang untuk mendongeng -- tiba-tiba terdengar suara meong-meong yang melengking tinggi. 

Tak berapa lama kemudian muncul seekor anak kucing, bermuka bulat, bermoncong mungil, berbulu lebat warna putih dengan sedikit kelabu di kepalanya, dan bulunya panjang-panjang yang membuat ukuran tubuhnya terlihat lebih besar -- khas kucing persia. 



  

















Anak kucing itu melompat ke stroller Altap lalu mengeong-ngeong di antara kaki Altap. Si bayi umur 7 bulan berteriak-teriak kegirangan melihat anak kucing itu berada di strollernya. Tangannya dimajukan seolah-oleh ingin meraih kepala si kucing mungil.

Sang Kancil segera mengenali bahwa kucing persia kecil ini bukanlah berasal dari wilayah sekitar rumah kakek Altap. Pastilah dia kucing yang tersesat -- entah karena jatuh dari mobil atau kucing yang dibawa tamu dari luar kota yang tidak tahu jalan kembali. Pada mulanya Kancil tidak mengerti kata-kata kucing kecil. Namun perlahan-lahan Sang Kancil mulai dapat mengenali bahasa anak kucing yang masih terbalik-balik urutan katanya  ini. Kayaknya dia belum lama belajar bicara -- sehingga urutan kata dalam kalimat masih terbalik-balik posisinya.

"Tersesat tolonglah aku. Pergi dari tadi pagi rumah lupa pulang ke jalan". kata anak kucing terbata-bata dengan kalimat yang simpang siur tak karuan.

"Namamu siapa?. tanya Kancil yang bingung dengan susunan kata kucing kecil.

Kucing kecil itu nampak menggelengkan kepala tanda tidak mengerti kata-kata Kancil.

"Na-ma ka-mu si-a-pa?" ulang Sang Kancil dengan kata-kata yang dieja dengan perlahan.

Si Kucing kecil mendongakkan kepalanya yang imut sambil bergumam tidak jelas.

Akhirnya Sang Kancil menunjuk dirinya lalu berkata

"Namaku Kancil".

"Nama dia Altap" lanjutnya sambil menunjuk Altap, lalu tangannya menunjuk ke arah kucing kecil.

"Na-ma-ku Fe-lix" jawab kucing kecil itu. Rupanya dia mengerti maksud Sang Kancil.

Altap berteriak kegirangan tatkala mendengar kucing kecil bisa menjawab pertanyaan Kancil -- sampai-sampai si Felix meringkuk ketakutan saking kagetnya oleh teriakan Altap. Sang Kancil geleng-geleng kepala melihat kelakuan Altap yang bikin kaget itu.


"Aku tinggal di sebuah gua tepi sungai" kata Kancil setelah kekagetan Felix reda, sambil mengambil ranting dan mencorat-coret tanah untuk menggambar sebuah sungai, dan sebuah gua berserta gambar dirinya berada di dalam gua.

"Altap tinggal di rumah ini" lanjut Kancil sambil menunjuk Altap kemudian menunjuk rumah Kakek.

"A-ku ting-gal di-ko-ta yang a-da Ta-man Jom-blo" kata si kucing kecil yang dapat menangkap maksud Kancil.

Agaknya si kucing kecil suka di ajak pemiliknya ke sebuah taman yang bernama Taman Jomblo. Segera saja Sang Kancil tahu bahwa kucing tersebut berasal dari Bandung. Satu-satunya kota di muka bumi yang punya Taman Jomblo rasanya hanya Kota Bandung. 

"Hai Altap. Apakah kamu tahu baru-baru ini ada tamu dari Bandung yang main ke sini" tanya Sang Kancil kepada Altap.

Langgar di samping rumah Kakek adalah tempat orang-orang kampung berkumpul setiap waktu sholat. Tamu-tamu dari luar kampung-pun biasanya ikut sholat di situ. Sehingga keberadaan tamu-tamu dapat mudah dideteksi dari Langgar. Sang Kancil berharap tamu tersebut sehabis sholat di Langgar pernah mampir di rumah Kakek, sehingga Altap dapat mengenalinya.

Altap sejenak mencoba mengingat-ingat. Siapa saja tamu dari luar kota yang pernah mampir ke rumah Kakek. Tiba-tiba dia menjerit -- berteriak keras sekali. Altap ingat kemarin ada seorang yang bertandang ke rumah Kakek. Seorang laki-laki bersama istri, dan anak sebaya dirinya yang berasal dari Bandung. Dia adalah murid mengaji Kakek yang kini tinggal di Bandung. Namanya Jarir, anaknya Pak Tobari.

"Jarir anak Pak Tobari" teriak Altap melengking tinggi sampai si Felix kembali kaget dan tak sengaja terlompat dari stroller Altap. Untunglah dia mendarat dengan selamat di punggung Kancil. Meskipun masih bayi, suara Altap memang sangat lantang dan suka bikin kaget orang. Padahal bahasa Altap adalah bahasa yang bagi orang tuanya hanya seperti teriakan-teriakan bayi yang tidak ada maknanya. Untunglah Sang Kancil yang cerdik dapat mengerti maknanya.

Kancil tahu nama Pak Tobari. Pemilik kebun buah Kiwi paling luas di kampung yang tinggal tak jauh dari rumah Kakek Altap. Dia juga sering mendengar nama Jarir disebut-sebut oleh anak-anak yang mengaji di Langgar. Rupanya Jarir sewaktu kecil adalah murid Kakek yang paling rajin, sehingga dia bisa menghapal Quran pada umur sepuluh tahun. Jarir kemudian kuliah di Delft dan kini menjadi arsitek di Bandung.

Maka Kancil akan membawa kucing kecil kembali pada Jarir yang sedang menginap di rumah bapaknya. Nanti anak kucing itu diam-diam akan diantar melalui kebun belakang rumah Pak Tobari -- langsung masuk ke dapur rumahnya. Altap nampak mengelus-elus kepala anak kucing itu sesaat sebelum Sang Kancil mengajaknya pergi. Kemudian dia melambai-lambaikan tangannya tatkala anak kucing yang berpegangan erat pada punggung Sang Kancil itu dibawa menghilang diantara rimbunnya rumpun bambu di belakang rumah Kakek (Undil-2015) 

gambar diambil dari pinterest

0 komentar:

Post a Comment