Yachinta Sastrasmara keheranan akan dirinya sendiri yang dari tadi pagi pukul tujuh teng hingga saat ini pukul empatbelas siang belum juga menyelesaikan review satu dokumen pun. Ada dua belas dokumen yang harus dia selesaikan minggu ini, dan hingga hari Rabu nan gerah ini belum satu pun terselesaikan. Ada sih kemajuan dari setiap dokumen, namun
nggremet alias
pelan-pelan tidak kelar-kelar.
Selidik punya selidik Yachinta menemukan jawabannya. Pangkalnya adalah kesukaannya
mengobrol dan
kemudah-pudaran konsentrasi Yachinta. Untuk yang pertama jangan ditanya. Dari jam tujuh hingga kini tak terhitung topik yang diobrolin dengan Shizuka, teman satu ruangan. Emang siy semenjak kepindahan makhluk satu itu dari ruangan lain, Yachinta seperti gelas mendapat tutupnya.
Obrolannya mendapat “apresiasi” yang sangat memuaskan dari Shizuka, yang berujung pekerjaan yang dikerjakan bareng-bareng di atas meja besar (walau pekerjaannya punya masing-masing personil) berjalan dengan kecepatan satu kilometer per jam alias
lebih siput dari siput.
Kalau bukan dari Shizuka godaan ada saja datang dari siapa saja. Meja besar di seberang meja Yachinta itu adalah godaan bagi setiap orang di departemennya untuk bekerja di sana. Terutama buat mereka-mereka yang pekerjaannya melibatkan setumpuk besar dokumen. Meja yang besar berarti ada banyak ruang kosong untuk
menjereng dokumen hingga bisa leluasa di baca. Beda bila dikerjakan di meja sendiri nan sempit yang membuat dokumen harus ditumpuk-tumpuk hingga tidak leluasa saat dibaca.
^_^
Silih berganti orang bekerja di meja besar itu benar-benar mengganggu konsentrasi Yachinta. Secara dirinya adalah pelanggan tetap meja itu
ostosmatis dirinya tergoda untuk mengobrol dengan siapa saja yang sedang mampir disitu.
Ostosmatis pula Yachinta yang belum menguasai seni bekerja sambil mengobrol kehilangan kecepatan kerjanya.
Bukan hanya itu. Saat sedang bekerja di mejanya sendiri-pun, Yachinta suka tergoda untuk menghampiri meja besar bila mendengar obrolan seru yang melibatkan teman-temannya. Apalagi bila Shizuka ada disitu. Wah tambah tergodalah si Yachinta untuk nimbrung. Akibatnya kecepatan kerjanya lagi-lagi berkurang.
Kemudah-buyaran Yachinta benar-benar membuat pusing dirinya sendiri. Disadarinya kemampuan berkonsentrasinya sangat kurang. Ditengah hiruk pikuk departemennya benar-benar sulit bagi dirinya untuk fokus pada pekerjaan. Apalagi bila meja besar sedang dipinjam orang untuk meeting. Diskusi seru saat meeting selalu saja berhasil menarik minatnya -- sehingga teralihlah konsentrasi dari dokumen-dokumen yang sedang dikerjakannya.
Lalu disadarinya sebenarnya dirinya lebih cocok bekerja di tempat sepi. Inilah yang membuat pekerjaannya digarap jauh lebih cepat setelah jam pulang kerja. Pada saat itu sebagian besar teman-temannya sudah pulang dan para tamu dari departemen lain sudah tidak ada. Dalam suasana nir gangguan tersebut otak Yachinta bekerja jauh lebih efisien. Andai saja dia punya lebih banyak waktu sepi, pastilah pekerjaannya cepat beres.
Namun Yachinta juga sadar bahwa impian siang bolong itu sulit terwujud. Suasana sunyi senyap tidak bisa terwujud karena tuntutan pekerjaan. Yach, mau tak mau dirinyalah yang harus menyesuaikan diri. Entah gimana caranya dirinya harus bisa tabah bekerja di meja sendiri, walaupun godaan untuk nimbrung ngobrol di meja besar benar-benar dahsyat. Benar-benar godaan yang
amat sangat dahsyat sekali buat orang seperti Yachinta. Andai ada
kursus teknik bekerja efektif sambil mengobrol, Yachinta tak akan ragu menyerahkan sepertiga gajinya untuk ikut serta.
Yachinta tahu bahwa dirinya harus belajar mengendalikan diri untuk tidak mengobrol saat pekerjaan masih menumpuk. Dia harus menjauhi meja besar bila ada makhluk-makhluk menarik sedang beraktifitas di meja itu – agar dirinya tidak terseret dalam obrolan yang tidak berujung. Dia harus menutup mata rapat-rapat. Dia harus menahan diri untuk tidak memakan umpan-umpan “lezat” yang dilempar dari meja besar, demi efisiensi waktu kerja.
Hiks! Yachinta baru menyadari kemampuan berkonsentrasi pada pekerjaan di semua kondisi adalah sebuah ketrampilan yang harus diraihnya. Kemampuan berkonsentrasi adalah harta yang tidak ternilai harganya di dunia kerja.
Walaupun begitu Yachinta juga berusaha memaklumi bila dirinya bisa lebih cepat saat bekerja di suasana sepi. Mungkin itu sudah bakatnya. Yang hendak Yachinta kembangkan adalah ketabahan bekerja di “segala cuaca”, sekalipun kecepatan kerjanya tidak akan sehebat di tempat yang sepi gangguan
(undil-2008).
Baca juga:
Yachinta, Disiplin Diri dan Kemampuan Berkonsentrasi