Kamu bukan seorang pelari yang militan!
Kamu hanyalah seorang pelari yang setengah-setengah!
Mana mungkin kamu bisa menang melawan
Kancil dengan upaya seminim itu!!!
Kamu hanyalah seorang pelari yang setengah-setengah!
Mana mungkin kamu bisa menang melawan
Kancil dengan upaya seminim itu!!!
Sang kancil tersenyum mendengar keluh kesah kijang yang baru saja hari kemarin dikalahkannya saat mereka berdua berlomba lari di depan mata seluruh penghuni hutan.
Bayangkan! Kijang sang jawara lari sepanjang masa akhirnya takluk dari Sang Kancil yang lebih dikenal sebagai binatang bijak bestari daripada sebagai jagoan lari. Kebesaran nama Kijang Pelari bahkan tak dapat ditandingi oleh singa raja hutan yang tak pernah sanggup menangkapnya.
“Bagaimana mungkin saya kalah dari kamu! Padahal aku telah berlatih keras setiap hari dan mengorbankan waktu untuk keluarga hanya untuk mempersiapkan diri bertanding lari”
keluh Kijang sambil matanya berkaca-kaca meratapi gelar pelari terbaik sepanjang masa yang telah beralih pada Sang Kancil.
keluh Kijang sambil matanya berkaca-kaca meratapi gelar pelari terbaik sepanjang masa yang telah beralih pada Sang Kancil.
^_^
Dua binatang itu masih bercakap-cakap sambil berjalan beriringan kala hujan rintik-rintik tiba-tiba turun membasahi rerumputan di sepanjang jalan setapak yang mereka lalui. Kijang cepat-cepat mengajak Kancil untuk berteduh di sebuah gua yang terletak di tepi jalan agak menjorok ke dalam.
Alih alih mengikuti ajakan tersebut, Sang Kancil malahan tersenyum lalu berkata pada Kijang
“Dengar Kijang! Alasan kekalahan Kijang dari Kancil baru saja terjawab oleh gerimis rintik-rintik”
Kijang terkejut dan speechless, tidak tahu apa yang dimaksud Sang Kancil. Apa hubungan gerimis rintik-rintik dengan kekalahan dirinya.
“Gerimis kecil rintik-rintik cukup untuk menghentikanmu dari berlatih. Kamu hanyalah seekor kijang pelari yang setengah hati. Hujan kecil kau jadikan alasan untuk tidak berlatih!. Urusan tetek bengek di rumah kau jadikan alasan untuk memperpendek latihan!
Kijang tertegun mendengar kata-kata Sang Kancil. Dia memang sering menolak berlatih karena harus mencari pucuk daun-daunan buat anak-anaknya, padahal sebenarnya itu bisa dilakukannya sore hari setelah berlatih. Masalahnya Kijang tidak mau kerja lembur hanya karena harus berlatih. Dia maunya berlatih hanya di jam-jam kosong dari pekerjaan saja. Tidak mau menunda sebuah tugas untuk dikerjakan sore hari setelah berlatih. Pekerjaan dulu, baru setelah ada waktu kosong dia mau berlatih.
“Kamu bukan seorang Kijang pelari militan! Kamu bukan seorang Kijang pelari fundamentalis! Kamu hanya mau sedikit berkorban untuk meraih gelar pelari terbaik sepanjang masa! Kamu berlatih setengah setengah! Kamu berupaya ala kadarnya, sambil berharap faktor-faktor lain akan membantumu memenangkan lomba lari! Gak bisalah! Mana bisa dirimu menang dengan cara itu!
Hujan rintik-rintik belum berhenti kala Sang Kancil melanjutkan kata-katanya.
“Aku juga punya banyak hambatan seperti kamu! Tapi aku tetap berlatih walaupun itu berarti aku harus kerja ekstra mencari rumput di sore hari seusai berlatih! Aku juga tidak pernah berhenti oleh gerimis rintik-rintik. Aku mau menunda pekerjaan memperbaiki rumahku dari sore menjadi malam hari karena aku harus berlatih! Aku tidak ragu-ragu untuk berkorban, sementara kamu lempeng saja, bertindak seperti biasa tanpa mau membuat pengorbanan ekstra!.
Kijang termenung mendengar kata-kata Sang Kancil. Dirinya memang tidak pernah sepenuh hati berlatih untuk menjadi pelari terbaik sepanjang masa. Dirinya hanyalah makhluk setengah hati, bukan seorang yang militan. bukan seorang fundamentalis. Pantas saja dirinya gagal meraih kembali gelar itu. Diam-diam Kijang merasa dirinya pantas kalah dari Sang Kancil (undil – bandung agt 2009)
tags: dongeng sang kancil, cerpen, cerita pendek, cerita anak, cerita manajemen, cerita psikologi
0 komentar:
Post a Comment