Angin berhembus kencang mengguncang pepohonan saat Maruko melangkah gontai meninggalkan gerbang kantor menyibak tumpukan daun kering yang mulai menggunung menyelimuti permukaan jalan. Ternyata sulit untuk meyakinkan orang agar mau kembali merintis sesuatu yang pernah gagal dilakukan. Harus ada bukti untuk membuat mereka yakin. Maruko harus menghadirkan seseorang yang pernah sukses merintis hal itu agar mendapat dukungan dari teman-temannya.
== o ==
Sabtu pagi berhias angin kering di Taman Lalu Lintas ketika Shinichi Kudo memperkenalkan Maruko pada Akemi. Senyum Akemi mengembang saat menjabat tangan Maruko, seraya berkata bahwa dia telah mengetahui keinginan Maruko. Sesaat kemudian sambil mengawasi putri kecilnya yang asyik mengendarai mobil-mobilan, Akemi mulai bercerita.Lima tahun lalu Akemi mulai merintis tempat penitipan bayi di kantornya, sebuah perusahaan garment.
Bermula dari kesulitan yang dirasakannya saat memiliki bayi kecil. Setiap pagi sebelum berangkat dia harus mempersiapkan kebutuhan bayi untuk sehari sambil tak lupa memberi “briefing singkat” pada baby sitter; menelpon ke rumah setiap tiga jam untuk memastikan kebutuhan si kecil telah ditangani dengan baik, dan harus lebih sering menelpon lagi bila si kecil sakit. Kemudian setiap waktu istirahat dia harus bergegas mengirim ASI dalam botol untuk bayinya ke rumah. Dan yang paling berat adalah Akemi merasa tidak pernah ketemu bayinya selain malam hari, sesuatu yang membuatnya tidak nyaman.
Berangkat dari pengalaman tersebut dan ditambah pengalaman teman-teman kerjanya yang kebanyakan perempuan-- mulailah Akemi membujuk teman-temannya yang memiliki bayi untuk mendukung rencananya. Setelah hampir dua bulan menebar “bujukan maut” akhirnya Akemi berhasil mengumpulkan tujuh orang temannya untuk menjadi panitia kecil pendirian tempat penitipan bayi. Tentu saja Akemi melibatkan serikat karyawan sebagai payung untuk mewujudkan rencananya.Dengan bantuan seorang tokoh senior serikat karyawan, Akemi berhasil mendapatkan pinjaman sebuah ruang di Guest House perusahaan sebagai lokasi penitipan bayi.
Langkah berikutnya Akemi menghubungi pengelola tempat penitipan bayi “Baby Boomers” yang telah terkenal baik kualitasnya untuk mengelola tempat penitipan tersebut. Akemi berhasil menegosiasikan tarif penitipan yang lebih rendah karena Baby Boomers tak perlu menyediakan tempat, mereka cukup menyediakan tenaga pengelola penitipan bayi. Bahkan untuk tenaga dokter, Akemi bisa minta bantuan dokter poliklinik perusahaan. Akemi sengaja bekerjasama dengan tempat penitipan bayi profesional karena ingin bayi-bayi karyawan ditangani dengan baik. Disamping itu Akemi dan kawan-kawannya tak punya waktu bila harus mengelola sendiri tempat penitipan bayi. Bisa-bisa rencana pendirian tersebut tinggal rencana saja karena kesulitan mencari waktu luang seperti yang pernah terjadi pada rencana-rencana sebelumnya.
== o ==
Kini setiap waktu istirahat tampak puluhan karyawan menyambangi tempat penitipan bayi untuk menyusui atau sekedar menengok anaknya. Bahkan beberapa karyawan perusahaan tetangga ikut menitipkan bayi di tempat mereka. Hubungan karyawan dengan bayinya menjadi semakin dekat, dan mereka bisa bekerja dengan tenang karena tak perlu khawatir lagi akan nasib bayinya seperti bila ditinggal di rumah.
== o ==
Daun-daun pepohonan berguguran di Taman Lalu Lintas, belasan anak-anak meloncat-loncat gembira menangkapi daun-daun yang jatuh dari pohon-pohon yang memang saatnya meranggas itu. Maruko tersenyum melihat tingkah laku anak-anak tersebut. Semangat untuk mendirikan tempat penitipan bayi di kantor mulai tumbuh kembali. Maruko bermaksud mengundang Akemi untuk bercerita di depan teman-teman kerjanya. Mudah-mudahan rencana--yang sebenarnya diawali rasa kasihan melihat temannya jarang bertemu dengan bayinya itu-- mendapat dukungan. Terbayang dalam benaknya--cerita tentang karyawan yang mengorbankan waktu istirahat agar bisa mengirim botol ASI untuk bayinya di rumah-- kelak akan menjadi sebuah cerita kuno (nl).
0 komentar:
Post a Comment