Suatu ketika Kancil bertemu dengan seekor kecoa yang mengadu karena dirinya selalu diburu petani di rumahnya karena dianggap mengganggu. Sambil menangis terisak-isak Si Kecoa menceritakan dirinya diutus teman-temannya berjalan jauh masuk ke dalam hutan semata-mata untuk minta petunjuk Sang Kancil yang tersohor sangat bijaksana.
“Hiks...hiks....begitulah Sang Kancil, aku selama ini diburu-buru oleh Pak Tani dan keluarganya tiap kali ada di dapur dan di ruang makan mereka. Padahal kami hanya mencari makan di sana, tidak berniat mengganggu sama sekali” . Sang Kancil tersenyum menenangkan hati Kecoa, lalu menjawab pertanyaan Kecoa dengan kalimat singkat.
“Masuklah ke perpustakaanku. Baca buku tentang biologi kecoa, lalu baca buku tentang rumah petani. Setelah itu datang lagi padaku”.
Begitulah akhirnya Si Kecoa selama satu minggu penuh ngendon di perpustakaan milik Sang Kancil untuk membaca buku-buku tentang kehidupan kecoa dan tentang rumah petani. Dia bekerja keras memahami dan mencatat point-point penting dari buku yang dibacanya. Kebetulan dia pernah diajar Sang Kancil tentang cara membaca dan memahami buku dengan cepat. Seminggu kemudian dia kembali menghadap Sang Kancil dengan muka muram.
“Wahai Sang Kancil yang bijaksana. Saya telah membaca buku-buku tentang kecoa dan tentang rumah petani di perpustakaanmu. Tapi aku tidak tahu apa gunanya bagiku?. Aku tidak paham bagaimana buku-buku itu bisa mengatasi masalahku sebagai sekelompok kecoa yang dikejar-kejar petani”. Sang Kancil lalu menjawab dengan sabar atas kegagalan Si Kecoa menemukan jalan keluar bagi masalah yang dihadapinya.
“Tahukah kamu apakah yang suka dimakan kecoa?”
“Mirip dengan makanan manusia dan hewan peliharaan. Tapi selama ini aku cukup puas dengan makanan sisa di kamar makan, di dapur dan tempat cuci piring”
“Selain di dapur ada di mana lagi makananmu tersedia di rumah petani?”. Kemudian Kecoa diam sejenak sambil membuka-buka catatannya.
“Hmmmm....menurut buku tentang rumah petani,mereka memiliki tempat sampah untuk membuang sisa makanan. Itu bisa jadi sumber makanan bagiku”
“Lalu mengapa Petani mengejar-ngejar kamu?”
“Menurut buku, kecoa dianggap sebagai tempat menempelnya bakteri yang mungkin membahayakan manusia. Jadi Pak Tani takut bakteri yang menempel di permukaan tubuhku akan berpindah kemana-mana dan membuat keluarganya sakit”
“Nah itu jawabannya. Pergilah pulang dan berpikirlah. Kamu pasti tahu jawabab atas masalahmu”.
Dengan penuh tanda tanya Kecoa terpaksa pulang kembali ke rumahnya. Dia malu untuk bertanya-tenya lagi, secara dia sudah dianggap mampu mencari jawaban sendiri. Sambil berjalan pulang Si Kecoa berpikir keras, berusaha menghubung-hubungkan pertanyaan Sang Kancil dengan resep agar tidak dikejar-kejar petani. Sampai akhirnya dia menemukannya.
Si Kecoa meloncat-loncat kegirangan atas penemuan jawaban itu. Rasanya tak sabar lagi untuk menemui teman-temannya.
“Ayeeeeiiii! Aku tahu jawabannya!!. Teman-teman kita harus pindah dari dapur dan kamar makan ke tempat sampah Pak Tani yang ada jauh di dalam kebun. Pak Tani membuat gubuk tanpa dinding untuk menimbun sampah dan dibuat kompos. Tempat itu cukup hangat untuk kecoa yang suka sekali tempat hangat. Kita harus pindah ke situ!. Paling tidak di situ berkuranglah frekuensi kita diburu oleh Pak Tani, karena mereka jarang berada lama di sana” teriak Kecoa pada teman-temannya saat dia telah dekat dengan rumah.
Begitulah Sang Kancil tidak langsung memberi jawaban atas masalah para kecoa karena dia percaya, dia yakin Si Kecoa cukup cerdas untuk mencari sendiri jawaban atas masalah yang dihadapinya.
Gambar diambil dari: toonpool.com
Saya suka ceritanya...begitulah cara yg bijak untuk menjawab pertanyaan orang lain. Alih-alih langsung menjawab, tapi mengarahkan mereka untuk mencari jawaban sendiri.
ReplyDelete☺