Dongeng Pak Wangsa dan Angsa Bertelur Emas

Alkisah dua tahun lalu Pak Wangsa mendapat hadiah anak angsa dari seseorang yang tidak dikenal. Belakangan setelah si angsa dewasa ternyata setiap hari mengeluarkan sebutir telur emas. Mulanya Pak Wangsa tidak yakin akan keberadaan telur emas itu. Namun setelah ditanyakan pada Tukang Kemasan di pasar, tahulah dia bahwa angsanya benar-benar mengeluarkan butiran telur emas.











Bukan main gembiranya hati Pak Wangsa. Sejak lama dia memendam cita-cita memajukan kampungnya yang rata-rata penduduknya miskin dan buta huruf. Sebagian besar tanah di kampungnya berupa padang gersang nan tandus. Kebanyakan penduduk berprofesi sebagai petani dan peternak. Umumnya miskin karena hanya lahan-lahan yang berada di kanan-kiri aliran sungai yang bisa ditanami. Pak Wangsa terhitung sebagai peternak dengan tanah yang luas, tetapi tidak semua tanahnya bisa dimanfaatkan karena tak ada pasokan air.

Selama ini penghasilan dari peternakan sapi perahnya hanya cukup untuk kebutuhan keluarganya. Dari 100 hektar tanahnya hanya sepertiga yang bisa ditanami, itupun hanya rumput-rumputan untuk makanan sapi. Biaya untuk membayar orang untuk menyiram rumput-rumputnya tak berselisih jauh dengan hasil penjualan susu. Makanya impian untuk memajukan kampung belum berhasil diwujudkannya.

Dengan adanya angsa bertelur emas, kini Pak Wangsa bisa mengumpulkan biaya untuk membangun saluran irigasi yang dipergunakan mengairi daerah-derah yang kering. Dia tak segan menyingsingkan lengan untuk merancang dan sekaligus membiayai berbagai pekerjaan terkait usaha menghidupkan tanah-tanah gersang. Dibangunnya parit-parit baru untuk menghidupkan ladang-ladang di timur desa yang sudah puluhan tahun ditinggalkan pemiliknya karena kekurangan air.

Dipekerjakannya para pemuda yang selama ini suka nongkrong di warung-warung penjual wine -- sambil mabuk-mabukan -- dengan bayaran yang bagus. Perlahan-lahan jumlah pedagang anggur merah maupun anggur putih menyusut drastis, karena setelah sibuk bekerja para pemuda tak lagi tertarik untuk mabuk-mabukan seperti pada saat mereka masih menganggur.

Seiring perbaikan irigasi, lambat laun tanah-tanah gersang mulai bisa ditanami. Ladang-ladang baru muncul dan hasil pertanian yang bisa dijual ke kota meningkat. Penduduk sangat senang dengan usaha-usaha Pak Wangsa. Tak ada lagi pemuda-pemuda mabuk begajulan yang nongkrong di warung wine. Kesejahteraan orang-orang kampung juga meningkat. Sejauh ini tak ada yang tahu kalau uang Pak Wangsa dari telur angsa. Setahu mereka Pak Wangsa rajin berderma setelah majunya perdagangan istrinya yang setiap hari berjualan kain di kota.

^_^

Masih ada satu cita-cita Pak Wangsa yang belum kesampaian, yaitu membuat waduk besar di selatan desa yang dikelilingi bukit-bukit. Waduk itu akan mengubah padang gersang dan tandus di wilayah ini menjadi tanah pertanian yang subur dan makmur. Jika hanya membuat parit-parit irigasi maka masih ribuan hektar tanah yang tidak akan tersentuh air sampai puluhan tahun yang akan datang.

Namun untuk mewujudkan itu Pak Wangsa membutuhkan uang tak kurang dari 10.000 keping dinar emas. Jumlah yang tidak sedikit dan membutuhkan 1000 butir telur emas untuk mendapatkannya. Artinya Pak Wangsa harus menunggu 1000 hari lagi karena angsanya hanya bertelur satu butir sehari.

Bermacam-macam cara telah dipikirkan Pak Wangsa dan keluarganya. Termasuk istrinya yang mengusulkan agar si angsa disembelih saja agar telur-telur dapat diperoleh lebih cepat. Tentu saja Pak Wangsa tidak setuju. Dia tahu persis jika si angsa disembelih tentu di dalam perutnya tidak akan ada satu butir telurpun, bahkan hal itu akan menyebabkan dirinya kehilangan sumber emas.

Usulan dari anaknya lain lagi. Si anak mengusulkan Pak Wangsa mengajak warga untuk bersama-sama membikin waduk. Mereka diminta merelakan tanahnya untuk dibangun waduk agar tanah-tanah tandus di sekeliling desa bisa dirubah menjadi lahan subur bagi semua orang. Telur emas akan dipergunakan untuk membiayai makan dan minum selama mereka bekerja. Dengan cara ini diharapkan waduk dapat diselesaikan walaupun perlahan-lahan.

Pak Wangsa mengesampingkan usulan anaknya itu. Dari pengalamannya sangat sulit mengajak penduduk kampungnya untuk merelakan tanah demi pembuatan fasilitas umum. Untuk pembuatan jalan desa saja perlu waktu bertahun-tahun untuk meyakinkan mereka agar melepaskan tanah untuk membangun jalan. Itu-pun dengan imbalan uang yang cukup menguras keuangan kampung. 

Lagipula mereka belum tentu percaya kalo Pak Wangsa mampu menggaji selama mereka bergotong royong. Uang dari mana?. Artinya Pak Wangsa harus menceritakan tentang telur angsa emasnya pada masyarakat umum, dan itu dapat mengundang para penjahat untuk mencurinya.

^_^

Setelah sebulan berpikir dan merenung setiap hari, akhirnya Pak Wangsa mendapat ilham untuk menyelesaikan masalahnya. Dia teringat pada seorang saudaranya yang bekerja pada pembesar di Kota Bergota. Si Bangsawan adalah seorang saudagar yang aktifitas bisnisnya membeli rempah-rempah dan timah dari para raja di pulau-pulau di kawasan timur lalu menjualnya kepada para pedagang Arab dan Gujarat kota-kota pelabuhan yang kaya di wilayah barat.

Kapal dagangnya tak kurang dari 50 Jung besar khas pedagang dari Pulau Jawa. Saking besarnya jung-jung miliknya, kapal-kapal itu sering jadi tontonan menarik penduduk di pulau-pulau kecil yang disinggahi. Jung terbesar bisa mengangkut 5000 ton lada sekali jalan.

Setelah jung-jung telah penuh muatan dari pemilik kebun rempah-rempah, maka akan bertolak menuju pelabuhan-pelabuhan di kawasan barat seperti Tuban, Bergota, Jepara, Pekalongan, Cirebon, Palembang dan Malaka yang dipenuhi para pembeli dari mancanegara. Sang Saudagar juga memiliki bisnis pos yang melayani pengantaran surat dan barang antar kota-kota pelabuhan besar di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa melalui jalur laut. Kekayaannya sangat melimpah, sehingga uang 10.000 keping dinar emas tidak berarti baginya.

Dari penuturan saudaranya Pak Wangsa tahu bahwa saudagar itu seorang penggemar hewan piaraan. Ada bermacam-macam burung aneh dan langka yang dipelihara di rumahnya. Termasuk beberapa ekor burung unta dan burung cendrawasih yang diperoleh dari rekan bisnisnya di kawasan timur.

Dia juga memiliki belasan hewan berkantung yang disebut kangguru. Konon hewan aneh itu diperolehnya dari para pelaut yang sengaja dikirimnya ke sebuah pulau besar di sebelah selatan Laut Bali. Para pelaut diutus ke pulau itu dengan membawa belasan ahli kimia dari Madrasah di Tuban yang hendak  menyelidiki kemungkinan dibukanya pertambangan emas dan timah di sana.

Dia juga dikenal dermawan. Tahun ini dia menyumbangkan tak kurang dari 30.000 buku-buku koleksinya yang berbahasa Arab dan Melayu untuk perpustakaan madrasah tinggi di Tuban. Tahun lalu Si Saudagar menyumbangkan 10 kapal perang Jung Jawa lengkap dengan meriam-meriamnya untuk Syahbandar Bergota. Dia merasa armada laut Kesultanan Demak Bintoro yang menguasai lautan nusantara perlu terus menerus  diperbaharui. Kekuatan Armada Perang inilah yang membuat kehadiran para penjelajah samudra dari Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris tidak menyurutkan dominasi para Pelaut Jawa di Nusantara yang terus terjaga selama masih tegaknya negara maritim di Pulau Jawa.


Maka pada suatu pagi yang cerah Pak Wangsa berangkat ke Kota Bergota untuk menemui Sang Saudagar setelah sebelumnya mengirimkan surat lewat saudaranya. Perlu waktu satu minggu dengan berkuda untuk sampai di rumah saudagar di Bergota yang ternyata menyambut kedatangannya dengan sangat ramah. Setelah bercerita menggebu-gebu tentang keinginannya untuk membangun waduk di kampungnya, Pak Wangsa menawarkan angsanya kepada si Saudagar dengan harga 10.000 keping dinar emas. Sama dengan biaya pembuatan waduk. 

Si Saudagar diam-diam merasa kagum dengan semangat Pak Wangsa membangun kampungnya. Orang ini mirip sekali dengan dirinya yang juga rela mengorbankan hartanya untuk kemajuan negara maritim di Jawa. Maka dia bersedia membantu Pak Wangsa.

Namun sebelum memutuskan membeli angsa, dia merasa perlu meminjamnya selama seminggu  untuk membuktikan kebenaran cerita bahwa si angsa itu mampu bertelur emas. Seminggu kemudian Si Saudagar percaya kebenaran cerita Pak Wangsa dan setuju membayar 10.000 keping dinar emas tunai untuk angsa Pak Wangsa. Bahkan dia mengirimkan pembantu-pembantunya yang ahli ilmu ukur dan ahli rancang bangunan yang pernah berguru langsung pada Koca Mimar Sinan untuk merancang waduk dengan cermat sesuai kondisi topografi wilayah itu.

Akhirnya Pak Wangsa berhasil mewujudkan keinginannya untuk membangun waduk di selatan kampungnya. Setelah waduk selesai dibangun maka daerah-dearah tandus di wilayah itu berangsur-angsur berubah menjadi lahan-lahan subur dengan hasil pertanian yang melimpah ruah dan menjadikan daerah itu salah satu wilayah termakmur di negeri itu. Pak Wangsa sendiri cukup puas dengan tanah pertaniannya yang sekarang bisa ditanami berbagai macam tanaman pangan disamping rumput untuk makanan sapi-sapinya (Undil-2012)

0 komentar:

Post a Comment