Dia yang tak maju-maju
Bukan berarti tidak mampu
Bisa jadi tak diberi kesempatan
Hingga terpendamlah kecemerlangan
Dia yang biasa-biasa saja
bukan berarti tak sehebat sang bintang
karena bukan hanya kemampuan
tapi juga kesempatan yang menentukan
^_^
Dahana Danudara sudah 10 tahun bekerja di pabrik bakmi sebagai staf manager. Dia telah bekerja sejak pabrik masih mempergunakan sapi sebagai penggerak alat, hingga saat ini yang segalanya telah serba otomatis.
Bosnya juga telah membuka 8 pabrik baru sejak Dahana ikut perusahaan itu. Pangsa pasarnya sangat luas karena pembelinya adalah para penjual mi ayam dan warung bakmi rebus yang tersebar di desa-desa. Begitu ada warung baru, berarti ada pembeli baru yang akan membeli produknya. Tidak heran dari tahun ke tahun semakin besar kuantitas produksi bakmi.
Entah kenapa Dahana tidak pernah dipercaya Bosnya untuk memegang satu pabrik baru. Bos memilih merekrut manajer-manajer baru dari luar untuk memimpin pabrik-pabrik barunya. Padahal dari sisi kemampuan, Dahana mampu mengelola pabrik pertama sehingga berjalan dengan baik.
Hampir setiap hari si Bos sibuk meeting dan mengurus 8 pabrik-pabrik lain sehingga segala sesuatu tentang pabrik pertama disiapkan oleh Dahana dengan dibantu sekretaris si Bos. Biasanya Dahana mengatakan apa yang harus disiapkan dan si sekretaris akan menuliskannya dalam dokumen produksi, dokumen pembelian, surat-surat tagihan dan dokumen lain yang siap ditandatangani bos. Umumnya surat-surat itu langsung ditandatangani Bos tanpa diperiksa lagi. Kemudian bagian pembelian, gudang, operasional, penjualan dan penagihan akan menindaklanjuti.
Sekalipun mampu mengelola pabrik, Dahana tetap tak kunjung pintar membuat dokumen, dan surat sendiri ataupun memimpin meeting karyawan. Biasanya Dahana membicarakan permasalahan pabrik secara informal dengan pekerja yang terkait. Jarang sekali dia melakukan meeting yang melibatkan banyak karyawan. Meeting selalu membuatnya gugup. Mungkin itulah yang membuat dirinya kurang diperhitungkan.
Setiapkali ada pertemuan tahunan yang melibatkan seluruh pimpinan dari ke-9 pabrik, Dahana hanya duduk di belakang mendengar para manajer berdiskusi tentang perkembangan pabrik dan peluang-peluang yang perlu ditindaklanjuti untuk memajukan pabrik. Si Bos tak henti-hentinya memuji para manajer pabrik yang disebutnya walaupun rata-rata masih muda tapi mampu membawa kemajuan bagi perusahaan.
Dia mengatakan bahwa dirinya tidak salah pilih mengangkat anak-anak muda menjadi pimpinan pabrik. Biasanya usulan-usulan dari para manajer akan disaring dan dipilih yang dianggap paling layak oleh bos. Sebenarnya banyak juga usulan yang ada di benak Dahana, tapi enggan diungkapkan dalam meeting karena posisinya bukanlah pimpinan.
Diam-diam Dahana juga kagum pada anak-anak muda yang memimpin pabrik itu. Mereka sanggup menggerakkan produksi tepat waktu dan merekrut para pelanggan baru sehingga omzet dari tahun ke tahun semakin besar. Padahal mereka rata-rata baru beberapa tahun bergabung dengan perusahaan dan miskin pengalaman. Namun mereka mampu belajar dengan cepat sehingga mampu mengimbangi perkembangan perusahaan.
^_^
Dahana betah kerja di pabrik bakmi, sampai akhirnya orang tua Dahana memanggilnya pulang ke kampung. Pabrik tahu di kampung tidak ada yang mengurus setelah orang kepercayaannya memutuskan pensiun karena telah terlalu tua untuk mengurusi tetek bengek pabrik.
Orang itu menyarankan agar orangtua Dahana memanggil anaknya pulang untuk memimpin Pabrik Tahu. Toh di sana karir Dahana juga biasa-biasa saja. Siapa tahu di kampungnya Dahana bisa lebih berkembang. Dilihatnya anak muda itu telah memiliki pengalaman luas di sebuah pabrik bakmi ternama. Tentu pengalaman itu bisa diterapkan untuk memajukan pabrik tahu.
Dahana sempat bimbang untuk keluar dari pabrik bakmi. Pabrik itulah yang telah mengajarkannya ketrampilan bisnis dari sejak dia lulus sarjana yang tidak tahu apa-apa tentang bisnis hingga menjadi Dahana saat ini yang tahu banyak soal bisnis bakmi, dari mulai trik pembelian bahan baku hingga seluk-beluk penagihan hutang para pembeli. Semuanya telah hapal di luar kepala. Namun setelah orangtua Dahana membanding-bandingkan kemungkinan kecil Dahana berkembang di pabrik bakmi dengan peluang besar mengembangkan diri di pabrik tahu, akhirnya Dahana memutuskan untuk keluar dan pulang kampung.
Mulanya Si Bos kaget dengan keinginan Dahana. Dikiranya anak buah yang dianggapnya biasa-biasa saja ini ingin mendapat posisi yang lebih tinggi. Maka ditawarkannya posisi sebagai wakil pimpinan pabrik pertama. Satu posisi yang belum pernah ada sebelumnya, dan nampaknya dibuat khusus untuk Dahana.
Si Bos emang ragu dengan kemampuan Dahana, mengingat anak itu tidak pengalaman menjadi orang pertama di pabrik. Selama ini walaupun Dahana mengelola pabrik pertama, posisinya adalah orang kedua setelah dirinya. Dahana tidak pernah mengambil keputusan selain hal-hal yang rutin seperti membeli bahan baku atau menagih pada pelanggan. Hal-hal yang penting seperti ganti mesin atau menambah karyawan baru selalu atas persetujuan dirinya. Apalagi Dahana kurang persuasif & tidak pandai bicara, sehingga si Bos tidak begitu tahu kemampuan Dahana.
^_^
Keraguan si Bos tampaknya salah besar. Baru tiga tahun di tangan Dahana, Pabrik tahu milik orangtuanya maju pesat. Dahana telah membeli 8 mesin baru. Kapasitas produksi telah naik lima kali lipat. Pemilihan bahan baku, efisiensi produksi dan distribusi tahu yang cepat telah membuat tahu Dahana unggul di pasaran. Dahana bahkan telah menarik minat para pembeli baru dengan bekerjasama dengan armada tahu goreng aneka rasa yang ditempatkan di titik-titik keramaian. Tahu original hingga tahu rasa keju plus mayonaise telah menggelembungkan pasar tahu Dahana hingga lima kali lipat.
Dahana juga membuat tiga pabrik tempe tradisional yang dibuatnya di kampungnya dan dua kampung tetangganya. Tempe bungkus daun itu dibuat dengan bantuan mesin, namun pada pembungkusannya melibatkan tenaga manusia, yaitu ibu-ibu di sekitar pabrik. Tempe ini dipasarkan ke kota dimana banyak konsumen yang ingin menikmati tempe tradisional. Omzet tempe Dahana bahkan telah melampaui hasil penjualan pabrik tahu. Tahun depan Dahana telah berencana mengekspor tempe ke Malaysia dan Arab Saudi dimana banyak orang Indonesia yang bekerja dan tinggal di sana.
Bukan berarti tidak mampu
Bisa jadi tak diberi kesempatan
Hingga terpendamlah kecemerlangan
Dia yang biasa-biasa saja
bukan berarti tak sehebat sang bintang
karena bukan hanya kemampuan
tapi juga kesempatan yang menentukan
^_^
Dahana Danudara sudah 10 tahun bekerja di pabrik bakmi sebagai staf manager. Dia telah bekerja sejak pabrik masih mempergunakan sapi sebagai penggerak alat, hingga saat ini yang segalanya telah serba otomatis.
Bosnya juga telah membuka 8 pabrik baru sejak Dahana ikut perusahaan itu. Pangsa pasarnya sangat luas karena pembelinya adalah para penjual mi ayam dan warung bakmi rebus yang tersebar di desa-desa. Begitu ada warung baru, berarti ada pembeli baru yang akan membeli produknya. Tidak heran dari tahun ke tahun semakin besar kuantitas produksi bakmi.
Entah kenapa Dahana tidak pernah dipercaya Bosnya untuk memegang satu pabrik baru. Bos memilih merekrut manajer-manajer baru dari luar untuk memimpin pabrik-pabrik barunya. Padahal dari sisi kemampuan, Dahana mampu mengelola pabrik pertama sehingga berjalan dengan baik.
Hampir setiap hari si Bos sibuk meeting dan mengurus 8 pabrik-pabrik lain sehingga segala sesuatu tentang pabrik pertama disiapkan oleh Dahana dengan dibantu sekretaris si Bos. Biasanya Dahana mengatakan apa yang harus disiapkan dan si sekretaris akan menuliskannya dalam dokumen produksi, dokumen pembelian, surat-surat tagihan dan dokumen lain yang siap ditandatangani bos. Umumnya surat-surat itu langsung ditandatangani Bos tanpa diperiksa lagi. Kemudian bagian pembelian, gudang, operasional, penjualan dan penagihan akan menindaklanjuti.
Sekalipun mampu mengelola pabrik, Dahana tetap tak kunjung pintar membuat dokumen, dan surat sendiri ataupun memimpin meeting karyawan. Biasanya Dahana membicarakan permasalahan pabrik secara informal dengan pekerja yang terkait. Jarang sekali dia melakukan meeting yang melibatkan banyak karyawan. Meeting selalu membuatnya gugup. Mungkin itulah yang membuat dirinya kurang diperhitungkan.
Setiapkali ada pertemuan tahunan yang melibatkan seluruh pimpinan dari ke-9 pabrik, Dahana hanya duduk di belakang mendengar para manajer berdiskusi tentang perkembangan pabrik dan peluang-peluang yang perlu ditindaklanjuti untuk memajukan pabrik. Si Bos tak henti-hentinya memuji para manajer pabrik yang disebutnya walaupun rata-rata masih muda tapi mampu membawa kemajuan bagi perusahaan.
Dia mengatakan bahwa dirinya tidak salah pilih mengangkat anak-anak muda menjadi pimpinan pabrik. Biasanya usulan-usulan dari para manajer akan disaring dan dipilih yang dianggap paling layak oleh bos. Sebenarnya banyak juga usulan yang ada di benak Dahana, tapi enggan diungkapkan dalam meeting karena posisinya bukanlah pimpinan.
Diam-diam Dahana juga kagum pada anak-anak muda yang memimpin pabrik itu. Mereka sanggup menggerakkan produksi tepat waktu dan merekrut para pelanggan baru sehingga omzet dari tahun ke tahun semakin besar. Padahal mereka rata-rata baru beberapa tahun bergabung dengan perusahaan dan miskin pengalaman. Namun mereka mampu belajar dengan cepat sehingga mampu mengimbangi perkembangan perusahaan.
^_^
Dahana betah kerja di pabrik bakmi, sampai akhirnya orang tua Dahana memanggilnya pulang ke kampung. Pabrik tahu di kampung tidak ada yang mengurus setelah orang kepercayaannya memutuskan pensiun karena telah terlalu tua untuk mengurusi tetek bengek pabrik.
Orang itu menyarankan agar orangtua Dahana memanggil anaknya pulang untuk memimpin Pabrik Tahu. Toh di sana karir Dahana juga biasa-biasa saja. Siapa tahu di kampungnya Dahana bisa lebih berkembang. Dilihatnya anak muda itu telah memiliki pengalaman luas di sebuah pabrik bakmi ternama. Tentu pengalaman itu bisa diterapkan untuk memajukan pabrik tahu.
Dahana sempat bimbang untuk keluar dari pabrik bakmi. Pabrik itulah yang telah mengajarkannya ketrampilan bisnis dari sejak dia lulus sarjana yang tidak tahu apa-apa tentang bisnis hingga menjadi Dahana saat ini yang tahu banyak soal bisnis bakmi, dari mulai trik pembelian bahan baku hingga seluk-beluk penagihan hutang para pembeli. Semuanya telah hapal di luar kepala. Namun setelah orangtua Dahana membanding-bandingkan kemungkinan kecil Dahana berkembang di pabrik bakmi dengan peluang besar mengembangkan diri di pabrik tahu, akhirnya Dahana memutuskan untuk keluar dan pulang kampung.
Mulanya Si Bos kaget dengan keinginan Dahana. Dikiranya anak buah yang dianggapnya biasa-biasa saja ini ingin mendapat posisi yang lebih tinggi. Maka ditawarkannya posisi sebagai wakil pimpinan pabrik pertama. Satu posisi yang belum pernah ada sebelumnya, dan nampaknya dibuat khusus untuk Dahana.
Si Bos emang ragu dengan kemampuan Dahana, mengingat anak itu tidak pengalaman menjadi orang pertama di pabrik. Selama ini walaupun Dahana mengelola pabrik pertama, posisinya adalah orang kedua setelah dirinya. Dahana tidak pernah mengambil keputusan selain hal-hal yang rutin seperti membeli bahan baku atau menagih pada pelanggan. Hal-hal yang penting seperti ganti mesin atau menambah karyawan baru selalu atas persetujuan dirinya. Apalagi Dahana kurang persuasif & tidak pandai bicara, sehingga si Bos tidak begitu tahu kemampuan Dahana.
^_^
Keraguan si Bos tampaknya salah besar. Baru tiga tahun di tangan Dahana, Pabrik tahu milik orangtuanya maju pesat. Dahana telah membeli 8 mesin baru. Kapasitas produksi telah naik lima kali lipat. Pemilihan bahan baku, efisiensi produksi dan distribusi tahu yang cepat telah membuat tahu Dahana unggul di pasaran. Dahana bahkan telah menarik minat para pembeli baru dengan bekerjasama dengan armada tahu goreng aneka rasa yang ditempatkan di titik-titik keramaian. Tahu original hingga tahu rasa keju plus mayonaise telah menggelembungkan pasar tahu Dahana hingga lima kali lipat.
Dahana juga membuat tiga pabrik tempe tradisional yang dibuatnya di kampungnya dan dua kampung tetangganya. Tempe bungkus daun itu dibuat dengan bantuan mesin, namun pada pembungkusannya melibatkan tenaga manusia, yaitu ibu-ibu di sekitar pabrik. Tempe ini dipasarkan ke kota dimana banyak konsumen yang ingin menikmati tempe tradisional. Omzet tempe Dahana bahkan telah melampaui hasil penjualan pabrik tahu. Tahun depan Dahana telah berencana mengekspor tempe ke Malaysia dan Arab Saudi dimana banyak orang Indonesia yang bekerja dan tinggal di sana.
^_^
Suatu ketika Dahana bertemu dengan bekas bosnya dalam sebuah penghargaan yang diberikan Pak Bupati kepada pengusaha yang mengurangi pengangguran dengan mempekerjakan masyarakat setempat. Dahana termasuk yang mendapat penghargaan karena pabrik tempenya mempekerjakan tak kurang dari 300 ibu rumah tangga dari kampung-kampung sekitar pabriknya. Karena tak biasa berpidato, tentu saja pidatonya tidak lancar saat dia didaulat untuk maju ke depan berbagi pengalaman. Walaupun begitu tepuk tangan meriah hadirin membahana tatkala Dahana usai berpidato. Mereka sangat respek akan kepedulian Dahana pada masyarakat sekitar. Seusai pidato mantan Bosnya menghampiri tempat duduk Dahana.
Dahana terkejut melihat kedatangan mantan Bosnya yang didampingi beberapa manajer pabrik yang memandanginya dengan pandangan penuh kekaguman. Bos menjabat tangan Dahana sambil tersenyum lalu berkata:
“Setelah sekian puluh tahun aku memimpin perusahaan, baru saat ini aku menyadari bahwa seseorang bisa maju atau tidak bukan semata-mata tergantung kemampuan, tetapi juga kesempatan. Jujur saja, selama ini aku tak pernah memberimu kesempatan untuk memegang tanggung jawab yang lebih besar karena aku ragu kemampuanmu. Namun kamu membuktikan bahwa dirimu mampu membangun perusahaan yang jauh lebih besar dari perusahaanku hanya dalam waktu 3 tahun. Aku kira dirimu masih sama seperti dulu, tidak pandai berpidato dan mungkin juga kurang pintar memimpin rapat dan tidak memiliki kemampuan menulis surat ataupun administrasi. Namun kamu bisa membuktikan bahwa semua kelemahanmu itu tidak menghambatmu untuk maju”
Dahana tersenyum mendengar kata-kata bekas bosnya. Kemudian dia berkata bahwa kemampuan dan ketrampilannya masih sama dengan dulu. Dirinya juga mengerjakan hal yang serupa dengan saat bekerja di pabrik bakmi. Hanya saja karena tanggung jawabnya lebih besar Dahana juga mengerjakan hal-hal yang lain selain rutinitas. Dahana memilih mesin baru, menjajaki pembeli baru, dan membuat beragam produk baru. Semua itu dilakukan sesuai tuntutan tanggung jawab. Bahkan bila dia masih di pabrik bakmi dan diberi kepercayaan menjadi pimpinan pabrik, dia akan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan di pabrik tahu.
Mantan Bos tertegun sejenak. Dan diam-diam semakin yakin bahwa seseorang yang prestasinya biasa-biasa saja belum tentu kemampuannya dibawah orang-orang yang terlihat cemerlang. Bisa jadi orang itu hanya tidak mendapat kesempatan untuk membuktikan kemampuannya. Hal itu terbukti pada Dahana. Sebenarnyalah sejak dulu anak itu telah memiliki segalanya untuk menjadi manajer yang hebat, dia hanya tidak diberi kesempatan (undil – 2010)
tags: cerpen, cerita pendek, karir, kesempatan, kemampuan, kompetensi, cerita pendek manajemen,
0 komentar:
Post a Comment