Sang Kancil dalam perjalanan dari Hutan Utopia menuju
Gunung Sepikul mengikuti petunjuk buku Mas Wagenugraha, seorang ahli ilmu hayati paling mumpuni di saentero Pulau Jawa. Dalam Kitab Bab Suket-suketan karya Mas Wagenugraha tertera bahwa di Gunung Sepikul terdapat beberapa jenis rerumputan yang tahan kekeringan karena memiliki umbi akar yang berfungsi menyimpan cadangan air.
Sang Kancil akan menanam rerumputan tahan kekeringan di seputar telaga di tengah Hutan Utopia agar kelak jadi makanan cadangan buat para penghuni hutan selama musim kemarau.
Sudah dua minggu dia menempuh perjalanan jauh tatkala tiba di sebuah kebun tanaman ketimun yang nampak memiliki batang-batang yang kurus, daun-daun yang sebagian menguning dan buah-buah kecil yang bergelantungan.
Sang Kancil akan menanam rerumputan tahan kekeringan di seputar telaga di tengah Hutan Utopia agar kelak jadi makanan cadangan buat para penghuni hutan selama musim kemarau.
Sudah dua minggu dia menempuh perjalanan jauh tatkala tiba di sebuah kebun tanaman ketimun yang nampak memiliki batang-batang yang kurus, daun-daun yang sebagian menguning dan buah-buah kecil yang bergelantungan.
Baru saja Sang Kancil duduk, tiba-tiba bertiup angin
kencang yang menerbangkan topi orang-orangan – boneka kayu yang dipasang
ditengah kebun ketimun. Sang Kancil
segera berlari mengejar topi itu dan bermaksud memasangnya kembali ke tubuh
orang-orangan. Sialnya saat tangannya menyentuh dada orang-orangan, tangannya menempel pada tubuh si boneka
kayu dan tidak bisa dilepaskan. Semakin
keras dia berusaha melepaskan, semakin banyak bagian tubuh Sang Kancil yang
melekat pada orang-orangan.
Pak Tani yang menemukan Sang Kancil terjebak pada tubuh
orang-orangan langsung menyangka dirinya berhasil menangkap pencuri yang selama ini mengganggu
kebunnya. Maka ditetapkanlah hukuman pada Sang Kancil untuk bekerja membersihkan
ladang Pak Tani selama 6 bulan terus menerus sebelum dia boleh pergi
melanjutkan perjalanan ke Gunung Sepikul. Selama menjalani masa hukuman Sang
Kancil akan dirantai kakinya dan dijaga oleh Anjing Gembala.
Tentu saja Sang Kancil sangat keberatan dengan hukuman
itu. Ketimun yang ada di kebun Pak Tani masih terlalu kecil untuk dimakan, dan
dirinya tidak bakalan doyan memakan timun mentah itu. Lagipula tidak ada bukti
bekas gigitan atau sisa-sisa timun yang dimakan di kebun itu. Jadi tuduhan Pak
Tani tanpa bukti.
Namun kata-katanya
tidak didengar sama sekali oleh Pak Tani yang yakin Sang Kancil telah sering beroperasi
menjarah ketimun. Terpaksalah Sang Kancil rela menjalani hukuman sambil
memikirkan cara secepatnya pergi ke Gunung Sepikul agar penduduk Hutan Utopia tidak kekurangan
rumput di musim kering yang akan datang.
Untunglah di sela-sela waktu menjalani hukuman di ladang
Pak Tani, Sang Kancil sempat ngobrol-ngobrol dengan Anjing Gembala yang bertugas
menjaganya supaya tidak kabur. Dari Si Anjing Gembala, Sang Kancil tahu bahwa
para petani di desa akhir-akhir ini kekurangan air karena sumber air yang
mengalir dari Gunung Putih telah dikuasai sekelompok orang bersenjata yang dipimpin
seseorang yang dijuluki Orang Berkumis dari Gunung.
^_^
Orangnya tinggi jangkung, berkulit putih bersih, bermata belo warna kecoklatan, berambut kemerahan yang dicukur cepak, dan berkumis warna merah yang jarang-jarang tumbuhnya. Walaupun demikian orang-orang menjulukinya Orang Berkumis dari Gunung. Orang ini sangat giat mencari pengikut baru. Sepekan sekali dia membayar tukang teriak di pasar-pasar untuk meneriakkan ajaran-ajarannya tentang kebebasan tanpa batas. Dia juga mengundang anak-anak muda untuk berkunjung ke perpustakaan miliknya dan berdiskusi tentang kebebasan.
^_^
Orangnya tinggi jangkung, berkulit putih bersih, bermata belo warna kecoklatan, berambut kemerahan yang dicukur cepak, dan berkumis warna merah yang jarang-jarang tumbuhnya. Walaupun demikian orang-orang menjulukinya Orang Berkumis dari Gunung. Orang ini sangat giat mencari pengikut baru. Sepekan sekali dia membayar tukang teriak di pasar-pasar untuk meneriakkan ajaran-ajarannya tentang kebebasan tanpa batas. Dia juga mengundang anak-anak muda untuk berkunjung ke perpustakaan miliknya dan berdiskusi tentang kebebasan.
Setealh merasa cukup kuat, kelompok orang yang menguasai Gunung Putih itu membendung
sumber air yang memancar dari puncak gunung dan hanya membuka penuh aliran air
ke dataran yang berada di sisi selatan Gunung yang tanahnya lebih rendah daripada
sisi utara gunung.
Aliran air ke arah utara masih ada tetapi tinggal
setengahnya. Akibatnya tanah pertanian di desa-desa di sisi utara gunung tidak
mendapatkan air yang cukup. Pertumbuhan
tanaman menjadi kurang bagus,hasil panen pun menurun. Secara
umum baik padi maupun palawija hanya memberi hasil panen dua pertiga saja dari
sebelumnya. Pendeknya penduduk di sisi
utara gunung dirugikan oleh pembendungan itu.
Belasan kali para petani mengirim utusan untuk meminta bendungan dibuka, tetapi selalu ditolak. Akhirnya para petani membentuk pasukan bersenjata
dan berusaha merebut kembali gunung itu -- namun
selalu gagal. Sebenarnya jumlah kelompok yang dipimpin Orang Berkumis dari Gunung itu tidak banyak. Kekuatan mereka hanya belasan orang pasukan pemanah saja
ditambah beberapa puluh pekerja tambang yang tak pandai memainkan pedang. Namun di sekeliling gunung itu
terdapat dinding batu yang tidak bisa ditembus oleh para petani.
Walaupun jumlahnya ratusan orang, pasukan petani selalu
dipukul mundur karena hujan anak panah yang menimpa mereka saat berusaha mendekati
benteng batu. Lagipula ketinggian benteng batu tersebut menyulitkan para petani
untuk memanjatnya. Setelah mencoba berkali-kali dan gagal mengusir gerombolan
dari gunung itu maka para petani menjadi jera dan mendiamkan mereka.
Pembendungan air oleh para penghuni gunung konon
dilakukan untuk keperluan tambang. Mereka menggali tanah untuk mendapatkan tembaga
dan emas dari gunung. Mereka memerlukan air dalam jumlah banyak untuk mencuci biji-biji tembaga dan emas yang masih bercampur dengan tanah. Entah apa yang dipikirkan para penghuni
gunung yang mengabaikan nasib para
petani di utara. Mungkin mereka menganggap berkurangnya sepertiga hasil panen
adalah tidak seberapa dibanding manfaat yang bisa mereka raih dari menambang
emas dari gunung.
^_^
^_^
Konon mereka adalah sekelompok orang yang memuja
kebebasan. Mereka ingin merdeka dari pengaruh penguasa-penguasa yang ada di
wilayah ini, seperti House of Pajangan yang berkuasa di sebelah barat dan House of Badegan di sebelah timur. Mereka ingin bebas
menentukan hidup mereka sendiri tanpa campur tangan orang lain, tanpa etika, tanpa
tatakrama, tanpa budaya maupun agama yang
membatasi kebebasan mereka. Namun pada kenyataannya apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan ditentukan oleh Sang Pemimpin, yaitu Si Orang Berkumis dari Gunung.
Orang Berkumis adalah bekas pedagang kaya yang telah
puluhan tahun melanglang benua Asia, Eropa dan Afrika yang membuatnya memiliki pengalaman yang sangat luas. Kini dia memutuskan tinggal di Gunung Putih setelah terpesona
oleh gunung yang dari kejauhan nampak berwarna putih kebiru-biruan. Dari
pengalaman saat berbisnis dengan para ahli pertambangan di Kesultanan Gowa India, dia tahu bahwa warna kebiruan itu berasal dari tembaga. Dia yakin
di gunung itu tersimpan tembaga dan bahkan emas yang akan membiayai ambisinya
membentuk koloni yang terdiri atas orang-orang penganut kebebasan tanpa batas.
Maka dipergunakanlah seluruh kekayaannya untuk membiayai cita-cita itu. Dibentuklah pasukan kecil yang terdiri atas para pemanah ulung. Dibangunnya
benteng batu di sekeliling gunung. Setelah semuanya siap, barulah dia berani membendung sumber
mata air untuk mengolah hasil tambang dari Gunung Putih. Beberapakali serbuan
dari para petani dengan mudah dipatahkan oleh tembakan dari busur-busur panjang milik pasukan pemanah yang berlindung di atas benteng batu yang menjulang tinggi. Benteng batu itu terlalu kokoh para petani.
Sebenarnya Si Orang Berkumis enggan menggunakan kekerasan fisik untuk mencapai
tujuannya. Dia lebih mengandalkan cara-cara dengan memberi penjelasan panjang
lebar tentang manfaat kebebasan tanpa batas pada masyarakat awam.
Sebuah perpustakaan besar dia bangun dan berisi ribuan buku tentang berbagai cabang ilmu pengetahuan untuk keperluan itu. Di sana terdapat buku-buku tentang kebebasan tanpa batas yang menjadi bekal para pengikutnya dalam usaha mencari pengikut baru dari kalangan penduduk desa. Orang Berkumis berambisi limabelas tahun yang akan datang, Perpustakaan Gunung Putih akan mampu sejajar dengan kebesaran Perpustakaan Madrasah Tinggi milik Sunan Bonang di Tuban yang tersohor sebagai pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban di Nusantara. Dia juga mempekerjakan beberapa juru tulis untuk mencatat kehidupan sehari-hari di Gunung Putih dan desa-desa sekitarnya sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi mencari pengikut di wilayah ini.
Sebuah perpustakaan besar dia bangun dan berisi ribuan buku tentang berbagai cabang ilmu pengetahuan untuk keperluan itu. Di sana terdapat buku-buku tentang kebebasan tanpa batas yang menjadi bekal para pengikutnya dalam usaha mencari pengikut baru dari kalangan penduduk desa. Orang Berkumis berambisi limabelas tahun yang akan datang, Perpustakaan Gunung Putih akan mampu sejajar dengan kebesaran Perpustakaan Madrasah Tinggi milik Sunan Bonang di Tuban yang tersohor sebagai pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban di Nusantara. Dia juga mempekerjakan beberapa juru tulis untuk mencatat kehidupan sehari-hari di Gunung Putih dan desa-desa sekitarnya sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi mencari pengikut di wilayah ini.
Si Orang Berkumis hanya sesekali mengirim orang-orangnya untuk mengancam para pemimpin petani yang
terang-terangan menentang kehadiran mereka di Gunung Putih. Mereka dilatih untuk melakukan
ancaman dengan diam-diam dan halus serta
menghindari korban terluka. Umumnya dengan cara menaruh pisau belati di bantal
orang yang diancam atau menaruh bungkusan berisi racun di dekat piring nasi
mereka. Perbuatan itu adalah simbol bahwa Orang Berkumis mampu menikam atau
meracun orang yang menentangnya kalau dia mau. Tujuannya hanya untuk menakut-nakuti para
petani sehingga tidak ada lagi yang berani bergerak menentang mereka.
Di sisi lain mereka memiliki para tabib yang hebat. Bila
ada orang desa yang sakit dan tidak bisa sembuh oleh para tabib yang ada di
desa, maka mereka akan mengutus orang untuk datang ke Gunung itu. Lalu Si Orang
Berkumis akan mengutus tabib kepercayaannya untuk datang ke desa dan mengobati si sakit hingga sembuh. Semua itu dilakukan tanpa
bayaran.
Si Orang Berkumis juga suka memerintahkan anak buahnya
mengirim sekarung beras pada orang-orang tua renta yang sudah tidak punya keluarga
lagi. Juga pada anak-anak yatim yang hidup dalam kekurangan. Dia juga tak segan-segan mengirimkan uang untuk keperluan anak-anak kecil yang ingin membeli mainan tetapi tidak punya uang. Akibat dari
kebaikan hati mereka itu sebagian penduduk tidak menganggap mereka orang jahat,
terutama penduduk yang berada di sebelah selatan gunung yang tidak terganggu
aliran airnya. Beberapa pemuda bahkan mulai terbujuk menjadi pekerja tambang di
Gunung Putih.
^_^
^_^
Setelah mendengar kisah tentang Orang Berkumis dari Gunung, Sang Kancil minta diantar oleh
Anjing Gembala untuk melihat-lihat sekitar Gunung Putih. Dia tahu persis bahwa para penghuni gunung
sengaja berbuat baik karena mereka ingin mendapatkan pengikut baru sebanyak-banyaknya untuk membangun negeri para pemuja kebebasan. Mereka juga sangat membutuhkan pasokan makanan dan pakaian dari
desa-desa sekitarnya. Jika mereka berlaku kasar maka semua
penduduk akan membenci dan memboikot mereka sehingga mereka bakalan kesulitan memenuhi
kebutuhan sehari-harinya.
Sang Kancil bertekad akan mencari jalan guna menghentikan meluasnya ajaran sesat yang disebarkan Orang Berkumis. Dia tahu persis orang-orang bebas itu akan menghalalkan segala cara untuk membuat masjid-masjid sepi dan orang lebih suka pergi ke tempat hiburan daripada ke pengajian. Dia tak ingin negeri ini hancur karena berkuasanya segelintir pemuja kebebasan yang ingin melepaskan diri dari segala macam aturan. Dia akan mengerahkan otaknya untuk melihat titik lemah benteng batu itu.
Sang Kancil bertekad akan mencari jalan guna menghentikan meluasnya ajaran sesat yang disebarkan Orang Berkumis. Dia tahu persis orang-orang bebas itu akan menghalalkan segala cara untuk membuat masjid-masjid sepi dan orang lebih suka pergi ke tempat hiburan daripada ke pengajian. Dia tak ingin negeri ini hancur karena berkuasanya segelintir pemuja kebebasan yang ingin melepaskan diri dari segala macam aturan. Dia akan mengerahkan otaknya untuk melihat titik lemah benteng batu itu.
Setelah mengamat-amati sebentar gunung itu dan melihat
benteng batu yang mengelilingnya Sang Kancil tersenyum dan tahu apa yang harus
dilakukan para petani. Maka dia minta Anjing Gembala menemui Pak Tani untuk
menyampaikan tawarannya. Sang Kancil akan membantu para petani merebut Gunung
Putih, dan sebagai imbalannya dia minta dirinya dibebaskan.
Untunglah Pak Tani yang telah frustasi melihat sebagian pemuda telah terpengaruh ajaran si Orang berkumis dan mulai sering terlihat mabuk-mabukan di tempat umum -- dengan
antusias menerima tawaran Sang Kancil. Dia setuju membebaskan Sang Kancil dari
hukuman bila berhasil menolong para petani menaklukkan Orang Berkumis. Maka
setelah mendengar uraian strategi Sang Kancil
semakin percayalah Pak Tani akan keberhasilan strategi yang ditawarkan tersebut.
Sebuah strategi yang tidak terlalu rumit untuk dilakukan tetapi tidak pernah
terpikirkan oleh para petani.
Maka dikumpulkannya para petani lainnya dan dikatakan
bahwa dirinya akan membentuk pasukan seperti dulu lagi. Tapi ternyata tidak mudah.
Kegagalan berulangkali yang menimpa mereka dan ancaman yang disebarkan Orang
Berkumis dari Gunung Putih telah membuat Pak Tani kesulitan mengumpulkan orang-orang
untuk melakukan perlawanan. Apalagi diantara pasukan yang terdahulu terdapat beberapa
orang yang telah ditolong oleh si Orang Berkumis dari Gunung. Bahkan
beberapa anak muda telah terbujuk meninggalkan sawahnya dan beralih menjadi
pekerja tambang di Gunung Putih.
“Masa hanya karena beberapa keping uang emas kalian membiarkan
hak kalian diambil oleh mereka? Semurah itukah harga diri kalian? Mereka
orang-orang asing yang mengambil air kita, lalu mengancam kita dan membujuk
kita dengan sedikit uang! Apakah kita membiarkan mereka mendiktekan pada kita perilaku mana yang dianggap baik dan perilaku mana yang salah sesuai kepentingan mereka! kata Pak Tani.
"Apa jadinya anak-anak kita bila jadi pengikut mereka lalu meninggalkan budaya, etika dan agama? Bagaimana jika keturunan kita menjadi pengikut ajaran kebebasan, pengisap ganja, maksiat, dan memuja hawa nafsu. Akan hancurlah masa depan negeri kita! Apa kalian tidak malu pada anak cucu kita kelak ketika mereka mendengar kita menjual masa depan mereka dengan harga sangat murah? Apa kalian tidak malu pada Tuhan yang memberi kita kekuatan dan akal untuk melawan para pemuja kebebasan?” teriak Pak Tani berapi-api yang membuat sekelompok petani tua dan muda yang menolak ikut serta dalam pertempuran menunduk malu.
"Apa jadinya anak-anak kita bila jadi pengikut mereka lalu meninggalkan budaya, etika dan agama? Bagaimana jika keturunan kita menjadi pengikut ajaran kebebasan, pengisap ganja, maksiat, dan memuja hawa nafsu. Akan hancurlah masa depan negeri kita! Apa kalian tidak malu pada anak cucu kita kelak ketika mereka mendengar kita menjual masa depan mereka dengan harga sangat murah? Apa kalian tidak malu pada Tuhan yang memberi kita kekuatan dan akal untuk melawan para pemuja kebebasan?” teriak Pak Tani berapi-api yang membuat sekelompok petani tua dan muda yang menolak ikut serta dalam pertempuran menunduk malu.
^_^
Butuh waktu sebulan untuk mengumpulkan beberapa
ratus orang. Hanya setengah dari jumlah petani yang berangkat untuk melakukan
perlawanan beberapa waktu yang lalu. Namun Pak Tani tidak putus asa. Dia merasa
dengan beberapa ratus orang ini, kekuatan pasukannya telah berkali-kali lipat
dari pasukan Orang Berkumis dari Gunung. Jadi dia yakin bila pasukannya
berhasil menembus benteng maka pertempuran di dalam benteng batu akan dimenangkan
oleh para petani. Dengan keyakinan itulah dia mulai mempersiapkan pasukannya
dengan mempergunakan strategi Sang Kancil.
Setelah terkumpul orang-orang yang akan membebaskan Gunung
Putih tibalah saatnya untuk mempersiapkan semua peralatan yang dibutuhkan.
Mereka mempersiapkan secara diam-diam karena khawatir rencana itu bocor ke
telinga Orang Berkumis dari yang telah memiliki simpatisan dimana-mana. Oleh karena
itu mereka membuat persiapan di gudang bawah tanah di bawah lumbung padi Pak
Tani. Para petani secara bergiliran datang ke gudang itu dan membuat persiapan di
sana.
Sang Kancil sengaja mengatur jadwal kerja para petani itu secara bergiliran karena khawatir
akan menarik perhatian orang banyak. Biar mereka dikira kumpul-kumpul saja
sesama petani yang sedang membicarakan hama dan pemupukan tanaman. Orang-orang
yang tidak bersedia bergabung dalam pasukan tidak pernah diberitahu rencana itu, sehingga
mereka menyangka Pak Tani gagal membentuk pasukan baru. Berita itulah yang
sampai ke telinga Orang Berkumis sehingga dia hanya sesekali mengirim orang
untuk mengamat-amati rumah Pak Tani.
Setelah semua perlengkapan siap, penyerangan tidak segera
dapat dilakukan. Strategi Sang Kancil hanya dapat diterapkan saat malam gelap gulita
tak ada sinar rembulan ataupun bintang-bintang. Jika ada cahaya kemungkinan
penyerangan akan gagal lagi karena ketahuan oleh musuh.
Para petani dengan
sabar menunggu sampai saat itu datang. Setelah sepuluh hari menunggu akhirnya
malam itu tiba. Bulan muda sedang kecil-kecilnya, sementara mendung menggantung
di langit menutup cahaya bintang-bintang. Malam gelap gulita menyelimuti Gunung
Putih. Malam yang sempurna untuk menjalankan strategi pembebasan Sang Kancil.
Pada malam yang sunyi itu nampak sekelompok petani
bersama Sang Kancil mendaki Bukit Biru yang terletak di sebelah utara Gunung Putih.
Mereka menenteng Gantole-gantole besar yang terbuat dari kain dan rangka bambu.
Rupanya para petani itu hendak menerobos
Gunung Putih dari udara. Mereka akan menaiki Gantole yang akan membawa
mereka terbang bersama angin yang bertiup kencang.
Sudah sebulan ini para petani giat membuat gantole dari rangka
bambu dan kain-kain yang mereka kumpulkan di gudang bawah tanah milik Pak Tani.
Kain-kain dari mulai dari kain sarung, gorden sampai jarik milik ibu-ibu petani disumbangkan
untuk membuat Gantole. Mereka sadar betul bahwa mereka harus berkorban agar dapat
hidup dengan bebas dari ancaman orang-orang Gunung Putih. Selama mereka masih
menguasai Gunung Putih, maka keinginan untuk leluasa mendapatkan sumber air
dan anak-anak mereka terbebas dari pengaruh ajaran sesat tidak akan tercapai. Kesadaran itulah yang menjadikan pembuatan Gantole-gantole cepat
terselesaikan.
Untunglah di dekat rumah Pak Tani ada seorang ahli desain bernama Nyi Ida Nurnaeni. Seperti halnya Mas Wagenugraha yang menimba ilmu dari madrasah-madrasah di seluruh penjuru dunia, Si Nyi Ida Nurnaeni ini telah lama berkelana keliling dunia untuk menimba ketrampilan membuat desain beraneka ragam barang yang rumit-rumit.
Tak kurang dari kota-kota besar di dunia seperti Jepara, Tuban, Bergota, Malaka, Gowa, Alepo, Paris bahkan Constantinopel pernah dikunjunginya. Berkat keluasan ilmunya petunjuk-petunjuk Sang Kancil tentang cara membuat Gantole dengan mudah dipahaminya. Nyi Ida Nurnaeni juga dengan cepat dapat melatih para petani untuk membantunya menyelesaikan Gantole-gantole itu.
Untunglah di dekat rumah Pak Tani ada seorang ahli desain bernama Nyi Ida Nurnaeni. Seperti halnya Mas Wagenugraha yang menimba ilmu dari madrasah-madrasah di seluruh penjuru dunia, Si Nyi Ida Nurnaeni ini telah lama berkelana keliling dunia untuk menimba ketrampilan membuat desain beraneka ragam barang yang rumit-rumit.
Tak kurang dari kota-kota besar di dunia seperti Jepara, Tuban, Bergota, Malaka, Gowa, Alepo, Paris bahkan Constantinopel pernah dikunjunginya. Berkat keluasan ilmunya petunjuk-petunjuk Sang Kancil tentang cara membuat Gantole dengan mudah dipahaminya. Nyi Ida Nurnaeni juga dengan cepat dapat melatih para petani untuk membantunya menyelesaikan Gantole-gantole itu.
^_^
Awalnya nampaklah
satu buah Gantole terbang dari atas Bukit Biru. Setelah nampak gantole itu
terbang mulus mengelilingi bukit, segera diikuti oleh puluhan Gantole lain yang
menyusul membelah langit malam yang kelam. Hingga tengah malam telah ratusan Gantole
melayang mengitari Bukit Biru. Tak berapa lama kemudian Gantole-gantole itu
bergerak menuju Gunung Putih.
Mereka nampak mengitari gunung itu satu kali sebelum tiba-tiba menukik turun ke sebelah dalam benteng yang mengitari Gunung Putih. Ratusan petani itu terjun langsung ke markas Orang Berkumis dari Gunung Putih yang telah berbulan-bulan membendung air mereka.
Mereka nampak mengitari gunung itu satu kali sebelum tiba-tiba menukik turun ke sebelah dalam benteng yang mengitari Gunung Putih. Ratusan petani itu terjun langsung ke markas Orang Berkumis dari Gunung Putih yang telah berbulan-bulan membendung air mereka.
Terjadilah pertempuran seru di dalam Gunung Putih. Belasan
pasukan Orang Berkumis kaget sekali mengalami serangan mendadak dari udara.
Mereka sama sekali tidak menyangka bakalan digempur dari udara sehingga nampak
tidak siap mengalami pertempuran jarak dekat. Mereka dengan cepat keteteran menghadapi para petani yang menyerbu dengan senjata-senjata
terhunus.
Jika saja serangan dilakukan dari darat orang-orang
Gunung Putih akan dengan mudah memukul mundur para penyerang meskipun penyerang
itu adalah ratusan pasukan kerajaan yang terlatih baik. Itu semua karena Orang
Berkumis adalah seorang ahli strategi perang. Dia membangun benteng batu di Gunung Putih
dengan pertimbangan yang matang.
Benteng itu sangat tinggi dan kokoh sehingga tidak akan dengan mudah ditembus oleh pasukan kavaleri terbaik sekalipun. Si Orang berkumis tak segan mengajarkan strategi perang kepada pengikutnya. Dia rajin menuliskan taktik-taktik perang yang dikuasainya dan menjadi buku yang wajib dibaca oleh para pasukan di Gunung Putih agar mereka terampil dalam menjaga benteng pertahanan.
Benteng itu sangat tinggi dan kokoh sehingga tidak akan dengan mudah ditembus oleh pasukan kavaleri terbaik sekalipun. Si Orang berkumis tak segan mengajarkan strategi perang kepada pengikutnya. Dia rajin menuliskan taktik-taktik perang yang dikuasainya dan menjadi buku yang wajib dibaca oleh para pasukan di Gunung Putih agar mereka terampil dalam menjaga benteng pertahanan.
Namun kali ini adalah serangan udara. Sesuatu yang sama sekali
tak pernah terpikirkan oleh Orang Berkumis. Pasukan pemanah tidak dipersiapkan untuk melawan banyak orang dalam pertempuran jarak dekat. Perlahan namun pasti pasukan Gunung
Putih terdesak mundur. Mereka terdesak semakin mendekati markas pimpinan mereka
yang berupa sebuah rumah besar dari batu. Satu persatu para gerombolan Gunung
Putih itu jatuh ke tanah tak berdaya menghadapi keperkasaan pasukan petani.
Sisanya menyerah sambil melolong-lolong minta diampuni.
Sementara Orang Berkumis nampak berusaha terus bertempur
mempertahankan rumahnya. Dalam hatinya dia terheran-heran dengan kecerdasan
orang yang telah menyerang banteng pertahanannya dari udara. Sesuatu yang tak
pernah dia jumpai sepanjang hidupnya yang dihabiskan untuk berkelana melanglang
dunia. Bukan main cerdasnya orang yang menggunakan strategi ini. Tak malulah bila dia harus kalah oleh ahli
strategi perang secerdas ini.
Kemudian saat dilihatnya satu persatu anak buahnya
menyerah atau jatuh terkapar di tanah, hatinya menjadi kecut. Tak mungkin dia
mampu melawan para petani ini seorang diri. Maka tak ada pilihan lain bagi
dirinya selain menyerah.
^_^
Malam itu juga bendungan yang membendung aliran sungai
menuju desa dijebol. Air kembali mengalir
memenuhi parit-parit irigasi dan membasahi sawah-sawah yang kekurangan
air. Para petani lega, mereka juga
sangat berterimakasih pada Sang Kancil yang telah memberi mereka bantuan dalam mengalahkan
Orang Berkumis. Kini Gunung Putih telah dikuasai kembali oleh para petani.
Perpustakaan yang dimiliki Orang Berkumis itu diambil
alih oleh para petani. Buku-buku yang bermanfaat dipertahankan sedangkan
buku-buku sesat tentang kebebasan tanpa batas dibakar habis oleh para petani.
Mereka tidak ingin pemikiran anak-anak muda yang masih belum matang akan
dirusak oleh buku-buku sesat itu. Para petani sepakat untuk menempatkan
beberapa orang terpelajar di kalangan mereka untuk menjaga perpustakaan itu
sambil mengajarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak petani.
Dari catatan-catatan yang ada di perpustakaan Gunung
Putih diketahui bahwa di gunung tersebut bersarang sekelompok tikus besar pemakan
ketimun yang sering turun ke desa untuk mencari makan. Tikus itu juga suka
mengganggu gudang makanan milik Orang Berkumis, namun mereka hanya menyantap
simpanan makanan berupa ketimun. Orang Berkumis belum berhasil menemukan tempat
persembunyian tikus-tikus besar tersebut sehingga belum berhasil memusnahkan mereka. Dari catatan itulah Pak Tani tahu bahwa selama
ini para pencuri ketimun bersembunyi di gunung ini.
Kini tugas Sang Kancil untuk mengatasi masalah yang
dihadapi para petani telah selesai. Namun masih ada satu hal yang mengganjal hati
Sang Kancil, yaitu keengganan Pak Tani untuk mengakui bahwa dirinya telah salah
karena menangkap Sang Kancil. Padahal telah ada bukti catatan di perpustakaan bahwa
si pencuri adalah tikus besar. Walaupun demikian Sang Kancil tidak kecewa. Mungkin
saat ini Pak Tani lupa mengakui kesalahannya karena orang itu sedang mendapat
banyak pujian dari petani lain karena berhasil memimpin pembebasan Gunung Putih. Mungkin juga dia masih malu untuk mengakuinya sekarang. Siapa tahu di masa datang dia
bersedia mengakui kesalahan dan minta maaf pada Sang Kancil.
Lepas dari itu, Pak Tani memperlakukan Sang Kancil dengan
sangat baik. Sebagai tanda terimakasihnya, dia meminta beberapa petani untuk
mengantarkan Sang Kancil ke Gunung Sepikul dengan kereta kuda. Para petani itu
dengan senang hati memenuhi permintaan tersebut. Mereka berharap para penghuni
Hutan Utopia dapat terhindar dari ancaman kekurangan makanan dengan ditanamnya rumput-rumput
tahan kering dari Gunung Sepikul ke dataran sekitar telaga di Hutan Utopia
(undil – 2012).
gambar diambil dari: www.supercoloring.com/
0 komentar:
Post a Comment