Kebersamaan keempat ekor banteng itu tentu saja membuat Macan tidak berkutik menghadapi mereka. Walaupun Macan sedang lapar berat, dia sama sekali tidak berani mengusik banteng-banteng itu karena begitu Macan mendekat, keempat banteng langsung ambil posisi saling membelakangi dengan tanduk yang besar terarah ke depan siap menerjang perut Macan tanpa ampun.
Persahabatan mereka telah menjadi legenda di padang rumput dan sering dijadikan contoh oleh keluarga kijang, keluarga jerapah dan keluarga kelinci saat menasehati anak-anaknya yang suka berantem. “Lihatlah keempat banteng, itulah contoh binatang yang rukun, bersatu sehingga menjadi kuat. Macan-pun takut pada mereka”.
Walaupun selalu bersama-sama, ternyata cita rasa seni keempat banteng berbeda. Banteng Penyanyi adalah banteng tertua yang suka menyanyi. Dimana-mana dia suka mempraktekkan hobbinya itu untuk menghibur para penghuni hutan. Dia paling senang jika sedang berada di tepi telaga karena nyanyiannya akan diringi dengan orkestra suara katak. Suara katak yang bersahut-sahutan sangat serasi mengiringi nyanyiannya yang merdu mendayu. Tak heran banteng ini sering mengajak ketiga temannya main ke tepi telaga.
Banteng kedua adalah Banteng Puisi. Banteng ini senang sekali menciptakan puisi-puisi yang indah lalu membacanya dengan cara yang tak kalah indahnya. Ekspresi wajahnya, tinggi rendah suaranya, dan nada suaranya benar-benar sangat ekspresif menggambarkan puisi-puisinya yang banyak berbicara tentang persahabatan dan keindahan padang rumput. Berikut ini contoh puisinya.
Kala mentari senja menyapa
Sungguh indahnya cakrawala
Duniaku menguning disorot cahaya
Namun semua itu keindahan buat mata
Aku ingin ada juga keindahan bagi jiwa
Yaitu senyummu wahai sahabat setia
Hadirnya akan hangatkan perjumpaan kita
Tempat favorit bagi Banteng Puisi adalah di Bukit Dago. Di situ ada sebuah titik dimana bila Banteng membaca puisi, suaranya akan menjadi sangat keras dan bergema begitu indahnya karena dipantulkan oleh dinding-dinding jurang yang berada di sekelilingnya. Karenanya Banteng Puisi paling sering mengajak ketiga rekannya ke Bukit Dago.
Banteng ketiga adalah Banteng Pantomim. Banteng ini suka sekali melakukan pantomim meniru gerak-gerik binatang hutan. Dari mulai burung nuri, gajah hingga semut ngangkrang & tengu dengan sangat mudah ditirukannya. Bahkan Banteng Puisi bisa menirukan gerakan awan dan hujan dengan sangat miripnya, sehingga memukau para penghuni padang rumput.
Lokasi favorit Banteng Pantomim adalah Batu Gede, sebuah batu besar datar di tengah padang rumput tempat dia dengan leluasa memperagakan pantomimnya dan dapat terlihat jelas oleh para penghuni padang rumput. Waktu paling tepat adalah sore hari saat matahari berada di barat. Saat itu bayang-bayang tubuhnya akan terlihat besar dan indah di dinding bukit yang ada di timur Batu Gede. Makanya Banteng Pantomim sering mengajak ketiga sahabatnya main ke Batu Gede di sore hari.
Banteng Drama adalah Banteng yang suka berakting. Dia paling suka berkumpul dengan sesama binatang penggemar akting untuk berlatih drama. Banteng Drama paling sering mengajak ketiga sobatnya untuk kumpul bareng para penggemar akting dari berbagai jenis binatang, dari landak, kera hingga anjing hutan. Apalagi bila menjelang pementasan, Banteng Drama tak bosan-bosannya mengajak kawan-kaannya untuk menemaninya latihan drama.
^_^
Agaknya perbedaan selera itu telah menjadi masalah bagi mereka. Jadwal mereka seringkali bentrok yang membuat mereka harus saling mengalah. Hari ini Banteng Drama & Banteng Penyanyi mengalah dan mengikuti keinginan Banteng Puisi dan Banteng Pantomim untuk berlatih. Hari berikutnya giliran ketiga banteng mengalah untuk menemani Banteng Drama seharian berlatih drama untuk pentas minggu depan. Begitu seterusnya mereka saling mengalah sampai akhirnya keempat banteng merasakan mereka tidak bisa maksimal dalam mengembangkan hobbynya. Makanya mereka memutuskan menghadap Sang Kancil yang bijaksana.
Beberapa minggu ini keempat banteng rajin menyambangi rumah Sang Kancil di kaki bukit. Para penghuni padang rumput mulai berbisik-bisik. Mereka mengira keempat banteng sedang berasaha menjadikan Sang Kancil sebagai pendamai agar mereka tetap bersatu.
Namun setelah beberapa minggu berlalu keempat banteng mulai terlihat berpisah, tidak lagi bersama-sama. Kadang-kadang terlihat mereka berdua saja, atau hanya bertiga, bahkan kadang-kadang terlihat masing-masing sendirian dengan kegiatannya. Tentu saja hal itu membuat para binatang menjadi cemas. Mereka terlanjur menyuruh anak-anak mereka mencontoh para banteng dalam menjaga kerukunan. Segera saja berita buruk itu tersebar ke seluruh padang rumput.
Yang paling senang dengan berita peceraian para banteng tentu saja adalah Macan. Telah terbayang di benak Macan bahwa daging banteng muda yang empuk dan gemuk akan segera menjadi menu santap malamnya. Air liurnya menetes-netes setiapkali membayangkan gurihnya daging muda yang telah lama diincarnya. Bila melawan empat ekor banteng dirinya tak akan sanggup, tetapi melawan seekor banteng bukanlah perkara sukar baginya. Semudah membalikkan telapak tangan.
Setelah berpekan-pekan mengamati, pada hari yang telah ditentukan Sang Macan memutuskan untuk menyantap Banteng Puisi. Dianggapnya banteng ini paling mudah disantap karena suka sendirian baca puisi di Bukit Dago. Maka dibuntutinya Banteng Puisi yang berangkat untuk berlatih baca pusi di Bukit Dago.
Setelah didengarnya Sang Banteng mulai membaca puisi, Macan mengendap endap siap menubruk Banteng dari belakang. Dibayangkannya bila saat ini ada empat ekor banteng dirinya tak bakalan berani karena ketiga banteng yang lain pastilah telah berjaga dengan tanduknya yang mengerikan.
Macan mengendap-endap hingga sejauh satu loncatan untuk mencapai pantat banteng. Bagian tubuh itulah yang akan digigitnya pertama kali dengan taringnya yang tajam karena dipikirnya bagian itu paling jauh dari tanduk. Sambil manahan nafas dihitungnya satu, dua tiga dan yak....... macan melompat menerkam Banteng Puisi.
Ketika tubuh macan hampir mencapai pantat banteng tiba-tiba ada sepasang benda keras yang menerjang tubuhnya hingga terpental sepuluh meter ke belakang. Rupanya dua kaki belakang Banteng Puisi menendang ke belakang tepat mengenai kepala Sang Macan.
Tubuh Macan terguling-guling ke belakang Banteng Puisi yang kini telah berbalik menghadap tubuh Macan. Bukan main pusingnya kepala Macan. Terjangan kaki Banteng Puisi benar-benar dahsyat. Bumi serasa berputar-putar saat Macan mencoba berdiri. Badannya masih terhuyung-huyung tatkala dilihatnya Banteng Puisi kembali bergerak menerjang dirinya dengan tanduknya yang besar. Macan menggunakan kaki depan yang bercakar tajam untuk menangkis terjangan tanduk itu.
Pringgggg..........terdengar bunyi cakar-cakar yang terpotong diterjang tanduk. Hampir seluruh cakar di kaki depan macan putus oleh terjangan tanduk yang setajam pisau. Macan kaget sekali!. Sejak kapan tanduk banteng jadi tajam?.
Namun Macan tak sempat berpikir lagi karena Banteng kembali menerjang dirinya. Sekarang Macan melompat setinggi mungkin agar bisa hinggap di punggung Banteng lalu menggigitnya. Namun sebelum tubuhnya mendarat di tubuh Banteng, tanduk Sang Banteng telah menyambut tubuhnya dan melontarkan Macan ke jurang yang dalam. Oaaaaaaaaaaa.......terdengar lolongan panjang mengiringi tubuh Macan yang terlempar ke dasar jurang.
^_^
Kita telah lama bersahabat
Kini saatnya kita berpisah kawan
Tak perlu menangis karena ini untuk masa depan
Aku juga sedih, tapi semua ini tak bisa dihindari
Tegakkan kepalamu, angkat dagumu
Tersenyumlah untuk perpisahan ini
Karena kita berpisah demi kebesaran
Demi gemilangnya masa depan kita
Padang rumput gempar. Seekor banteng sendirian dapat mengalahkan Macan, binatang terkuat di padang rumput. Para binatang heboh. Kejadian ini berlawanan dengan cerita singa barong yang bisa memangsa empat ekor sapi hutan setelah mereka bertengkar lalu berpisah.. Kini empat ekor banteng telah berpisah kok malahan bisa mengalahkan macan. Sungguh sebuah peristiwa yang bikin geleng-geleng kepala para binatang.
Jauh di kaki bukit Sang Kancil tersenyum mendengar penuturan keempat banteng yang bertandang ke rumahnya. Beberapa minggu terakhir mereka telah mengadukan perbedaan cita-cita yang membuat mereka ingin berpisah. Tapi mereka takut kejadian seperti cerita empat ekor sapi hutan yang dimangsa Singa Barong akan menimpa mereka.
Sang Kancil memberi jalan keluar. Menurut Kancil keempat banteng tak mungkin terus menerus bersama. Pada saatnya mereka harus berpisah demi mengejar cita-cita masing-masing. Jika harus selalu bersama-sama mereka tak akan pernah dewasa dan sulit mengejar cita-cita.
Sebagai solusinya Sang Kancil menyuruh para banteng belajar pada kuda tentang cara menyepak ke belakang. Kuda sangat tersohor dengan kemampuan menendang ke balakang ini. Dengan ketrampilan ini para banteng tak perlu takut adanya serangan dari belakang.
Kancil juga menyuruh para banteng belajar dari para kucing tentang cara mendeteksi adanya musuh yang mengendap-endap dari belakang. Kucing terkenal akan pendengarannya yang tajam dalam mendeteksi adanya binatang lain di sekitarnya. Para banteng juga diajari cara mengasah tanduk-tanduk mereka hingga setajam pedang. Semua ketrampilan itu membuat para banteng percaya diri untuk berpisah demi mewujudkan cita-cita mereka (undil – bandung nopember 2009)
tags: cerpen, cerita si kancil, cerita sang kancil, dongeng kancil, kisah si kancil, cerita perpisahan, cerita pendek, cerita anak, cerita psikologi, cerita persahabatan, cerpen, cerita psikologi, mengenal diri
sumber gambar: boston.com
0 komentar:
Post a Comment