Alkisah meskipun terhitung baru, warung Mitsunari tergolong kasta yang laris manis dibanding warung lain di sekelilingnya. Di lokasi yang selalu dibanjiri pembeli dari sore hingga pukul sembilan malam itu memang telah ada belasan pedagang aneka makanan.
Di sana terdapat dari tukang pecel lele, sea food, nasi goreng, sate ayam hingga warung steak. Namun belum satu-pun pedagang bubur kacang hijau. Makanya dagangan Mitsunari cepat mendapat perhatian pengunjung. Rasanya tidak sia-sia dia meninggalkan posisi manajer QC sebuah perusahaan makanan besar untuk mulai merintis warungnya sendiri. Pengalamannya menjaga kualitas makanan nampaknya menunjang keberhasilannya sebagai tukang burjo.
Awalnya para pembeli hanya coba-coba mencicipi burjo sambil menunggu siapnya hidangan yang dipesan dari warung lainnya. Namun nampaknya lidah mereka mereka cocok dengan burjo racikan Mitsunari. Tak jarang pembeli masih minta satu dua bungkus untuk dinikmati di rumah. Bahkan kini lebih banyak bubur yang dibungkus dibanding yang dimakan di tempat. Pertanda makin banyak orang yang datang ke tempat itu khusus untuk membeli burjo.
Kelebihan burjo Mitsunari disamping pada konsistensi rasa dan kualitas burjonya, juga terletak pada aneka roti tambahan pada burjo. Tersedia beraneka pilihan jenis dan rasa roti sebagai tambahan burjo. Sebuah feature yang jarang dimiliki warung burjo di tempat lain. Pembeli dapat leluasa memilih jenis roti sesuai dengan seleranya.
Namun jangan dikira Mitsunari tidak bekerja keras untuk bisa seperti saat ini. Enam bulan sebelum mundur dari pekerjaannya Mitsunari telah memangkas waktu tidur untuk mencari resep bubur kacang hijau yang istimewa. Hampir setiap malam selepas kerja, dia begadang untuk mencoba resep-resep baru.
Setelah dianggap rasanya layak, maka burjo buatan Mitsunari di cobakan ke teman-temannya untuk dinilai. Bila menurut mereka enak, dia mencoba menjualnya ke kampus-kampus dengan menitipkan ke kantin-kantin kampus. Begitu seterusnya sehingga enam bulan kemudian Mitsunari menemukan resep istimewa yang dapat diterima pembeli, yaitu dengan menambahkan feature aneka macam roti sebagai pelengkap burjo.
^_^
Saat ini omzet burjo Mitsunari sekitar 300 porsi perhari. Harga jual burjo per porsi bervariasi dari 3000 hingga 7000 rupiah tergantung jenis roti yang ditambahkan. Dengan omzet sebesar itu, pendapatan Mitsunari tidak terlalu jauh dari gaji di perusahaan makanan.
Masih ditambah benefit lain, yaitu Mitsunari punya waktu luang untuk membuat kebun anggrek yang cantik di belakang rumahnya, kembali aktif di klub Linux, mengajar karate untuk klub remaja masjid dan membuat klub sosialisasi ekonomi Islam bersama teman-teman takmir Masjid di dekat rumahnya. Khusus untuk kegiatan yang terakhir ini dilakukan pada acara cafe morning setiap minggu pagi sehabis sholat shubuh di halaman masjid di kompleksnya. Mitsunari berhasil menyalurkan hoby-hoby yang selama ini hanya tersimpan dalam benaknya karena tidak adanya waktu luang.
Maruko melihat nasib baik Mitsunari setelah keluar kerja sebagai sebuah “nasehat berharga” bagi dirinya untuk tidak perlu terlalu khawatir tentang masa depannya. Kini Maruko merasa yakin bahwa masa depannya tidak sepenuhnya bergantung pada perusahaan tempatnya bekerja. Walaupun dia juga sadar bahwa bila dirinya keluar dari pekerjaan untuk merintis usaha sendiri mungkin nasibnya tidak akan sebaik Mitsunari. (Undil – 2010).
menyakurkan hobi dan ikut berbagai klub juga upaya apresiasi untuk melupakan sesuatu dari yang sesuatu yang sulit kita lupakan #pepatah orang yang baru patah hati#
ReplyDelete