Arya Penangsang dan Gerombolan Penyamun Alas Roban

Raden Purwa bersama dua pengawalnya sudah setengah hari menempuh perjalanan pulang dari serangkaian pertemuan dengan para diplomat dan saudagar Kesultanan Demak Bintoro di kota-kota pelabuhan Jepara, Bergotta, Tegal, Pekalongan dan berakhir di Kota Cirebon, kala kudanya tiba-tiba berhenti karena ada belasan orang menghadang di tengah jalan. Raden Purwa kaget dan berusaha keras menenangkan kudanya yang tiba-tiba melonjak-lonjak ingin menjauh dari orang-orang itu. Dua pengawalnya telah menghunus pedang mereka dan siap menghadapi segala kemungkinan.













 
Sesosok tubuh tinggi besar bertelanjang dada, bercelana hitam dengan penampilan garang bercambang awut-awutan nampak berdiri paling depan sambil membawa pedang.  Dari penampilan gerombolan yang ada di belakangnya tahulah Raden Purwo, pastilah mereka gerombolan penyamun pimpinan Codot yang sudah terkenal suka membuat keonaran di Alas Roban. 

Dihitungnya ada empat belas orang yang menghadangnya. Karena dirinya hanya bertiga maka masing-masing akan menghadapi empat sampai lima orang. Bukan masalah besar bagi dirinya, namun para pengawalnya nampaknya akan mengalami kesulitan. Namun Raden Purwa berharap bahwa setelah bertempur beberapa lama akan muncul rombongan saudagar yang pulang dari pertemuan di Cirebon akan membantunya.

Tanpa banyak basa-basi para penyamun itu langsung menyerang Raden Purwa. Bangsawan muda itu dengan gesit meloncat turun dari kudanya sambil memegang tombaknya. Dalam tempo singkat telah terjadilah perkelahian seru diantara mereka. Raden Purwa dikeroyok oleh enam orang termasuk pemimpin penyamun. Sementara dua pengawalnya masing-masing bertempur melawan empat orang. Tidak banyak kesulitan yang dihadapi Raden Purwa dengan tombak panjang ditangannya dia mampu membuat para anak buah perampok putus asa karena tak sanggup mendekati tubuhnya. Sekalipun demikian kepala perampok yang sangat mahir memainkan pedang itu telah beberapakali melukai tubuh Raden Purwa. Keadaan dua pengawalnya lebih parah lagi, mereka terdesak hebat oleh para pengeroyoknya.

^_^

Untunglah di saat-saat genting itu muncul dua orang penunggang kuda di belakang mereka. Seorang pemuda tampan berusia sekitar dua belas tahun menunggang kuda warna hitam dan seorang lagi laki-laki berusia tigapuluhan tahun menunggang kuda warna coklat mengiringi di belakangnya. Ketika sudah dekat dengan arena pertempuran, tiba-tiba saja terdengar teriakan si anak muda.

“Berhenti!!. Hentikan perkelahian kalian!!”

Para penyamun tampak kaget dengan teriakan lantang itu dan melompat menjauhi  Raden Purwa beserta para pengawalnya yang sudah nampak keletihan. Si Ketua Penyamun nampak sangat marah pada perbuatan si anak muda:

“Hai kalian siapa? Berani-beraninya mengganggu Ki Codot Geni,  Si Penguasa Alas Roban!”

Si anak muda tampak tersenyum mendengar kata-kata Ki Codot Geni. Justru orang di sampingnya yang memperkenalkan si anak muda.

“Anak muda ini adalah Arya Penangsang!. Hamba Allah, Pemimpin para Ksatria Jipang. Musuh besar orang-orang Portugis dan Spanyol di lautan!. Pengikut setia para ulama dan tidak pernah ragu membela keadilan & kebenaran!”

Tubuh Raden Purwa tergetar hebat karena sangat terkejut. Rupanya anak muda ini adalah Pangeran muda dari Demak Bintoro yang sangat tersohor kepiawaiannya dalam strategi perang di lautan melawan para penjajah dari Eropa. Umurnya yang baru dua belas tahun membuatnya menjadi calon pemimpin masa depan yang dapat diandalkan Kesultanan Demak Bintoro untuk menjaga lautan Nusantara dari para penjelajah Eropa. Meriam-meriam Ksatria Jipang sangat ditakuti oleh para pelaut Portugis.

Nampak senapan tergantung di punggung anak muda itu, dan sebuah pedang berjuntai di pinggangnya. Kuda berwarna hitam itu pastilah Si Gagak Rimang yang tersohor ketrampilannya di medan tempur. Kemudian ingatannya melayang pada pertemuan yang diikutinya.

Raden Purwa baru ingat bahwa Pangeran ini adalah salah seorang barisan intelektual yang memperingatkan bahaya bagi perekonomian kerajaan-kerajaan di  Nusantara bila sampai terjadi monopoli dagang oleh orang-orang Eropa. Murid andalan Sunan Kudus ini menyerukan pada peserta pertemuan untuk lebih banyak membeli kapal-kapal dagang untuk mengimbangi agresivitas para pedagang dari Eropa. Dia juga sedang mengusahakan hubungan militer yang lebih dekat dengan Ottoman Empire untuk mendapatkan bantuan persenjataan berat berupa meriam-meriam dengan teknologi terbaru guna memperkuat benteng-benteng pertahanan dan kapal-kapal perang Demak Bintoro. 

Kebalikan dengan Raden Purwa yang dengan cepat mengenali ksatria muda belia itu, Ki Codot yang biasa hidup terisolir di hutan-hutan itu tidak pernah mendengar kebesaran nama Arya Penangsang sehingga diam tak bereaksi atas kata-kata yang didengarnya.

Namun seorang  anak buahnya yang nampak berpenampilan sedikit lebih rapi membisikkan sesuatu di telinganya. Sesaat kemudian tampak wajah Codot tegang, namun kemudian dia beberapa kali menelan ludah sambil berusaha untuk tampak tenang. Didorongnya anak buah yang baru saja membisikinya agar menjauh. Rupanya dia tak ingin anak buahnya yang lain terpengaruh akan kebesaran nama Arya Penangsang.

“Kanjeng Pangeran Arya Penangsang! Kata temanku ini kapal-kapal Jung Tuan sanggup menenggelamkan kapal-kapal perang Portugis yang dikenal sangat tangguh. Itu artinya Tuan adalah salah seorang panglima perang paling gagah perkasa di Nusantara! Tapi bagiku keperkasaan Kanjeng Pangeran hanya di lautan. Di Alas Roban ini Tuan harus tunduk pada perintah Ki Codot Geni!”

Berbeda dengan Ki Codot yang berusaha keras agar nampak tenang, para anak buahnya ternyata telah menjadi gelisah. Beberapa orang pengikutnya pernah mendengar nama Pangeran Muda yang kapal-kapal perangnya dikenal memiliki kemampuan memuntahkan bola-bola api untuk menenggelamkan kapal musuh. Mereka sangat takut para Ksatria Jipang akan datang membawa bola-bola api untuk memusnahkan gerombolan penyamun Alas Roban. Sementara Ki Codot yang melihat anak buahnya mulai ketakutan, memutuskan untuk secepatnya membereskan anak muda itu dengan pedangnya.

Melihat Codot mendekati dirinya dengan pedang terhunus, Arya Penangsang dengan sigap meraih senapan di punggungnya bersiap menghadapi Ketua Penyamun. Sejenak kemudian dia membidik sambil berteriak menyuruh Ki Codot untuk menghentikan langkahnya.  Namun Ki Codot justru berlari mendekati kuda Arya Penangsang sambil mengayun-ayunkan pedangnya. Gagak Rimang nampak gelisah siap menendang Ki Codot dengan kaki depannya, namun Arya Penangsang menenangkan dengan menekan punggung kuda perang itu.

DOOOOOR!!!

Terdengar letusan senapan Arya Penangsang yang menembak sambil tetap duduk di atas kudanya. Peluru senapan itu dengan jitu menghantam dada si Ketua Penyamun lima langkah sebelum pedangnya mencapai tubuh Arya Penangsang. Tubuhnya terbanting ke kiri, terguling-guling di tanah, kemudian diam tidak bergerak di atas jalanan yang berdebu.

Para pengikut Ki Codot yang tadinya sudah gelisah menjadi semakin ketakutan melihat nasib yang menimpa bosnya. Mereka buru-buru berlutut memohon ampun pada anak muda dan temannya itu. Mereka baru sekali ini melihat senjata api yang jarang dipergunakan para bangsawan di pedalaman. Mereka merasa tidak ada gunanya lagi melakukan perlawanan.

^_^

Arya Penangsang berpesan pada Raden Purwa untuk mengurus para perampok itu, sementara dirinya akan melanjutkan perjalanan menuju Giri Kedaton untuk membicarakan dengan para santri Pesantren Sunan Giri tentang strategi menghadapi penjelajah dari Eropa yang mulai marak kehadirannya di lautan Nusantara. Termasuk usaha mendatangkan para ahli meriam dari Istambul untuk melatih ketrampilan para pembuat meriam Demak Bintoro agar mampu melengkapi armada kapal-kapal Jung dengan meriam-meriam yang lebih jitu menembak sasaran (Undil-2012).

gambar diolah dari allempires

tags: kisah arya penangsang, Aryo Penangsang, jipang,demak bintoro, portugis, pahlawan,kapal jung, negara maritim, cerita sejarah

0 komentar:

Post a Comment