Kisah Kehancuran RW 14

Sepeninggal Pak Mujahidin, kondisi RW 14 berubah. Semuanya kacau balau. Sebelumnya hampir semua urusan dibereskan oleh pensiunan direktur sebuah pabrik sandal jepit itu. Dari mulai mengkoordinir satpam & petugas kebersihan, menagih iuran bulanan warga, hingga memperingatkan warga dan tamu yang dianggap mengganggu ketertiban. Banyak warga yang menyimpan kedongkolan pada Pak Mujahidin yang dianggap lebay karena terlalu tertib, teratur dan juga rajin menagih iuran. Namun mereka rata-rata tidak berani mengungkapkan karena sebagai sesepuh dia sangat dihormati.

 
Ada 24 satpam yang bertugas di RW 14, 8 orang bekerja di siang hari dan sisanya berjaga di malam hari. Mereka berjaga di jalan masuk masuk dan jalan keluar RW 14, juga berkeliling setiap jam untuk memastikan kemanan warga. Tamu yang keluar dan masuk tercatat dengan baik. Keamanan terkendali, hampir tidak ada kejahatan pencurian yang terjadi di RW 14. Jalan-jalan teraspal mulus dan taman-taman bersih terpelihara. Namun itu dulu sewaktu Pak Mujahidin masih ada.

Semuanya berubah sepeninggal Pak Mujahidin. Setelah dijabat ketua RW yang baru, beberapa warga yang bekerja di kota lain dan jarang menempati rumah di RW 14 mulai enggan membayar iuran. Mereka merasa jarang berada di rumah sehingga tak perlu membayar iuran. Ketua RW 14 yang baru merasa rikuh untuk menagihnya. Akibatnya dalam beberapa bulan beberapa warga lain yang tahu tentang hal itu mulai ikut-ikutan tidak membayar iuran bulanan.

Hanya dalam tiga bulan jumlah warga yang tidak bayar iuran telah membengkak. Pada saat harga BBM naik, semakin banyak warga yang berhenti membayar iuran karena merasa kebutuhan rumah tangga perlu lebih diprioritaskan dibanding iuran bulanan. Ketua RW 14 jadi pusing karena uang yang terkumpul tidak cukup lagi untuk membayar satpam dan petugas kebersihan, meskipun separo dari mereka telah diberhentikan dengan hormat.

Setelah beberapa bulan menomboki pembayaran tanpa ada kepastian mendapat uang pengganti, akhirnya dengan berat hati Pak RW memutuskan berhenti menyewa satpam dan petugas kebersihan. Dia mengumumkan dengan selebaran yang diselipkan ke pintu-pintu rumah warga bahwa pengurus RW14 mempersilahkan warga untuk membersihkan jalan di depan rumah masing-masing sekaligus mengamankan rumah masing-masing.

Enam bulan pertama tidak terjadi apa-apa setelah tidak ada satpam dan petugas kebersihan, meskipun kondisi taman menjadi kotor dan tidak terurus. Namun bulan-bulan berikutnya mulai terjadi pencurian kecil-kecilan di rumah warga. Sepatu dan sandal yang disimpan diluar rumah hilang di malam hari. Sepeda anak-anak juga raib hanya karena lupa dimasukkan ke dalam rumah. Kemudian mulai ada yang hilang motor, dan beberapa rumah kosong milik warga yang bekerja di luar kota dibobol pencuri. Sudah tak terhitung notebook yang raib digondol pencuri di siang bolong. Terakhir terjadi perampokan bersenjata di rumah warga.

Setelah kemanan tidak lagi kondusif, warga mulai memperkuat pagar rumah masing-masing. Jika dulu jarang sekali warga memasang pagar melebihi satu meter, kini hampir semua warga memasang pagar rumah lebih dari 2 meter tingginya lengkap dengan kawat berduri. Setiap rumah berlomba-lomba membangun "benteng" di rumah masing-masing.

Sejumlah warga di beberapa ruas jalan berinisiatif untuk patungan membayar dua sampai tiga orang satpam untuk berjaga khusus di sepanjang ruas jalan yang melintasi depan rumah mereka. Tentunya dengan biaya empat sampai lima kali lipat dari iuran yang dulu karena biaya satpam hanya ditanggung beberapa warga. Itupun bukan dengan satpam terlatih dan bersertifikat seperti dulu.

Kondisi jalan-jalan di RW 14 tidak lagi mulus. Lubang-lubang besar yang menganga karena aspal rusak akibat sering kebanjiran. Selokan mampet karena tidak ada petugas kebersihan. Air menggenang di kala hujan lebat. Taman-taman yang dulunya menjadi tempat bermain anak-anak berubah menjadi semak belukar yang seringkali dijadikan tempat nongkrong para pemabuk yang meresahkan warga. Semua itu membuat warga menjadi merindukan Pak Mujahidin yang mengelola RW 14 dengan disiplin tanpa kompromi. Sikap tegas Pak Mujahidin yang oleh sebagian warga dianggap berlebihan, ternyata bermanfaat bagi lingkungan mereka (undil-2013)

0 komentar:

Post a Comment