^_^
Adalah seorang perempuan jelita berusia duapuluh dua tahun bernama Anggraeni Paramarini, yang tinggal bersama
suaminya di sebuah kampung di lereng gunung. Keduanya sudah menikah
bertahun-tahun dan belum dikaruniai anak. Seminggu sekali Mbok Anggra pergi ke
gunung untuk memetik jamur, sebagian besar untuk dimakan sendiri, dan sisanya dijual
ke pasar. Tubuhnya yang tinggi dan ramping membuatnya lincah bergerak kala
berjalan di atas jalan setapak yang terjal. Suami Mbok Anggra bekerja di rumah,
mengurus peternakan bersama para pekerjanya. Dia adalah seorang yang banyak
akal, tetapi penakut. Suami Mbok Anggra tidak berani pergi ke gunung. Menurutnya
di sana masih ada macan dan raksasa penghuni gunung. Begitulah pemikirannya.
Makanya tempat paling jauh yang pernah dikunjungi adalah peternakan bebek di pinggir kampung
tempat bebek-bebek miliknya dikandangkan.
Pada suatu hari,
ketika Mbok Anggra sedang memetik jamur-jamur di gunung, muncullah seorang
raksasa yang bermaksud memakannya. Untunglah setelah melihat tubuh Mbok Anggra
yang kurus kering dia jadi kehilangan selera. Raksasa lalu bertanya apakah Mbok
Anggra memiliki anak. Setelah mendengar Mbok Anggra curcol tentang
dirinya yang belum punya anak, Si Raksasa memberikan segenggam biji timun pada
Mbok Anggra. Itu adalah biji-biji timun emas yang buahnya berfungsi sebagai
penyubur, baik bagi Mbok Anggra maupun suaminya. Enam belas tahun yang akan
datang Raksasa berjanji akan datang ke rumah Mbok Anggra untuk mengambil buah
istimewa dari biji-biji timun emas yang diberikannya.
Biji-biji timun
yang ditanam Mbok Anggra di halaman rumah ternyata cepat berbuah. Hanya dalam
beberapa bulan saja telah bergelantungan timun-timun yang berwarna keemasan.
Setelah rutin mengkonsumsi timun emas, Mbok Anggra berangsur bertambah cantik.
Kulitnya semakin bersih dan berwarna kuning keemasan. Badannya semakin berisi,
dan berat badannya proporsional, tidak lagi kurus kering. Rambutnya yang
kemerahan tumbuh semakin lebat dan tebal. Tubuhnya semakin bugar dan beraroma
wangi alami. Beberapa bulan kemudian Mbok Anggra hamil. Ketika lahir seorang
bayi perempuan yang lucu, diberi nama Timun Emas.
Bayi itu kemudian
tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang berbadan gempal, berkulit gelap,
bertubuh kuat dan lincah. Tidak seperti ibunya yang terkenal karena
kecantikannya yang mempesona, Timun Emas menjadi buah bibir penduduk kampung
karena sopan, ramah dan rajin membantu orangtuanya bekerja. Gadis itu dengan senang hati
ikut ibu-ibu tetangga menumbuk padi dan membuat tikar. Meskipun ayahnya terhitung
petani kaya di kampung, Timun Emas tak segan membantu para pekerja ayahnya
membersihkan kandang bebek dan memandikan kuda beban pengangkut telur. Tentu pergi ke gunung
mencari jejamuran bersama Ibunya adalah kegiatan favoritnya. Kebaikan budi Timun
Emas membuat dirinya menjadi calon menantu idaman bagi para orang tua di
kampungnya.
Tak terasa enam
belas tahun berlalu tatkala Raksasa datang. Dia datang untuk menagih buah
istimewa yang dulu dijanjikan. Mbok Anggra mempersilahkan Raksasa untuk
mengambil sendiri buah-buah timun sesuka hatinya. Namun Raksasa menolak, yang
dia maksud buah istimewa bukanlah buah ketimun, tetapi anak yang lahir dari
rahim Mbok Anggra. Tentu saja Mbok Anggra menolak permintaan Raksasa.
Menurutnya Timun emas adalah karunia Allah, bukan berasal dari biji-biji timun
milik raksasa. Namun Mbok Anggra berusaha menolak dengan halus. Soalnya tidak
mungkin dirinya berkelahi melawan raksasa. Dia juga tidak rela mengorbankan
suaminya untuk melawan raksasa. Lelaki itu kini bersembunyi ketakutan di kolong
tempat tidur. Dikatakannya agar Raksasa datang lagi minggu depan, karena
Timun Emas saat ini sedang berada di rumah neneknya.
Si Raksasa
diam-diam tertarik juga untuk memakan Mbok Anggra yang kini tubuhnya berisi,
tidak lagi kurus kering. Dia bermaksud memakan keduanya tatkala kembali lagi ke
rumah ini minggu depan. Si Raksasa menanyakan umur Mbok Anggra, dan bertanya
mengapa tubuhnya kini menjadi terlihat lebih bugar. Mbok Anggra menjawab
umurnya tiga puluh delapan tahun, dan mengatakan tubuhnya terasa lebih sehat
dan kuat setelah rajin mengkonsumsi buah timun emas yang tumbuh dari biji-biji
pemberian Raksasa. Si Raksasa tertawa mendengar jawaban Mbok Anggra, dikatakannya
benih timun emas miliknya memang jenis pilihan yang hanya dimiliki para
bangsawan Raksasa.
Suami Mbok Anggra
yang mendengarkan percakapan tersebut sambil meringkuk di kolong tempat tidur,
serta merta menjadi khawatir. Lelaki yang cerdik itu dapat dengan cepat
mengetahui maksud Raksasa dengan pertanyaan-pertanyaannya. Raksasa itu tentu
berhitung dengan umur semuda itu, daging Mbok Anggra masih cukup
empuk untuk dimakan. Dus, sekarang bukan hanya Timun Emas yang terancam, tapi
juga Mbok Anggra. Jika tidak dimakan, setidaknya Mbok Anggra yang kini
jauh lebih mempesona dibanding enam belas tahun lalu itu akan dikurung laksana
binatang peliharaan untuk kelangenan. Ibarat ayam hutan untuk dinikmati
keindahan bulu-bulu dan suaranya. Istrinya saat ini sedang cantik-cantiknya
tentu membuat Raksasa tergoda untuk mengganti burung merak peliharaannya dengan
makhluk yang jauh lebih indah. Lelaki itu berpikir keras untuk menyelamatkan
dua orang belahan jiwanya itu.
Sekalipun lebih banyak tinggal di rumah, suami Mbok Anggra terkenal di seluruh negeri karena pengetahuannya tentang ilmu pertanian, terutama dalam hal peternakan bebek. Mas Wagenugraha adalah seorang ilmuwan biologi ternama di Madrasah Tinggi di Tuban yang selalu mengirimkan murid-muridnya yang hendak belajar ilmu pertanian ke peternakan bebek milik suami Mbok Anggra. Penyebabnya adalah disamping ketrampilan bertani yang mumpuni, suami Mbok Anggra juga menguasai Bahasa Melayu yang merupakan bahasa pergaulan di nusantara sehingga murid-murid Mas Wagenugraha yang berasal dari berbagai bangsa bisa berkomunikasi dengannya. Di saat yang genting ini, Suami Mbok Anggra teringat seorang muridnya yang masih berada di peternakan bebek, barangkali dia bisa membantunya melawan Raksasa.
Sekalipun lebih banyak tinggal di rumah, suami Mbok Anggra terkenal di seluruh negeri karena pengetahuannya tentang ilmu pertanian, terutama dalam hal peternakan bebek. Mas Wagenugraha adalah seorang ilmuwan biologi ternama di Madrasah Tinggi di Tuban yang selalu mengirimkan murid-muridnya yang hendak belajar ilmu pertanian ke peternakan bebek milik suami Mbok Anggra. Penyebabnya adalah disamping ketrampilan bertani yang mumpuni, suami Mbok Anggra juga menguasai Bahasa Melayu yang merupakan bahasa pergaulan di nusantara sehingga murid-murid Mas Wagenugraha yang berasal dari berbagai bangsa bisa berkomunikasi dengannya. Di saat yang genting ini, Suami Mbok Anggra teringat seorang muridnya yang masih berada di peternakan bebek, barangkali dia bisa membantunya melawan Raksasa.
^_^
Saat Timun Emas
pulang dari rumah neneknya, Mbok Anggra menceritakan kedatangan Si Raksasa ke
rumah mereka. Mendengar kelakuan Si Raksasa, Timun Emas merasa geram. Dia sama
sekali tidak gentar bertempur melawan Raksasa. Timun Emas adalah seorang
pemanah ulung yang bidikannya tidak pernah meleset. Dia bermaksud membuat
perhitungan jika Si Raksasa berani datang kembali ke rumahnya. Biarlah anak
panahku memberi pelajaran kepada Raksasa yang jahat. Begitulah darah muda Timun
Emas bergolak mendengar kesewenang-wenangan Si Raksasa.
Namun Mbok Anggra
memberi pengertian kepada Timun Emas bahwa Raksasa tidak mungkin dihadapi
secara perkelahian terbuka. Mereka hanya bisa menang jika menggunakan strategi,
bukan emosi. Sebaiknya Timun Emas menunggu strategi yang akan disusun ayahnya
yang sangat memahami sifat-sifat seorang raksasa. Begitulah
ternyata butuh waktu berhari-hari untuk menyusun strategi. Di saat sedang
berpikir keras mengerahkan semua kecerdikannya, tiba-tiba Ayah Timun Emas
teringat sesuatu. Enam tahun yang lalu rumah ini pernah menjadi tempat menginap
Mas Wagenugraha, ilmuwan kenamaan yang waktu itu sedang membuat koleksi
herbarium dari tumbuh-tumbuhan yang ada di gunung. Ketika Ayah Timun Emas minta
maaf karena tidak bisa menemani Mas Wagenugraha mengumpulkan koleksi tanaman di
gunung, karena takut pada raksasa dan binatang buas, ilmuwan ternama itu
membesarkan hatinya, lalu membekalinya dengan empat buah kotak.
Kotak pertama
berisi biji-biji mentimun mutan yang bisa tumbuh lebih cepat dan batangnya
lebih liat dari rotan. Kotak kedua adalah benih-benih mawar rekombinan yang
tumbuh secepat kilat dan duri-durinya lebih tajam dari mata tombak. Kotak
ketiga berisi serbuk putih seperti garam yang akan membuat lapisan sabun di
permukaan tanah. Kotak keempat berisi bubuk volkano yang menimbulkan kolam
lumpur buatan. Mas Wagenugara berpesan, jika suatu saat dikejar raksasa, maka
taburkanlah isi kotak ke atas tanah satu per satu. Jika satu kotak gagal, baru
ditaburkan kotak yang lain. Dimulai dari kotak pertama dan diakhiri dengan
kotak keempat. Mas Wagenugraha mewanti-wanti agar kotak itu hanya digunakan
dalam keadaan genting saja.
Akhirnya disusunlah sebuah strategi menaklukkan raksasa dengan berbekal keempat
kotak itu. Menurut Ayah Timun Emas, hanya di jalan gunung yang terjal, Timun
Emas dapat mengimbangi kecepatan lari Raksasa. Selanjutnya Ayah Timun Emas memberikan petunjuk rinci apa yang harus dilakukan Timun Emas, termasuk cara menggunakan barang-barang yang ada di sekitar pada keadaan genting. Ayah Timun Emas juga mengatakan bahwa Raksasa selalu membawa kantong yang berisi kapak, cangkul dan sapulidi. Namun ada satu kelemahan raksasa yang membuatnya gampang dikalahkan. Dia adalah seorang yang tinggi hati. Raksasa selalu membuang barang-barangnya jika diejek bahwa sebagai bangsawan raksasa dia tak pantas membawa barang-barang seperti itu. Timun Emas harus memastikan pada saat isi kotak keempat ditaburkan, Si raksasa sudah membuang barangnya yang terakhir.
Malam harinya,
Suami Mbok Anggra berkata bahwa sebaiknya istrinya menemani Timun Emas
menghadapi Raksasa. Dia tidak mengatakan bahwa Si Raksasa akan memakan istrinya
bila tetap berada di rumah, karena khawatir istrinya menjadi panik, dan tidak
bisa berpikir jernih. Maka Si Suami hanya berkata pergilah ke gunung bersama
Timun Emas, dan lakukan strategi yang telah disusunnya. Mbok Anggra setuju
dengan perkataan suaminya. Dia juga tidak tega menyuruh suaminya ke gunung.
Lelaki itu akan langsung jatuh pingsan ketakutan pada detik pertama bertemu
muka dengan Raksasa.
Tepat seminggu
setelah kedatangan yang pertama, Sang Raksasa muncul lagi. Dia kembali menagih
Timun Emas untuk dimakan. Diam-diam Si Raksasa juga telah menyiapkan sebuah
sangkar emas yang digantung di teras rumahnya untuk memelihara Mbok Anggra.
Dia terpesona akan keindahan Mbok Anggra yang jauh lebih jelita dibanding saat
ditemuinya enambelas tahun silam, dan bermaksud memeliharanya sebagai pengganti
burung merak yang dilepaskannya tadi pagi.
Sementara itu Suami Mbok Anggra yang bertugas menyampaikan pesan kepada Raksasa bahwa Timun Emas dan Mbok Anggra telah menunggu di gunung -- malahan bersembunyi di lumbung padi. Dia memilih memberi pesan tertulis karena terlalu takut untuk bercakap-cakap secara langsung. Ditulisnya sebuah pesan dan ditempelkannya di pintu rumah. Sengaja dipilihnya kata-kata yang membangkitkan kemarahan agar Si Raksasa menjadi gelap mata dan kurang waspada terhadap strategi yang telah disusunnya. Beginilah isi pesannya.
Sementara itu Suami Mbok Anggra yang bertugas menyampaikan pesan kepada Raksasa bahwa Timun Emas dan Mbok Anggra telah menunggu di gunung -- malahan bersembunyi di lumbung padi. Dia memilih memberi pesan tertulis karena terlalu takut untuk bercakap-cakap secara langsung. Ditulisnya sebuah pesan dan ditempelkannya di pintu rumah. Sengaja dipilihnya kata-kata yang membangkitkan kemarahan agar Si Raksasa menjadi gelap mata dan kurang waspada terhadap strategi yang telah disusunnya. Beginilah isi pesannya.
TIDAK ADA YANG
GRATIS UNTUK SESUATU YANG ISTIMEWA. TIMUN EMAS MENUNGGUMU DI GUNUNG.
KEJARLAH DAKU JIKA ENGKAU INGIN MEMILIKIKU
Setelah membaca
pesan yang tertempel di pintu rumah, wajah Raksasa nampak merah padam, giginya
gemeretak penuh emosi, tiba-tiba ditendangnya pintu rumah hingga hancur
berantakan. Setelah dilihatnya di dalam rumah tidak ada penghuninya, buru-buru
Raksasa berlari ke arah gunung sambil berteriak-teriak memanggil-manggil Timun Emas.
Mendengar teriakan kemarahan Si Raksasa yang terdengar begitu dekat, Suami Mbok
Anggra jatuh pingsan karena ketakutan. Namun diam-diam Si Suami sebelumnya
telah minta bantuan Pangeran Kamandaka, murid Mas Wagenugraha yang saat ini
tengah belajar Ilmu Pertanian di peternakan bebek untuk membantunya melawan Raksasa.
^_^
Ketika tubuh
Raksasa yang besar terlihat berlari ke arahnya, Timun Emas dan Mbok Anggra
buru-buru berlari menaiki gunung. Saat jarak Raksasa sudah semakin dekat,
Timun Emas membuka kotak pertama dan menaburkan biji-biji timun. Dalam
beberapa menit muncullah tanaman ketimun yang tumbuh cepat dan lebat membelit
kaki Raksasa. Saking kuatnya belitan tanaman ketimun hingga Raksasa jatuh
terjerembab ke tanah dan sulit bergerak. Raksasa baru berhasil lepas dari
belitan tanaman ketimun ketika mengeluarkan kapaknya yang tajam untuk memotong
habis batang-batang ketimun. Ketika Raksasa telah lepas dari belitan tanaman ketimun, Timun Emas cepat-cepat meneriakkan kata-kata bahwa raksasa sebagai seorang bangsawan tidak pantas membawa-bawa kapak seperti pencari kayu. Serta merta Si Raksasa membuang kapaknya.
Raksasa kembali
mengejar Timun Emas dan Mbok Anggra. Kali ini Timun Emas membuka kotak kedua
yang berisi benih mawar dan menaburkannya. Segera saja tebing yang curam itu
ditumbuhi mawar berduri yang tumbuh sangat lebat bak hutan belantara. Kaki-kaki
Raksasa berdarah-darah tatkala mencoba menembusnya. Darah mengalir deras dari
telapak kakinya akibat menginjak duri-duri mawar yang tajam. Namun akhirnya
Raksasa mengeluarkan cangkul dan merusak habis belantara mawar hingga ke
akar-akarnya. Melihat musuhnya berhasil membabat habis hutan belantara mawar, Timun Emas dengan suaranya yang melengking tinggi mengatakan bahwa hanya raksasa tukang kebun yang layak membawa-bawa cangkul kemana-mana. Raksasa hanya menatap Timun emas tak berkedip. Rupanya dia tidak ingin kehillangan senjatanya yang kedua.
Mbok Anggra segera sadar bahwa lidah Timun Emas masih kaku, tidak cukup kuat untuk memancing kemarahan Raksasa. Anak itu belum cakap dalam berkata-kata. Maka Mbok Anggra meneriakkan kata-kata susulan yang lebih tajam untuk memancing kemarahan Raksasa.
"Hai Raksasa terhina. Kalau mau nyangkul jangan disini, di kandang bebekku saja. Banyak tahi bebek yang perlu dipendam ke tanah agar menjadi kompos. Jangan khawatir, aku pasti bayar kau dengan sarung bekas yang bisa kamu jahit jadi baju dan celana!"
Raksasa bukan main marahnya dijanjikan akan diberi sarung bekas, sedang dirinya adalah seorang kaya raya yang punya segudang kain di rumahnya. Tanpa banyak ba bi bu lagi, Si Raksasa langsung membuang cangkulnya. Mbok Anggra lega, Si Raksasa ternyata masih cepat naik pitam seperti yang digambarkan suaminya.
Mbok Anggra segera sadar bahwa lidah Timun Emas masih kaku, tidak cukup kuat untuk memancing kemarahan Raksasa. Anak itu belum cakap dalam berkata-kata. Maka Mbok Anggra meneriakkan kata-kata susulan yang lebih tajam untuk memancing kemarahan Raksasa.
"Hai Raksasa terhina. Kalau mau nyangkul jangan disini, di kandang bebekku saja. Banyak tahi bebek yang perlu dipendam ke tanah agar menjadi kompos. Jangan khawatir, aku pasti bayar kau dengan sarung bekas yang bisa kamu jahit jadi baju dan celana!"
Raksasa bukan main marahnya dijanjikan akan diberi sarung bekas, sedang dirinya adalah seorang kaya raya yang punya segudang kain di rumahnya. Tanpa banyak ba bi bu lagi, Si Raksasa langsung membuang cangkulnya. Mbok Anggra lega, Si Raksasa ternyata masih cepat naik pitam seperti yang digambarkan suaminya.
Ibu dan anak melanjutkan pelariannya menuju puncak gunung. Raksasa berlari kesetanan mendekati Timun Emas yang terus menggandeng ibunya melalui jalanan yang terjal itu. Saat Raksasa semakin dekat, Timun Emas membuka kotak ketiga yang berisi garam. Ditaburkannya garam
itu, dan mendadak tanah yang ditaburi menjadi licin. Tercipta lapangan
sabun yang licin sekali hingga Raksasa berkali-kali jatuh terjerembab. Mukanya
babak belur dan berlepotan sabun. Badannya lebam-lebam akibat terbanting ke
tanah. Namun kemudian Raksasa mengeluarkan sebuah sapulidi berukuran raksasa, dan
dengan cekatan membersihkan lapisan sabun yang menyelimuti tanah. Dalam waktu singkat lapangan sabun telah bersih oleh sapu raksasa.
Melihat Si Raksasa telah mengeluarkan senjata terakhirnya, Timun Emas berusaha untuk kembali mengejeknya. Kali ini dia berteriak bahwa hanya raksasa pembawa sapu yang menenteng sapu kemana-mana. Raksasa nampak marah oleh kata-kata Timun Emas, namun dia tidak segera membuang sapunya. Nampaknya dia ragu-ragu karena takut Si Timun Emas masih memiliki kotak lain yang sulit dihadapi tanpa sapulidinya. Namun keraguan Si Raksasa dengan cepat dapat ditangkap oleh Mbok Anggra. Maka dia memutuskan untuk membujuk Raksasa agar mau membuang sapulidinya.
"Hai Raksasa bangsawan nan mulia!. Sepantasnya tuan membawa tongkat emas, bukan sapulidi!. Tidak takutkan tuan akan dicatat dalam sejarah telah mengejar-ngejar Timun Emas sambil menenteng sapulidi. Apa tuan tidak takut dikira mau menawarkan jasa menyapu kandang bebek Timun Emas?"
Mendengar kata-kata itu, Si Raksasa menjadi bimbang. Namun kemudian terlintas dalam benaknya untuk menggunakan sapunya guna menjatuhkan musuh. Sekali mendayung dua pulau terlampaui. Sekali lempar sapulidi, dia bisa menjatuhkan lawan sekaligus lepas dari julukan Raksasa pembawa sapu. Tanpa pikir panjang lagi dia berteriak lantang sambil melemparkan sapulidi ke arah Mbok Anggra. Sejenak Mbok Anggra terpaku melihat sapu meluncur ke arahnya. Namun Timun Emas yang tetap waspada, dengan gesit menyambar tubuh ibunya, dipondongnya, dan diangkatnya ke samping sesaat sebelum gagang sapu menyambar. Berkat tubuhnya yang gempal dan kuat, Timun Emas dengan mudah dapat menggendong tubuh Ibunya sembari meloncat sehingga selamat dari terjangan sapu.
Diam-diam Timun Emas kagum dengan keluwesan ibunya dalam membujuk Raksasa untuk membuang sapulidinya. Sesuatu yang belum mampu dilakukannya. Namun Timun Emas lebih kagum lagi kepada kemampuan ayahnya memanfaatkan pengetahuan tentang karakter Raksasa untuk memenangkan pertarungan. Hanya dengan sedikit ejekan, Si Raksasa membuang senjata-senjata andalannya, persis seperti kata-kata ayahnya. Sungguh ayahnya seorang ahli strategi perang yang jenius. Seandainya bukan seorang penakut, tentu ayahnya bisa menjadi seorang panglima perang yang disegani kawan dan lawan.
"Hai Raksasa bangsawan nan mulia!. Sepantasnya tuan membawa tongkat emas, bukan sapulidi!. Tidak takutkan tuan akan dicatat dalam sejarah telah mengejar-ngejar Timun Emas sambil menenteng sapulidi. Apa tuan tidak takut dikira mau menawarkan jasa menyapu kandang bebek Timun Emas?"
Mendengar kata-kata itu, Si Raksasa menjadi bimbang. Namun kemudian terlintas dalam benaknya untuk menggunakan sapunya guna menjatuhkan musuh. Sekali mendayung dua pulau terlampaui. Sekali lempar sapulidi, dia bisa menjatuhkan lawan sekaligus lepas dari julukan Raksasa pembawa sapu. Tanpa pikir panjang lagi dia berteriak lantang sambil melemparkan sapulidi ke arah Mbok Anggra. Sejenak Mbok Anggra terpaku melihat sapu meluncur ke arahnya. Namun Timun Emas yang tetap waspada, dengan gesit menyambar tubuh ibunya, dipondongnya, dan diangkatnya ke samping sesaat sebelum gagang sapu menyambar. Berkat tubuhnya yang gempal dan kuat, Timun Emas dengan mudah dapat menggendong tubuh Ibunya sembari meloncat sehingga selamat dari terjangan sapu.
Diam-diam Timun Emas kagum dengan keluwesan ibunya dalam membujuk Raksasa untuk membuang sapulidinya. Sesuatu yang belum mampu dilakukannya. Namun Timun Emas lebih kagum lagi kepada kemampuan ayahnya memanfaatkan pengetahuan tentang karakter Raksasa untuk memenangkan pertarungan. Hanya dengan sedikit ejekan, Si Raksasa membuang senjata-senjata andalannya, persis seperti kata-kata ayahnya. Sungguh ayahnya seorang ahli strategi perang yang jenius. Seandainya bukan seorang penakut, tentu ayahnya bisa menjadi seorang panglima perang yang disegani kawan dan lawan.
Si Raksasa kembali mengejar Timun Emas yang kini
berlari sambil menggendong ibunya. Sadar bahwa Raksasa sudah tidak memiliki kapak, cangkul dan sapulidi, Timun Emas meminta ibunya untuk menebarkan isi kotak keempat, sesuai strategi ayahnya. Kini Raksasa tidak memiliki alat yang bisa membantunya keluar dari petaka kotak keempat. Mbok Anggra
yang berada dalam gendongan Timun Emas, dapat dengan leluasa menaburkan isi
kotak keempat sesuai permintaan Timun Emas. Bubuk volkano yang disebarkan dari kotak
keempat membuat tanah menjadi gembur dan berlumpur. Terciptalah kubangan lumpur
yang luas di belakang Timun Emas yang terus berlari kencang. Raksasa telah gelap mata, terus mengejar Timun Emas tanpa perhitungan. Tak ayal dia terperosok ke dalam lumpur. Namun dia tidak peduli, dan
terus berlari penuh percaya diri.
Mula-mula Raksasa tenggelam sebatas kakinya, kemudian sebatas perutnya, lalu dadanya. Namun Si Raksasa tidak mau menyerah. Dengan sisa-sisa tenaganya yang telah terkuras, dia mencoba berenang menyeberangi lumpur. Ketika Raksasa sudah hampir berhasil menyeberangi kubangan lumpur, Timun Emas dan Mbok Anggra bermaksud mengambil sapu yang tadi dilempar Si Raksasa. Ayahnya mengajarkan bahwa dalam keadaan kritis, Timun Emas harus memanfaatkan barang-barang yang ada di sekitar untuk melawan Raksasa.
Mula-mula Raksasa tenggelam sebatas kakinya, kemudian sebatas perutnya, lalu dadanya. Namun Si Raksasa tidak mau menyerah. Dengan sisa-sisa tenaganya yang telah terkuras, dia mencoba berenang menyeberangi lumpur. Ketika Raksasa sudah hampir berhasil menyeberangi kubangan lumpur, Timun Emas dan Mbok Anggra bermaksud mengambil sapu yang tadi dilempar Si Raksasa. Ayahnya mengajarkan bahwa dalam keadaan kritis, Timun Emas harus memanfaatkan barang-barang yang ada di sekitar untuk melawan Raksasa.
Dengan susah payah
keduanya berusaha mengangkat sapu raksasa dengan kedua tangan. Tapi ternyata
tidak kuat. Untunglah pada saat yang genting itu muncul Pangeran Kamandaka bersama
puluhan penduduk kampung. Mereka dengan senang hati mau diajak ke gunung oleh
Pangeran Kamandaka setelah tahu bahwa Timun Emas dalam bahaya. Pangeran Kamandaka adalah seorang orator ulung yang mampu menggerakkan para pendengarnya untuk berbuat sesuatu. Makanya dalam waktu singkat dia bisa mengumpulkan orang untuk membantu Timun Emas menaklukkan raksasa.
Para penduduk kampung beramai-ramai membantu Timun Emas dan ibunya mengangkat sapu, dan kemudian mereka menggunakan gagang sapu untuk memukuli kepala Raksasa. "Sik sik sik" begitulah gagang sapu itu dipukulkan bertubi-tubi oleh puluhan orang ke kepala Raksasa. Walaupun awalnya terasa geli, ternyata lama-lama gebukan sapu membuat kepala Si Raksasa merasa pening. Dunia mulai terasa berputar, tak bisa lagi membedakan mana langit mana lumpur. Namun Raksasa masih mampu mengapung di permukaan lumpur. Akhirnya Timun Emas mengeluarkan busur panah, duduk bersila dan membidik. Lalu meluncurlah serentetan anak panah menghantam kepala Si Raksasa. Hujan anak panah Timun Emas berhasil menyusutkan tenaga Si Raksasa. Dia tak sanggup lagi mengambang di permukaan lumpur, lalu pelan-pelan tubuhnya tenggelam ditelan bumi.
Para penduduk kampung beramai-ramai membantu Timun Emas dan ibunya mengangkat sapu, dan kemudian mereka menggunakan gagang sapu untuk memukuli kepala Raksasa. "Sik sik sik" begitulah gagang sapu itu dipukulkan bertubi-tubi oleh puluhan orang ke kepala Raksasa. Walaupun awalnya terasa geli, ternyata lama-lama gebukan sapu membuat kepala Si Raksasa merasa pening. Dunia mulai terasa berputar, tak bisa lagi membedakan mana langit mana lumpur. Namun Raksasa masih mampu mengapung di permukaan lumpur. Akhirnya Timun Emas mengeluarkan busur panah, duduk bersila dan membidik. Lalu meluncurlah serentetan anak panah menghantam kepala Si Raksasa. Hujan anak panah Timun Emas berhasil menyusutkan tenaga Si Raksasa. Dia tak sanggup lagi mengambang di permukaan lumpur, lalu pelan-pelan tubuhnya tenggelam ditelan bumi.
Timun Emas, Mbok Anggra
dan penduduk kampung lega setelah melihat hilangnya tubuh Raksasa dari penglihatan. Diam-diam Timun Emas sangat mengagumi kecantikan ibunya yang terlihat
begitu jelas saat berada dalam gendongannya. Dirinya serasa sedang menggendong
bidadari yang turun dari surga. Sementara Ibunya sangat bangga dengan kegesitan
Timun Emas yang mampu mengimbangi kekuatan Si Raksasa. Ketabahan Timun Emas menempuh beragam kesulitan saat menghadapi Raksasa menunjukkan bahwa jiwa si anak remaja telah matang
dan tidak lagi bersandar kepada orangtuanya. Diam-diam Ibu dan anak itu saling mengagumi.
Sejenak kemudian
Mbok Anggra teringat pada suaminya, maka dia buru-buru mengajak Timun Emas
pulang ke rumah karena mengkhawatirkan keselamatan suaminya. Sesampai di rumah
mereka lega melihat hanya pintu rumah saja yang dirusak Raksasa. Timun Emas
mendekat ke lumbung padi tempat ayahnya bersembunyi dan mengabarkan bahwa Sang
Raksasa telah dikalahkan. Dikatakannya Sang Ayah jangan takut lagi, karena
Raksasa sudah tidak ada. Mendengar penjelasan itu Sang Ayah keluar dari
tempat persembunyian dengan muka cerah. Setahun kemudian Pangeran Kamandaka
melangsungkan pernikahan dengan Timun Emas. Rupanya Sang Pangeran telah
terpikat oleh perilaku Timun Emas yang menawan hati. Sejak saat itu dua pasang
suami istri itu hidup bahagia di kampung di kaki gunung, yang kemudian
berkembang menjadi pusat peternakan bebek yang terkenal di seluruh negeri (Undil 24 Nopember 2013)
Bacaan: ceritarakyattimunemas
Gambar diambil dari risingstarcostumes
Catatan akhir:
Kekalahan Si Raksasa sebagian besar disumbang oleh sifatnya yang tinggi hati, gampang terbakar emosi dan mudah besar kepala ketika dipuji.
Mbok Anggra adalah seorang jelita nan mempesona, dan luwes, mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan di sekelilingnya. Sedangkan Timun Emas walaupun berwajah biasa saja, tak kalah mempesona dari ibunya karena kepribadiannya yang menawan. Timun Emas bukanlah seorang gadis yang lemah dan menyerah terhadap tantangan kehidupan, dia adalah seorang gadis yang suka menolong, tangguh, gesit dan sanggup berjuang menghadapi masalah dalam kehidupan. Penduduk Desa tergerak menolong Timun emas dan ibunya karena tingkah laku Timun Emas yang membuat mereka senang bergaul dengannya.
Suami Mbok Anggra sekalipun seorang penakut, dia adalah ahli peternakan yang mumpuni sekaligus seorang ahli strategi brillian dibalik kemenangan Timun Emas.
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
ReplyDeleteDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny