Kampung Pengundang Ular (1)



Kampung Para Pengundang Ular :. Dark age

Alkisah di sebuah kampung setelah melalui perdebatan seru
akhirnya kepala kampung memutuskan ular-ular












diperbolehkan memasuki kampung dengan alasan mereka
juga punya hak untuk hidup di tanah-tanah yang berada di
lingkungan pemukiman penduduk. Mereka bebas untuk
hidup di dalam kampung dan memakan tikus-tikus yang
bersembunyi di dalam lumbung-lumbung padi para petani.

Alhasil argumen para penentang bahwa ular-ular itu sangat
membahayakan bagi orang-orang kampung, terutama bagi
anak-anak dibawah umur yang belum mengerti begitu
berbahaya-nya bisa ular--- ditolak--- karena dianggap
mengada-ada. Lebih baik setiap keluarga mendidik anak-
anak mereka agar berhati-hati bila bermain di tempat-tempat
yang sering disambangi ular daripada mengekang kebebasan
para ular.


“Bukan saatnya lagi main larang-larangan. Sekarang bukan
jaman kuda gigit besi. Setiap orang bebas melakukan apa saja
sepanjang tidak merugikan orang lain. Bukan masanya lagi
kampung mengurusi urusan pribadi penduduknya. Anda
boleh menyukai ular atau membencinya. Namun anda harus
bersedia menerima kehadiran ular disekitar kita. Bentengi
keluarga anda dengan pengetahuan tentang ular sehingga
tidak akan menjadi korban gigitan ular".

"Omong kosong kalau ular itu berbahaya. Lebih berbahaya orang-
orang yang suka mencuri beras dari lumbung petani. Lebih
berbahaya hama-hama yang menyerang tanaman padi. Lebih
berbahaya orang yang sengaja memberi pinjaman berbunga
tinggi pada petani untuk mengambil alih kepemilikan sawah.
Bereskan hal-hal tersebut terlebih dahulu sebelum teriak-teriak
menentang kehadiran ular”. Begitulah ketua kampung berorasi
pada saat acara pengguntingan pita yang manandai hadirnya
para ular.

^_^

Pada awalnya penduduk kampung sangat senang dengan
hadirnya ular-ular di rumah mereka. Tikus-tikus di lumbung
padi habis disantap binatang melata tersebut. Demikian juga
dapur-dapur penduduk terbebas dari gangguan tikus dimalam
hari. Tidur mereka juga lebih nyenyak karena tak ada lagi
bunyi berisik para tikus bekejar-kejaran di plafon rumah.

Para ular membuat tikus stress karena dikejar-kejar sampai
ke liang-liang rahasia di saluran pembuangan air sehingga
mereka terpaksa menenangkan diri dengan mengungsi ke
hutan-hutan. Saking semangatnya para ular, burung-burung
yang suka menyantap gabah yang sedang dijemur petani-pun
jauh berkurang karena dijadikan semacam menu pendamping
tikus.

Sampai suatu hari seorang bayi tewas digigit ular weling saat
ditinggal ibunya menyabit rumput di kebun. Kontan
terjadilah perdebatan seru antar pendukung dan penentang
kehadiran ular. Kali ini para pendukung ular kembali
memenangkan pemungutan suara di Balai Kampung setelah
sukses menyalahkan si Ibu yang meletakkan bayi -nya secara
sembarangan di bawah pohon kelapa.


“Seharusnya bayi diletakkan di dalam rumah bukan ditaruh-
taruh di halaman. Bukan hanya ular yang membahayakan.
Bisa saja si bayi dimakan anjing atau kucing bahkan bisa
mati karena kejatuhan kelapa” begitulah kata-kata pamungkas
yang mampu meyakinkan para tokoh kampung untuk kembali
mendukung keberadaan ular.

Bulan-bulan berikutnya korban-korban kembali berjatuhan.
Ada anak yang digigit ular saat memanjat pohon mangga.
Beberapa ibu-ibu juga digigit ular saat sedang
membersihkan kebun dari ilalang. Yang paling tragis adalah
peristiwa seorang bayi yang ditelan bulat-bulat seekor ular
sanca raksasa saat ditinggal ibunya mencuci di sungai.


Untuk peristiwa terakhir ini si Ibu disalahkan karena
meninggalkan bayi di tepi sungai yang dianggap berbahaya.
Si bayi bisa tewas karena hanyut. Lagipula mencuci di sungai
adalah kegiatan yang sudah dinyatakan terlarang sejak beberapa
tahun silam. Pendeknya pendukung kebebasan ular kembali
meraih kemenangan. Bahkan si ibu yang malang dihukum
denda karena melakukan kelalaian yang menyebabkan
kematian anaknya.

^_^

Namun semuanya berubah 180 derajad setelah anak tunggal
kepala kampung tewas digigit ular saat menendang-nendang
kepala seekor cobra. Selama berhari-hari kepala kampung
termenung menyesali peristiwa yang menimpanya.
Bagaimana mungkin anak yang setiap hari diberitahu untuk
tidak bermain-main dengan ular telah melanggar
larangannya. Hanya karena si anak penasaran setiap hari
melihat di halaman rumahnya berkeliaran seekor kobra yang
kepalanya bisa berdiri dan mengembang. Larangan yang
diberikannya, kalah oleh rasa ingin tahu yang menguasai
anaknya.

Barangsiapa mengundang ular ke dalam rumah
untuk memangsa tikus-tikus pemakan beras,
dia juga harus rela bila si ular menggigit mati anaknya.
Karena anak suka bermain dan
ular suka menggigit bila dipermainkan.
Itu adalah sifat alami kedua makhluk ciptaan Tuhan.


Seminggu setelah kematian anaknya --- setiap hari ketua
kampung berkelana dari rumah ke rumah. Berdiri di depan
pintu sambil meneriakkan kata-kata tersebut. Sepuluh tahun
lamanya si ketua berkelana dari kampung ke kampung, dari
kota ke kota untuk meneriakkan puisinya. Tak banyak orang
yang tahu maksud puisi tersebut sampai berita tewasnya anak
si ketua tersebar luas ke seluruh negeri. Kini orang menjadi
sadar bahwa si ketua ingin menebus kesalahannya dengan
mengajarkan pengalaman pahit yang menimpa dirinya.
Penyair dari kampung pengundang ular adalah julukan yang
diberikan oleh orang-orang di seluruh penjuru negeri.
(jl makmur 14 bandung)

0 komentar:

Post a Comment