Biopori Against Kanal Banjir dan Kekeringan

Aku adalah salah satu orang yang tidak sependapat dengan proyek kanal banjir di Jakarta (juga kalau ada proyek serupa di Bandung). Karena menurutku spirit dari proyek itu adalah mengalirkan air secepatnya ke laut. Padahal air hujan adalah anugrah Tuhan untuk manusia yang seharusnya disimpan di dalam tanah. 

Seperti yang terjadi pada masa lalu dimana rumah-rumah memiliki halaman yang luas, air hujan akan terserap ke dalam tanah dan menjadi cadangan air di musim kemarau. Atau seperti yang terjadi di hutan hujan tropis, dimana keberadaan pohon-pohon besar membantu air terserap ke dalam tanah, sehingga persediaan air tanah akan melimpah ruah.

Proyek kanal banjir yang konon telah dirancang sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda nampaknya sudah ketinggalan jaman, tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini dimana penduduk sering kesulitan mendapatkan air bersih. 

Aku lebih setuju dengan proyek pembuatan sumur resapan dan penanaman pepohonan untuk menahan air agar tetap berada di dalam tanah dan tidak terbuang percuma ke laut. Dengan adanya persediaan air di dalam tanah, kelak pada musim kemarau diharapkan tidak akan terjadi kesulitan air bersih .

^_^

Baru-baru ini aku menemukan informasi menarik tentang metode alternatif untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah. Aku mendapatkannya dari transkrip wawancara wartawan Republika dengan Kamir Raziudin Brata, peneliti IPB yang memperkenalkan teknologi yang disebut biopori. Biopori adalah teknologi alternatif penyerapan air hujan selain dengan sumur resapan. Istilah beken untuk biopori adalah istana cacing, walaupun sebenarnya penghuni biopori bukan hanya cacing saja.

Teknologinya sederhana, cukup dengan membuat lubang di dalam tanah dengan kedalaman sekitar 1 meter dan diameter kurang lebih 10 cm, kemudian sampah-sampah organik dimasukkan kedalamnya untuk memancing binatang-binatang, semut, cacing atau rayap masuk dan membuat biopori berupa terowongan-terowongan kecil sehingga air cepat meresap. Karenanya walaupun air tekumpul disitu, kondisinya tidak jenuh air yang berarti air cukup, udara cukup, dan makanan tercukupi dari sampah -- yang juga menyebabkan sampah tidak menyebarkan bau. Untuk mencegah orang terperosok, biopori dapat dilengkapi dengan jaring kawat pengaman.

Biopori membuat keseimbangan alam terjaga, sampah organik yang sering menimbulkan bau tidak sedap dapat tertangani, disamping itu kita dapat menabung air untuk keperluan musim kemarau. Penerapan biopori di rumah tangga sangat mungkin dilakukan karena sampah organik dapat dengan mudah ditemukan di dalam rumah.

Caranya dengan memasukkan sampah rumah tangga organik ke dalam biopori setelah memisahkan sampah anorganik ke dalam wadah lain. Dengan cara itu sampah organik yang sering menimbulkan bau tak sedap akan habis dimakan “penghuni” lubang biopori. Pemisahan sampah bermanfaat untuk mempermudah pemulung sehingga mereka tidak perlu mengais-ngais sampah lagi. Pembuatan biopori juga mengurangi aliran air dari halaman rumah satu ke halaman rumah lainnya, atau ke daerah lain yang lebih bawah, yang bisa menyebabkan banjir. Air hujan yang terserap ke dalam lubang biopori juga menambah jumlah cadangan air tanah di daerah itu.



Kelebihan lain dari biopori adalah memperkaya kandungan air hujan. Bila sumber air hanya berupa air hujan tanpa tambahan apa-apa berarti kandungannya hanya H2O. Namun setelah diresapkan kedalam tanah lewat biopori yang mengandung lumpur dan bakteri, air akan melarutkan dan kemudian mengandung mineral-mineral yang diperlukan oleh kehidupan.

^_^

Jangan bayangkan lubang biopori hanya bisa dibuat di kampung-kampung yang masih punya halaman luas. Biopori dapat dibuat di rumah yang halamannya terbatas karena ukuran diameternya hanya sekitar 10 cm. Bahkan bisa dilakukan di bangunan-bangunan modern yang halamannya telah di beton atau di semen. Tentu saja harus ada pengorbanan yang dilakukan, yaitu dengan melakukan pelubangan terhadap beton dan semen -- memang memakan biaya -- namun perlu dilakukan karena sangat bermanfaat untuk mencegah banjir dan memperbanyak cadangan air tanah. Pembuatan biopori mungkin tidak cukup dengan himbauan sukarela, tetapi harus dengan sedikit “paksaan” atau jika perlu dengan peraturan daerah. Toh hasilnya akan dinikmati oleh semua penduduk kota.

Sang penemu biopori, Kamir Raziudin Brata adalah seorang peneliti dan dosen di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB. Pria kelahiran Cirebon memperkenalkan biopori sebagai teknologi untuk mengurangi sampah organik dan mengatasi banjir. Pemkot Bogor telah menyambut baik teknologi Biopori untuk diterapkan di wilayahnya. Pada ulang tahunnya bulan Juni ini, Kota Bogor menargetkan pembuatan lubang biopori sebanyak 22.407 buah.

Kapan Bandung menyusul nih? Tumpukan sampah, lindi dan bau menyengat bisa-bisa tinggal kenangan bila buangan sampah organik dapat dikurangi dengan biopori. Btw adakah diantara calon Gubernur Jakarta yang tertarik untuk bersusah payah “memaksakan” program pembuatan biopori di belantara beton dan semen di Jakarta dan daerah-daerah penyangganya demi mencegah banjir dan menambah cadangan air bersih untuk musim kemarau ? (Undil)

Bahan Tulisan tentang Biopori:
www.republika.co.id
Republika, Minggu, 20 Mei 2007
Wawancara dengan Kamir R Brata
Membangun Istana Cacing

Tulisan lain
~Pengalaman Membuat Lubang Biopori

~Penanganan Banjir dan Sampah: Biopori



0 komentar:

Post a Comment