Cerita ini terjadi sewaktu Romo Wage masih muda (Romo= dalam bahasa jawa adalah panggilan untuk bapak). Waktu itu dia merantau ke sebuah kota besar dan menjadi asisten seorang penjual kupat tahu.
Satu porsi kupat tahu dagangan majikannya berisi sebuah ketupat yang telah diiris-iris, sejumput taoge, sebuah tahu goreng, lalu diatasnya diberi bumbu kacang seperti yang biasa digunakan pada sate ayam. Begitulah bentuk masakannya dari hari ke hari, dari bulan ke bulan sampai berganti tahun tak pernah berubah.
Sebenarnya Romo Wage telah berusaha memberi saran kepada majikannya untuk memberi variasi pada kupat tahunya, tapi sang majikan menolaknya. Dia khawatir justru para pelanggannya tak senang lalu beralih ke pedagang kupat tahu lain yang banyak mangkal disekitar tempatnya berjualan. Jadilah usulan Romo Wage muda mentok. Baik usulan variasi pada kerupuk, pada tahu, maupun pada bumbu ditolak oleh majikannya.
Genap setahun membantu majikannya, akhirnya kesempatan itu tiba. Seusai lebaran sang majikan bermaksud berlibur agak lama di kampung. Untuk sementara dia menyerahkan gerobak dagangannya pada Romo Wage, dengan pesan untuk dengan cermat meracik bumbu agar pelanggan tidak lari. Romo Wage manggut-manggut, dalam hatinya dia ingin melakukan lebih dari sekedar mempertahankan rasa, dia ingin mengembangkan menu kupat tahu buatannya.
Untuk menghindari kemarahan majikannya, Romo Wage tidak mengganti resep, tetapi memilih memberi tambahan menu pada kupat tahunya. Dia menawarkan pindang telur, telur dadar, telur matasapi yang telah diberi bumbu pedas, ayam rica-rica pedas, pepes tahu dan pepes ikan sebagai teman makan kupat tahu. Kerupuk yang ditawarkan juga diberi variasi, kerupuk putih, kerupuk udang, kerupuk ubi bahkan emping melinjo. Dia juga memberi dua pilihan rasa bumbu kacang, yaitu rasa manis dan rasa asin untuk mengakomodir selera pelanggannya.
Variasi yang ditawarkan Romo Wage pada mulanya tidak ditanggapi oleh pelanggannya. Mereka tetap pada menu lama dan tidak berminat mencoba menu baru yang ditawarkan Romo Wage. Tapi kemudian Romo Wage menyadari bahwa dirinya hanya jual kupat tahu saat sarapan pagi saja. Rupanya para pelanggannya tidak ingin makan macam-macam untuk sarapan. Mereka hanya ingin sekedar pengganjal perut. Hal itu disadarinya setelah dia mengamati banyak diantara pekerja yang makan bersama para pelanggannya membawa bacang, lontong berisi bumbu atau sekedar roti tawar untuk sarapan pagi.
Jadilah Romo Wage mengubah strateginya. Kini dia juga jualan pada saat jam makan siang. Ternyata strategi itu tidak sia-sia. Pada mulanya para pelanggannya hanya menoleh heran ke gerobak kupat tahu yang biasanya hanya jualan di pagi hari. Namun pelan-pelan mereka mulai tertarik. Pertamanya hanya satu dua orang mencoba dengan tambahan lauk ayam rica-rica atau pepes ayam. Kemudian pelan-pelan pelanggannya bertambah. Rupanya mereka puas dengan paduan rasa baru yang dibuat Romo Wage untuk ketupat tahunya. Akhirnya pada jam makan siang-pun gerobak kupat tahu Romo Wage masih diminati oleh para pekerja yang hendak makan siang.
Tentu saja majikannya sangat kaget setelah tahu apa yang berhasil dilakukan Romo Wage. Dia juga senang dengan keberhasilan itu dan bahkan menawarkan gerobaknya untuk dipakai Romo Wage di siang hari. Romo Wage dengan halus menolak tawaran itu karena dirinya akan pindah ke kota lain dimana sahabatnya telah menawarkan posisi untuk membantu menjaga sebuah kios tempat penjualan barang bekas (undil 03 Januari 2009)
0 komentar:
Post a Comment