Untungnya jualan di gerbang kantor ini
sangat laku. Setiap jam enam pagi, Nenek Somad membawa lima puluh bungkus nasi
dan biasanya habis sebelum jam tujuh pagi. Kadang-kadang ada karyawan yang
kecewa karena tidak kebagian nasi bungkus. Mereka minta Nenek Somad menambah
jumlah nasi bungkus agar para karyawan yang datang agak siang tidak kehabisan.
Namun Wagenugraha telah berpesan pada Nenek Somad untuk menolak permintaan itu.
Di sekitar Pos Satpam depan itu ada penjual kupat tahu, nasi kuning, roti kukus
dan Indomi telur. Wagenugraha tidak ingin dagangan Nenek Somad mematikan bisnis
mereka. Jadi cukup 50 bungkus saja. Biarlah pembeli yang tidak kebagian nasi
bungkus, membeli dagangan orang lain. http://duniashinichi.blogspot.com
Wagenugraha tidak putus asa dengan
kegagalan pertama di kantin koperasi. Kali ini dia punya ide baru yang lebih
sederhana. Wagenugraha akan memfasilitasi Nenek Somad untuk berjualan nasi
bungkus buat sarapan para karyawan di luar pintu depan kantor. Dikenalkannya
Nenek Somad pada satpam-satpam kantor, dan dikatakannya Nenek Somad setiap pagi
akan berjualan di luar Pos Satpam. Barang dagangan berupa nasi bungkus yang sudah
diisi dengan paket aneka lauk pauk. Dimulai dari harga 5000 perak hingga lima
belas ribu perak tergantung isi lauknya. Yang paling sederhana adalah nasi,
tempe plus telur dadar. Yang paling mahal dengan lauk daging dan ikan.
Tidak seperti yang diharapkan
Wagenugraha, barang dagangan Nenek Somad di kantin koperasi tidak laku. Kata
orang-orang dagangannya terlalu biasa untuk ditaruh di kantin yang cukup mewah
ini. Orang datang ke sini untuk mencari makanan yang “bukan makanan rumahan”. Sop iga bakar, tongseng, sate dan seafood
lebih laku di tempat ini dibanding makanan rumahan. Makanya Nenek Somad juga
pelan-pelan kehilangan semangat untuk meneruskan jualan. Biaya membeli bahan
makanan dan membayar pembantu masih lebih mahal dibanding dengan hasil yang
didapatkan. Akhirnya Wagenugraha mengiyakan ketika Nenek Somad mengutarakan
niatnya untuk berhenti jualan.
Berawal dari rasa kasihan terhadap
Nenek Somad, wanita yang sehari-hari membantu Wagenugraha mencuci pakaian di
rumah, Wagenugraha menawarkan pada Nenek Somad untuk berjualan di kantin
koperasi kantornya. Kebetulan waktu itu sedang ada pembukaan lapak-lapak baru
di kantin yang terletak di samping sebuah rumah sakit besar itu. Konsumennya
sudah jelas, dari mulai pengunjung rumah sakit, mahasiswa kedokteran, dokter residen
hingga para karyawan kantor tempat Wagenugraha bekerja. Untuk biaya membuat
meja hingga modal awal berjualan, Wagenugraha merogoh kantongnya sendiri
berhubung Nenek Somad tidak punya modal sama sekali. Anak muda itu yakin nasi
dan lauk pauk buatan Nenek Somad akan laku karena rasanya cukup enak menurut
ukutan Wagenugraha (Undil-2013)
0 komentar:
Post a Comment