Pengumpul Sampah Pergaulan


Sampah pergaulan adalah segala aspek negatif dan perlakuan buruk yang menimpa kita dalam pergaulan. Perbuatan-perbuatan negatif yang ditujukan pada diri kita dalam pergaulan sehari-hari. Perilaku yang nranyak (tidak sopan); cenanangan (tanpa sopan santun); bentakan kasar tanpa sebab jelas; lidah yang fasih menyematkan tuduhan ngawur pada kita; misuh-misuh (mencaci maki); mengembat piutang kita; perlakuan yang bikin kita bete; meneror mental (gemar menjatuhkan kepercayaan diri korban-korbannya).

Juga kaum pemalas yang menghambat kerja kita; para penikam dari belakang (musuh dalam selimut alias kutu busuk); menipu & merebut uang kita; perlakuan bang cinde bang ciladan (pilih kasih) yang merugikan kita; kesombongan yang menyebalkan dan segala perlakuan buruk-muruk lain yang melukai hati, bikin sakit hati dan makan hati.

Sampah pergaulan adalah sebuah fenomena yang sulit dihindari oleh siapa saja yang pernah merasakan hangatnya matahari pagi. Saat sampah pergaulan datang, ada dua pilihan reaksi yang tersedia bagi kita. Menerimanya dengan lapang dada atau menimbunnya di dalam hati hingga menggunung.

Kita bisa menerimanya sebagai kenyataan pahit yang harus dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Menyiapkan sapu, jugangan (lubang pembuangan sampah) dan korek api. Ketika sampah-sampah itu mulai bertebaran di “halaman hati” kita cepat-cepat menyapunya, membuangnya ke jugangan dan membakarnya sampai habis jadi abu. Ringkasnya kita bersedia menerima, memaafkan dan melupakan..

Namun kita juga bisa memilih untuk menimbunnya. Menumpuk-numpuk sampah itu hingga menjadi bukit yang semakin lama semakin tinggi. Bukit sampah itu lama kelamaan akan membusuk dan menebarkan segala macam bau tak sedap yang melingkupi hati. Bau busuk yang makin lama makin menyengat, membuat puyeng, bikin kehilangan keseimbangan jiwa dan bisa membuat kita jatuh ke jurang depresi.
^_^

Pilihan berada di tangan kita. Mau membuang sampah pergaulan atau malahan menyimpannya. Mau dekat-dekat sumbernya yaitu para pembuang sampah atau menjauhi mereka. Sepenuhnya tergantung pada pada pilihan kita. Manusia bisa memilih. Manusia bebas menentukan pilihan. Namun ada satu catatan. Manusia tidak bisa menghindar dari akibat-akibat yang akan timbul dari pilihannya (nl. bandung 2007)

Bacaan : dr. M. Thohir SpKJ, 2006, 10 Langkah Menuju Jiwa Sehat, Penerbit Lentera Hati, Jakarta.