Persahabatan Romo Wage dan Romo Sunu

Salah seorang sahabat yang sering disambangi Romo Wage adalah Romo Sunu. Nama lengkapnya Sunu Catur Gunawan Wibisono, seorang juragan bubur kacang hijau  (burjo) yang berjualan di pertigaan menuju Jalan Sukajadi. Di kiri kanan jalan tersebut terdapat banyak kios-kios kelontong dan pakaian yang terkenal harga barangnya murah sehingga selalu ramai dikunjungi pembeli.
 

Dampaknya warung burjo Romo Sunu juga selalu ramai dikunjungi pelanggan dan juga sopir-sopir angkot yang sedang ngetem cari penumpang di pertigaan Sukajadi.

Salah satu yang dikagumi Romo Wage pada diri Romo Sunu adalah keteraturan hidupnya. Romo Sunu selalu mulai berjualan pukul 9 pagi dan tutup pukul 3 sore, sesaat sebelum Ashar. Sehabis itu dia pulang ke Langgarnya dan menjadi imam Sholat Ashar di sana. Kemudian dia pergi ke kebun untuk menyiram sayuran-sayurannya.

Nanti pukul 5 dia sudah ada di langgar lagi untuk mengajar mengaji orang-orang tua hingga maghrib. Dilanjutkan dengan mengajar ngaji anak-anak kecil hingga Isya. Khusus untuk malam Jumat, Romo Sunu memberi pengajian umum yang diikuti oleh banyak sopir angkot yang rata-rata telah kenal baik dengan Romo Sunu.

Keistimewaan yang lain dari Romo Sunu adalah dia seorang pecinta buku, khususnya buku-buku agama. Menurut Romo Sunu, dia butuh selalu baca buku agar materi pengajiannya ada rujukan tertulisnya dan sesuai dengan kondisi masakini.

Di warung buburnya terdapat rak-rak buku yang berisi ratusan buku agama. Setiap hari, disela-sela waktu melayani pembeli dia menyempatkan diri membaca buku-buku tersebut. Awalnya sebagian besar bukunya berbahasa arab, oleh-oleh dari melanglang buana selama 10 tahun sejak lulus dari STM . Namun saat ini Romo Sunu sengaja membeli buku-buku berbahasa Indonesia agar bisa dipahami oleh teman-temannya yang sering pinjam buku untuk dibaca di rumah.

Biasanya setelah mencorat-coret bahan pengajian di kertas bekas, Romo Sunu akan mengetiknya di sebuah laptop kuno yang dibelinya saat masih menjadi awak kapal dagang. Setelah selesai diketik, tulisan itu dibagikan pada para peserta pengajian.


Inilah keistimewaan lain dari Romo Sunu, dia selalu membagikan bahan pengajian dalam bentuk tulisan sehingga bisa dibaca lagi di rumah. Hal itu juga berlaku untuk pengajian yang diikuti oleh anak-anak kecil. Untuk anak kecil, biasanya Romo Sunu melengkapi bahan pengajiannya dengan dongeng-dongeng pengalamannya selama melanglang buana menjadi ahli elektronik di kapal-kapal dagang.


Karena bahan-bahan pengajiannya berupa tulisan, maka perlahan-lahan tulisan-tulisan itu beredar dari tangan ke tangan dan dari fotocopy ke fotocopy. Lambat laun orang-orang mulai mengenal Romo Sunu, dan Pengajian Malam Jumatnya bertambah ramai. Bahan pengajian yang untuk anak kecil-pun telah banyak di pakai di playgroup dan taman kanak-kanak sebagai bahan mengajar karena banyak dihiasi cerita-cerita menarik.

Hampir setiap hari ada orang yang berkonsultasi soal agama dan masalah sehari-hari di warung buburnya, terutama sopir-sopir angkot dan karyawan toko. Romo Sunu yang pernah nyantri selama hampir 8 tahun itu akan menjawabnya dengan senang hati. Untuk jawaban yang dirinya masih ragu, Romo Sunu akan berkonsultasi dengan guru ngajinya.

Karena seringnya memberi konsultasi berbagai macam masalah pada banyak orang tersebutlah maka lama-kelamaan Sunu Catur Gunawan Wibisono dipanggil Romo, yang artinya bapak. Itu karena orang-orang di sekitarnya menganggap Sunu yang masih muda itu punya kebijaksanaan seperti seorang bapak bagi mereka. Sehingga layak dituakan dan dihormati.

Lambat laun orang mengenal Sunu Wibisono sebagai Romo Sunu, karena kebijaksanaannya. Sunu yang selama 10 tahun menjadi teknisi elektronika kapal selepas lulus STM tersebut pulang ke rumah karena diminta bapaknya untuk mengurus Langgar peninggalan kakeknya. Sunu yang pernah mondok di pesantren tersebut diharapkan dapat menghidupkan kembali Langgar tua itu dengan sholat jamaah dan pengajian.

^_^

Romo wage sering mampir ke warung Romo Sunu sekedar untuk mengobrol sana-sini membahas kehidupan sehari-hari, juga untuk mengundang Romo Sunu memberi pengajian di rumahnya. Kebetulan Romo Wage punya belasan angkot, dan dia secara rutin mengumpulkan mereka untuk diberi pengajian oleh seorang guru ngaji. Guru yang rutin ditunjuk Romo Wage adalah Romo Sunu, yang sudah kenal baik dengan kehidupan sehari-hari para sopir sehingga pengajiannnya dapat sesuai dengan kebutuhan mereka.

Setiap kali mendapat buku agama yang bagus, Romo Wage menghadiahkannya untuk Romo Sunu. Sebaliknya saat mendapat kiriman barang dari teman-temannya yang masih bekerja di kapal dagang, Romo Sunu tak lupa memberikan sebagian kepada Romo Wage. Tak heran persahabatan mereka semakin erat.

Salah satu jasa Romo Wage yang tidak bisa dilupakan Romo Sunu adalah gagasan Romo Wage pada Romo Sunu untuk menjual air minum dalam botol gelas. Kini lebih dari setengah dari omzet penjualan Romo Sunu berasal dari penjualan air putih dingin dan air jeruk nipis dingin yang dikemas pada botol gelas. Dalam sehari kulkas dua pintu di warung Romo Sunu bisa harus 3- 4 kali diisi untuk melayani permintaan pembeli.

Sebagian besar pembelinya adalah sopir angkot dan karyawan toko di Jalan Sukajadi. Menurut mereka minum air putih dingin dalam botol gelas serasa lebih mantap dibanding dalam botol plastik. Demikian juga air jeruk nipis Romo Sunu rasanya orisinal, mengingatkan mereka pada air jeruk nipis di rumah nenek saat mereka masih kecil.

Biasanya mereka ambil botol itu pada pagi hari dan dibalikkan sore hari setelah isinya diminum. Setiap hari ada ratusan botol kosong yang harus dicuci untuk diisi lagi keesokan harinya. Berkat jualan air minum dalam botol gelas itulah Romo Sunu dapat selalu membeli buku-buku baru (undil-2011).

gambar diambil dari:  http://server.dragoart.com/

tags: Cerpen, Romo Wage, Romo Sunu, Cerita Pendek, Cerita Manajemen, Cerita Bisnis, Romo adalah panggilan untuk ayah

0 komentar:

Post a Comment