Lelaki pertama dan lelaki kedua tidak mengherankan. Shinichi Kudo tahu persis mengapa mereka dipilih menjadi pemimpin oleh anak-anak muda itu. Tapi justru Ihsan ini yang Shinichi nggak tahu mengapa beliau bisa-bisanya dipilih menjadi ketua umum pemuda, dengan suara aklamasi lagi!
Rasyid si wakil ketua itu pastinya dipilih karena kemampuan komandonya. Rasyid dengan cekatan memimpin anak-anak muda untuk mempersiapkan tempat-tempat berlangsungnya acara porseni antar remaja masjid yang akan digelar para anak muda itu. Dari mulai mempersiapkan lapangan hingga tenda-tenda untuk acara pembukaan, semuanya dengan cepat dan tuntas diselesaikan Rasyid. Pantaslah dia dipilih menjadi pemimpin.
Binsar dengan kemampuan persuasifnya yang luar biasa juga layak menjadi pemimpin karena dialah yang menghubungkan panitia porseni dengan para calon peserta, sponsor dan sesepuh masjid di kota ini. Berkat kepandaian Binsar dan timnya lah peserta acara porseni remaja masjid membludak hingga ribuan orang. Arus dana dari sponsor yang berasal dari toko-toko kelontong milik para Haji yang mendominasi Pasar Makmur, nama pasar terbesar di kota itu juga tak terhitung lagi jumlahnya. Sesepuh masjid juga sangat mendukung berkat kepandaian persuasi Binsar. Layaklah dia menjadi pemimpin.
Tapi Ihsan jauh dari kesan seorang yang persuasif ataupun pandai memimpin pekerjaan lapangan. Kemampuannya dalam mengutarakan pendapat biasa saja. Dalam kerjaan lapangan pun dia tidak banyak memberi komando. Rasyidlah yang melakukan. Soal urusan sponsor, Ihsan juga hanya mengurusi sebagian kecil saja. Hanya beberapa toko besar saja yang disambangi Ihsan. Sebagian besar toko lainnya dihubungi oleh Binsar. Demikian juga dengan masjid-masjid yang diundang untuk mengirimkan remajanya berkompetisi dalam porseni. Ihsan tak banyak turun ke lapangan untuk mengajak mereka bergabung.
Saat Shinichi menanyakan hal itu pada Binsar, anak muda itu tertawa. Dia hanya mengatakan dari dulu juga begitu. Tiga tahun lalu saat kepengurusan organisasi diregenerasi, polanya selalu begitu. Jika ada acara, plotnya Ihsan itu ketua, kemudian Rasyid urusan lapangan dan Binsar urusan hubungan masyarakat. Gak pernah berubah dan acara yang mereka gelar rata-rata berhasil.
Kemudian Shinichi mencoba bertanya pada Rasyid. Barangkali dia tahu penyebabnya. Sama halnya dengan Binsar, anak muda itu menanggapi dengan tertawa. Dikatakannya pertanyaan yang meragukan kontribusi Ihsan itu bukan diajukan Shinichi saja. Tapi banyak oleh para orang-orang tua. Rata-rata mereka heran bagaimana cara Ihsan memimpin anak-anak muda itu.
Namun kemudian Rasyid mulai buka kartu. Dia menyebutkan salah satu kelebihan Ihsan dibanding dirinya dan Binsar. Ihsan itu orangnya sangat determinatif. Dia determinasinya sangat tinggi. Begitu tujuan dicanangkan maka dia akan ngotot memperjuangkan hingga berhasil. Akibat semangat yang menyala-nyala itu, para pemuda lain jadi ikut bersemangat memperjuangkannya. Mereka melihat halangan-rintangan sebagai hal yang biasa saja, karena terpengaruh oleh Ihsan yang tidak ragu sedikitpun akan keberhasilan program yang telah dipilih.
Ihsan itu sangat percaya diri atas keputusan yang kita ambil bersama. Dia tidak mengenal menyerah walaupun banyak orang yang meragukan keberhasilan tujuan yang hendak diraih. Jadinya semua anggota tim tidak punya peluang untuk ragu, lalu menetapkan tujuan lain yang lebih mudah dicapai. Biasanya selalu ada saja jalan untuk mencapai tujuan. Selalu ada saja jalan ketiga yang tidak disangka-sangka. Begitulah Rasyid menggambarkan diri Ihsan.
Contoh kuatnya determinasi Ihsan terlihat pada proyek membuat rumah kaca di ara-ara Lohduwur. Itu adalah nama sebuah padang yang cukup luas yang terletak di sebelah selatan kampung. Sebelum ada rumah kaca, tempat itu hanyalah padang yang kering dengan tanah tidak rata, penuh rerumputan bercampur dengan batu-batuan dan sampah yang dibuang orang.
Kini di tempat itu berdiri deret-deret rumah kaca dengan peruntukan masing-masing. Sebagian ditanami anggrek, sebagian yang lain sayur-sayuran dan sebagian lainnya lagi tanaman hias. Ara-ara Lohduwur pun kini lebih mirip tempat wisata dan kuliner, dibanding tempat pembiakan tanaman, karena lebih banyak orang datang ke sana untuk menikmati keindahan anggrek sambil makan aneka hidangan sayur-sayuran dibanding untuk membeli tanaman.
Dulu saat Ihsan mengusulkan membangun rumah kaca untuk menjadi tempat kegiatan para pemuda, tak banyak yang mendukung. Hanya karena kemauan yang kuat dari Ihsan saja usulannya tetap dijalankan oleh para pemuda walaupun banyak gerutuan sana-sini. Namun dengan bantuan kepintaran Binsar menjelaskan pada para warga, maka terdapat sekelompok warga yang berkecukupan yang tergerak untuk mendanai pembangunan rumah kaca pertama untuk menanam anggrek.
Rumah kaca mungil yang dikelola pemuda kampung itu ternyata menarik direktur sebuah BUMN yang memiliki program green industry untuk ikut berpartisipasi. Dengan bantuan BUMN itu dibangunlah sebuah rumah kaca yang besar di ara-ara Lohduwur.
Rumah kaca mungil yang dikelola pemuda kampung itu ternyata menarik direktur sebuah BUMN yang memiliki program green industry untuk ikut berpartisipasi. Dengan bantuan BUMN itu dibangunlah sebuah rumah kaca yang besar di ara-ara Lohduwur.
Diluar dugaan rumah kaca besar itu menarik ratusan orang setiap hari untuk menikmati keindahan anggrek yang berada di dalamnya. Lambat laun anggrek yang ada di sana diperjual belikan. Jumlah rumah kaca-pun bertambah seiring kepercayaan warga terhadap manfaatnya.
Pelan-pelan ara-ara Lohduwur telah menjadi pusat pembiakan anggrek dan berbagai macam tanaman hias lainnya. Rumah kaca-rumah kaca itu pun dengan sendirinya menjadi sumber penghasilan sebagian pemuda yang tadinya lontang-lantung tanpa pekerjaan. Keberhasilan rumah kaca itu menurut Rasyid adalah contoh nyata determinasi Ihsan yang mengagumkan (Undil-2013).
sumber gambar: artquotes
sumber gambar: artquotes
0 komentar:
Post a Comment