Pertempuran Arya Penangsang melawan para sekutu Portugis

Arya Penangsang menyuruh pasukannya berhenti. Dua ratus pasukan kavaleri Jipang berhenti tepat di puncak bukit. Panji-panji Kesultanan Demak Bintoro, warna gula kelapa - merah putih nampak berkibar ditiup angin. Di belakang para Ksatria Jipang terhampar jurang-jurang berdinding batu yang curam. Sementara di depannya terdapat lembah berupa padang rumput yang dipenuhi oleh tidak kurang dari lima ratus orang pasukan bertelanjang dada, bersenjatakan pedang dan tombak berjajar telah menunggu kedatangan mereka di lembah.




Rupanya mereka adalah pasukan lokal sekutu Portugis yang bermaksud menghadang kedatangan Ksatria Jipang yang diutus Sunan Kudus, selaku panglima perang kesultanan Demak Bintoro untuk menertibkan sebuah benteng kecil Portugis di pinggir pantai.

Sebuah benteng perintis yang ditengarai oleh Inteljen Kesultanan Demak Bintoro sebagai cikal bakal pangkalan militer Portugis untuk mengganggu jalur pedagangan kapal-kapal jung milik pedagang Pulau Jawa. Perdagangan adalah matapencaharian utama penduduk Kesultanan Demak Bintoro. Pertanian tidak banyak berperan pada kesultanan maritim yang wilayahnya meliputi kota-kota dagang yang kaya raya di sepanjang pantai utara Jawa.

Arya Penangsang dengan masih duduk di atas punggung Gagak Rimang - nama kudanya -  berteriak menyerukan kepada para pasukan lokal untuk menyingkir. Dikatakannya bahwa Ksatria Jipang adalah prajurit pembela kehormatan nusantara. Ksatria Jipang hanya akan mengambil tindakan kepada orang-orang Portugis yang mengganggu para pedagang nusantara, bukan kepada sesama pasukan pribumi. Namun pemimpin pasukan lokal itu menolak, dan malahan merubah formasi pasukannya dalam gelar perang,

Nampak dibarisan terdepan pasukan lokal ada belasan orang berpakaian hitam, mengangkat keris terhunus  di atas kepala, sambil menyemangati para pasukan di belakangnya. Ratusan pasukan di belakangnya juga telah mengacung-acungkan  pedang dan tombaknya sambil meneriakkan yel-yel  perang. Sementara para Ksatria Jipang dari atas kudanya juga telah mengisi senapan dengan peluru dan siap menembak. Kini dua ratus Ksatria Jipang telah membidikkan senapannya langsung ke arah lima ratus pasukan lokal yang bersenjatakan pedang, tombak dan keris. 

Arya Penangsang merasa kualitas prajurit maupun persenjataan lawan jauh dibawah Ksatria Jipang. Akibatnya akan jatuh banyak korban di pihak lawan. Peluru senapan-senapan Ksatria Jipang akan memakan beratus-ratus korban dari pihak musuh sebelum pedang mereka sempat beradu dengan senjata-senjata Ksatria Jipang. Sebuah kesatuan tempur bersenjata modern dari negara maritim yang berpergaulan internasional berhadap-hadapan dengan pasukan lokal yang kurang pengalaman tempur.

Musuh terlalu lemah untuk dihadapi secara frontal. Korban yang jatuh akan terlalu banyak. Sementara lawan mereka sebenarnya adalah Portugis yang hendak memonopoli perdagangan rempah-rempah di nusantara. Sebenarnya sedih juga hati Arya Penangsang karena sebagai sesama pribumi mereka harus saling bunuh karena yang satu terbujuk untuk bergabung dengan musuh. Karena itu Arya penangsang mencoba mencari jalan lain yang tidak menimbulkan korban terlalu banyak. Apalagi setelah dia melihat gerak-gerik pasukan lawan yang terlihat miskin pengalaman, rasanya tidak akan terlalu sulit untuk ditaklukkan dengan strategi yang tepat.

Ketika dilihatnya sepuluh buah meriam yang dibawa oleh pasukannya, terpikirlah oleh Arya Penangsang sebuah strategi untuk menurunkan mental lawan. Diperintahkannya dua orang komandan pasukan untuk memimpin dua regu pasukan meriam. Satu regu menembakkan peluru meriam ke arah dinding-dinding jurang batu granit belakang posisi Ksatria Jipang. Sementara regu kedua diminta untuk menembakkan meriam ke depan para orang-orang berpakaian hitam yang sedang mengangkat keris.

Ketika meriam mulai ditembakkan ke arah dinding-dinding jurang di belakang pasukan Arya Penangsang, terdengarlah suara  gema amat keras yang bertalu-talu menggetarkan jantung. Suara yang sangat memekakkan telinga seolah seperti jeritan puluhan raksasa berteriak-teriak kelaparan. Pasukan musuh nampak sangat kaget oleh suara-suara dahsyat itu. Mereka tidak tahu bahwa efek gema pada dinding-dinding batu dapat menimbulkan suara yang sangat mengerikan. Beberapa diantara mereka saling memandang dan tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir di wajah mereka.

Ketika rasa takut lawan terlihat memuncak, Arya Penangsang memerintahkan komandan kedua menembakkan meriam ke depan orang-orang berpakaian hitam.

"Blaaaaaarr" peluru meriam meledak di depan barisan orang berpakaian hitam-hitam. Beberapa orang terlempar beberapa langkah ke belakang. Sementara yang lainnya jatuh terduduk karena saking kagetnya. Begitulah beberapa kali meriam ditembakkan telah membuat  barisan terdepan musuh kocar-kacir. Melihat para penyemangat mereka berjatuhan, beberapa pasukan di belakangnya menjadi gentar dan memilih mengambil langkah seribu meninggalkan lembah. Tak berapa lama diikuti oleh ratusan pasukan lainnya. Formasi perang musuh kacau balau bersamaan dengan peluru-peluru meriam yang ditembakkan komandan kedua.

Saat meriam berhenti ditembakkan, di depan Ksatria Jipang tinggal tersisa seratus pasukan lawan. Ratusan lainnya kabur tak ketahuan rimbanya. Rupanya seratus orang yang tersisa itu adalah pasukan pilihan. Pasukan inti yang menjadi tulang punggung pasukan. Sesaat kemudian komandan musuh telah meneriakkan perintah untuk menyerbu.  Serentak seratus orang prajurit yang tersisa itu bergerak menyerbu Ksatria Jipang.

Ketika pasukan lawan mulai memasuki jangkauan tembakan senapan, Arya Penangsang memberi komando pasukan yang terdepan mulai menembak. Disusul pasukan di baris kedua menembak. Begitu seterusnya hingga barisan paling belakang. Ratusan peluru senapan Ksatria Jipang beterbangan menyapu barisan pasukan lawan di depannya tanpa ampun.

Terjadilah pertempuran seru yang berlangsung sangat singkat. Dari seratus pasukan musuh yang menyerbu itu hanya kurang dari sepuluh orang yang selamat sampai berhadapan muka dengan para Ksatria Jipang. Sementara puluhan lainnya bergelimpangan diterjang peluru. Sisa pasukan yang selamat itu pun akhirnya roboh ditebas pedang Ksatria Jipang yang tersohor kemahirannya dalam memainkan pedang sambil berkuda. Sebuah pertempuran singkat yang  menunjukkan betapa kavaleri pasukan Demak Bintoro yang dilengkapi senapan dan meriam itu terlalu tangguh untuk dihadapi pasukan lokal sekutu Portugis (Undil-2013)

gambar diolah dari kismeta

0 komentar:

Post a Comment